"MAKSUD LO APAAN?"
Dugh
Dengan geram Yeonjun menarik kerah seragam Jeno, lalu dengan sedikit kencang menghantamkan kepalanya ke tembok, sama seperti apa yang telah dilakukan siswa itu kepada adiknya.
"Gue ga sengaja, Jun!" ucap Jeno setelah sekilas merasakan pening di kepalanya.
"Adek gue berdarah dan lo masih bisa bilang ga sengaja?"
"Gue reflek, gue marah karena adek lo ngambil cincin yang gue kasih ke pacar gue!"
"Tapi lo gausah main fisik! Bilang ke gue biar gue yang ganti." Yeonjun mengeraskan rahangnya.
"Kalo mau main fisik itu sama gue, bukan sama adek gue!" ucap terakhir Yeonjun sebelum pergi dari sana setelah melihat tatapan Jeno seperti berkunang-kunang.
Ia pergi ke UKS menemui adiknya, meninggalkan Jeno dan siswa lainnya yang berkerubung menonton adegan tadi.
Ia melihat beberapa lembar tisu yang bernoda darah, juga penjaga UKS yang tengah membersihkan darah di sekitar hidung adiknya.
"Oh, Yeonjun?" Ibu penjaga UKS—Seulgi, menyadari tirai yang dibuka Yeonjun, lantas membiarkannya mendekat.
"Darahnya udah berhenti," ucapnya seolah menjawab pertanyaan yang belum Yeonjun sampaikan. "Biarin dia istirahat dulu."
"Saya boleh di sini, Bu?"
"Boleh. Saya tinggal ya."
Setelah Seulgi pergi, Yeonjun duduk di kursi samping adiknya berbaring. Ia melihat seragam bagian atas milik adiknya terdapat noda darah, entah seberapa kuat Jeno membenturkan kepalanya.
Ia saja tidak pernah menyakiti adiknya, kenapa orang lain berani sekali. Yeonjun diam-diam menyalahkan dirinya atas hal ini, ia lengah menjaga adiknya. Namanya Yeona, seseorang paling berarti baginya.
Itu karena Yeona adalah satu-satunya keluarganya yang tersisa, setelah kedua orangtuanya berpisah beberapa tahun lalu dan meninggalkan mereka berdua sendirian. Apapun Yeonjun coba lakukan agar Yeona tidak merasa kekurangan, hingga ia menjadi overprotektif menjaganya.
Tidak boleh ada yang menyakiti adiknya, termasuk dirinya sendiri, itu prinsip yang selama ini Yeonjun pegang.
"Masih pusing?" Yeonjun menatap khawatir Yeona yang membuka matanya, keningnya sedikit membiru.
Belum sempat menjawab, tiba-tiba bel berbunyi, menandakan waktu istirahat habis.
Yeona cepat-cepat bangun, namun Yeonjun tak membiarkannya menuruni kasur. "Gausah balik ke kelas, di sini aja."
"Ini pelajarannya bu Irene, nanti dimarahin kalo ga hadir."
"Nanti kakak izin bilang ke dia kalo kamu sakit."
"Kalo ga percaya gimana?"
"Perlu kakak bawain tisu bekas darah itu ke bu Irene biar percaya?"
Yeonjun tidak bercanda saat ingin mengambil tisu itu, tapi gerakannya ditahan oleh sang adik, mengizinkannya tidak perlu sampai seperti ini, yang ada ia malu.
"Ish, iya iya!"
Tak berselang lama terdengar pintu terbuka, mereka menyangka itu Seulgi, namun ternyata bukan, yang datang adalah Aisha.
"Ngapain?" ketus Yeonjun.
"Gue... mau minta maaf."
"Soal apa?"
"Yeona."
Yeona menegakan tatapannya, ia merasa tidak ada masalah dengan siswi ini. "Kenapa?"
"Na, sorry... sebenernya gue yang nyembunyiin cincin pacarnya kak Jeno," ucap Aisha menunduk menghindari tatapan tajam Yeonjun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brother || CYJ
FanfictionSemenjak perceraian orang tuanya dan ditinggalkan, Yeonjun berusaha keras menjaga adiknya seorang diri, sebisa mungkin tak membiarkan sang adik merasa kekurangan kasih sayang darinya sebagai seorang kakak. Canda tawa serta masalah menghiasi hari-ha...