> Twelve

34 17 3
                                    

"Yeona? Hey, kok ngelamun?"

Yeona tersentak saat tangannya tiba-tiba disentuh Yeonjun. Ia terlarut dalam lamunannya hingga tak sadar Yeonjun sudah di depannya.

"Kamu kenapa? Kok murung gitu?" Yeonjun menyadari perubahan ekspresi Yeona yang tadinya ceria menjadi murung ketika ditinggal mengambil motor sebentar.

"Enggak, Kak. Ayo pulang."

Yeonjun yang tidak paham pun akhirnya mengangguk, mengendarai motornya dalam keadaan yang aneh, tidak biasanya adiknya itu hanya diam. Ke mana perginya pertanyaan-pertanyaan random yang selalu ditanyakan Yeona ketika melihat sesuatu di jalanan?

Yeona langsung membuka pintu rumah ketika sampai, meninggalkan Yeonjun yang sempat bertanya ada apa. Moodnya sedang tidak baik-baik saja.

"Yeona, ada apa? pasti ada sesuatu yang buat kamu sedih gitu, kan?"

"Em... mungkin?"

"Mau cerita sama Kakak?"

Yeona tidak menggeleng, tidak juga mengangguk, ia hanya menghembuskan nafas panjang kemudian menyahut, "Nanti deh, Kak. Aku mau ganti baju dulu."

Yeona berjalan menuju kamarnya, beberapa saat kemudian ia kembali turun menemui Yeonjun di ruang tengah yang sedang berbalas pesan dengan seseorang.

Yeonjun sadar adiknya duduk di sampingnya, ia melirik sekilas , menunggu Yeona membuka suara. Namun, sepuluh menit berlalu dan Yeona masih bungkam, akhirnya ia lebih dulu bertanya.

"Ada masalah di sekolah?"

Yeona menggeleng sebelum akhirnya sedikit bersuara. "Kak...."

Yeonjun menaruh ponselnya, kini ia menghadap Yeona yang siap bercerita.




•••Flashback On

Siang hari menjelang sore, bertepatan dengan bel yang paling ditunggu-tunggu para siswa akhirnya berbunyi. Tanpa menunggu lama pun gerbang sudah penuh dan desak-desakan siswa yang ingin pulang.

Yeona berjalan keluar gerbang dengan Sei setelah gerbang tak lagi ramai, sementara itu Yeonjun mengambil motornya di parkiran. Sei langsung pulang begitu mobil yang menjemputnya sudah menunggu, tak lupa berpamitan dengan Yeona. Kini Yeona sendiri sembari menunggu Yeonjun, dilihatnya sekeliling ternyata masih banyak yang menunggu jemputan.

Hingga Yeona tak sengaja melihat ke arah sebelah yang tak jauh darinya, di mana seorang siswi menghampiri kedua orang tuanya yang menjemput. Gadis di sana tersenyum lebar ketika sampai di depan orang tuanya,

"Gimana sekolahnya?" tanya sang ibu, suaranya masih bisa didengar dari posisi Yeona berdiri.

"Aku tadi dapet nilai seratus, Ma!" jawab anak itu riang, senyum lebar terpampang di wajahnya.

"Wahh, pinter anaknya Mama," ucapnya sambil mengusak pelan kepala anaknya dengan bangga. "Ayo pulang, Mama bakal buatin makanan kesukaan kamu sebagai hadiah."

"Ayo." Dengan senyum yang masih terhias di wajahnya, mereka memasuki mobil itu dan berlalu cepat dari pandangan Yeona.

Perlakuan sederhana yang ditonton Yeona secara langsung itu membuatnya iri. Ia ingin tahu bagaimana rasanya diperhatikan oleh kedua orang tuanya juga. Yeona jadi membayangkan bagaimana bahagianya gadis tadi, hidup bersama orang tua yang menyayanginya. Jika bisa, Yeona ingin merasakannya lagi, setidaknya sekali saja.

Sayangnya, itu tidak akan pernah terjadi pada Yeona mengingat keluarganya tidak lagi utuh. Hanya ada sang kakak yang selama ini menggantikan tugas orang tuanya walaupun tidak semua, tetapi ia tahu seberapa berat beban yang ada di pundak kakaknya. Namun, Yeona juga bersyukur mempunyai kakak yang sayang kepadanya, setidaknya ia masih memiliki sandaran.

Brother || CYJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang