Sebuah nyanyian & kedatangannya

27 10 22
                                    

You are my fate—

Now playing : Crush - Beautiful

Now playing : Crush - Beautiful

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siapa yang cocok?

***

Syifa menatap ponselnya lama. Gadis itu kini duduk sendirian di depan meja belajar sembari mengelus kucingnya yang tidur dalam pelukannya.

Syifa menghela napas. Ia terus menunggu panggilan sang ayah dari beberapa jam yang lalu setelah Jimin mengembalikan ponselnya kembali. Entah kenapa, akhir-akhir ini perasaannya menjadi tak enak perihal orang tuanya.

"Syifa, kau belum tidur? Ini sudah malam." Ucapan Jimin membuat gadis itu kembali pada alam nyata. Syifa baru sadar jika sedari tadi dirinya melamun.

"Aku belum mengantuk," sahut Syifa.

Jimin menghela napas. Setelah ia sampai di samping adiknya. Ia langsung mengusap lembut surai gadis itu yang tak tertutupi hijab. Jimin paham sekarang, Syifa pasti tengah menunggu telepon dari ayahnya. Karena jelas sekali di layar ponselnya yang menunjukkan kontak sang ayah yang belum juga muncul tanda-tanda ada telefon masuk.

"Kau masih menunggu telefon Appa? Apa kau mencemaskannya?" tebak Jimin tepat sasaran.

Syifa mengangguk pelan. "Aku harap Appa baik-baik saja bersama Umi."

Jimin tersenyum tipis. Ia merangkul sang adik dengan lembut. "Amin ... kita doakan saja, ya. Cepat atau lambat, Appa pasti memberi kabar pada kita. Bukankah Appa sudah berjanji? Tidak mungkin dia mengingkarinya, kan?"

Syifa diam. Gadis itu mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Kau harus menjaga kesehatanmu." Jimin memutar tempat duduk Syifa hingga menghadap ke arahnya. "Kau sudah berjanji pada Appa untuk tidak bersedih atau banyak pikiran. Kau berjanji untuk sembuh. Kau ingin bertemu Umi, kan?"

Syifa mengangguk pelan sebagai jawaban. Jimin tersenyum lalu berucap lagi. "Maka mulai dari sekarang kau harus tidur. Tidak baik tidur malam. Bisa sakit."

Kakaknya benar. Syifa memang tidak boleh sakit. Ini semua demi ibunya. Walaupun Syifa masih merasa cemas. Namun, dia harus berpikir positif. Pasti orang tuanya akan baik-baik saja dan pulang dengan selamat.

"Ya sudah, aku tidur. Tapi tunggu sebentar lagi ya, Oppa. Lima menit saja," ijin Syifa.

Jimin menghela napas. "Baiklah, lima menit, ya. Aku akan ke kamar dulu. Jika aku kembali kau harus sudah tidur, ya. Arasso?"

Syifa tersenyum. "Ne, arasso. Percayalah padaku."

Jimin pun pergi meninggalkan Syifa sendirian di kamarnya. Syifa kembali menatap ponselnya yang masih tidak ada tanda-tanda sama sekali. Hingga beberapa detik kemudian, tiba-tiba saja ponselnya berdering.

You Are My Fate ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang