> Thirteen

36 15 9
                                    

"Kakak udah dapet alamatnya?" tanya Yeona pada Yeonjun yang lagi-lagi menarik nafas panjang seperti sebelumnya dengan pertanyaan yang sama juga.

Ini sudah tiga minggu sejak terakhir kali mereka menelepon papanya. Bukti bahwa beliau bisa dihubungi lagi adalah bohong. Tidak ada kabar lagi setelah itu.

Yeonjun pun akhir-akhir ini berusaha mencari keberadaan papanya, walaupun mustahil, setidaknya ia pernah mencoba. Urusan berhasil atau tidaknya itu ia pikirkan belakangan. Jika bisa, mereka juga ingin mengetahui di mana mamanya.

"Papa ... bohong, kan, Kak?"

Yeonjun mengangguk samar, kali ini tidak mengelak ucapannya Yeona. Jika dulu Yeonjun selalu berusaha mengelak dan menyuruh Yeona supaya tidak berprasangka buruk, sekarang ia tidak lagi menyangkal. Dengan kebohongan yang papa ucapkan atau perlakuan yang didapat dari kedua orang tuanya, bukankah terlalu baik jika kakak-beradik itu terus berprasangka baik?

"Jangan berharap papa atau mama bakal ada di sini lagi, Yeona. Jangan nunggu mereka, gak ada kepastian yang bisa mereka kasih ke kita. Kakak bahkan..." Yeonjun menjeda beberapa saat, pandangannya menurun dengan senyum tipis. "Kakak bahkan gak yakin kalo mereka masih inget sama kita."

"Kak..."

"Besok kalo kita ada waktu luang, kita berdua cari papa sama mama sekali lagi ya?"

"Kamu gapapa, kan, kalo cuma ada Kakak di sini?" lanjut Yeonjun.

"Gapapa, Kak." Gadis itu mengangguk, ia tidak mau menambah pikiran Yeonjun jika terus bertanya tentang orang tuanya, sebab ia tahu Yeonjun pasti mempunyai beban yang tidak diceritakan.

Hening cukup lama setelahnya, suara iklan di televisi mendominasi ruangan itu. Hingga suara dering telepon terdengar nyaring dari ponsel Yeonjun, yang mana langsung diangkat pemiliknya setelah melihat nama sang penelepon yang ia khususkan.

Yeonjun beranjak dari duduknya, memilih tempat yang sekiranya suaranya tidak mencapai telinga Yeona. Namun, sepertinya Yeonjun salah memilih tempat karena suaranya saat menjawab telepon masih dapat didengar adiknya. Yeona tidak menguping, sungguh, suara Yeonjun terdengar.


"Gak bisa, Sei."

"Kasian Yeona sendirian di rumah."

"Kapan-kapan aja ya?"

"Bukan gitu, tapi—"

"Gak, jangan pergi bareng dia."

"Sei..."

"Yaudah, iya, nanti aku tawarin ke Yeona dulu."

"Besok aku jemput jam sembilan."

"Bye, Sayang. Selamat malam."




Setelah sambungan terputus, ia kembali duduk di sebelah Yeona dengan pikiran yang ragu. Sei mengajak untuk liburan besok, Yeonjun sempat menolak karena harus meninggalkan Yeona sendirian di rumah, apalagi keadaan di sini belum sepenuhnya membaik. Namun, Sei mengatakan akan pergi dengan laki-laki lain jika Yeonjun tidak mau, tentu saja Yeonjun tidak terima. Akhirnya Sei memberi pilihan agar Yeona juga ikut, jadi tidak di rumah sendirian. Dan sekarang Yeonjun malah kebingungan memberitahunya.

"Na, besok Sei ajak Kakak liburan, kamu ikut ya."

Setelah dipikir singkat, sepertinya tidak ada salahnya mengajak Yeona juga, siapa tahu bisa menyegarkan pikirannya agar tidak jenuh sebab beberapa waktu terakhir.

"Ke mana?"

"Ke Eternally Park. Tapi kamu bawa temen juga."

"Kenapa harus bawa temen?"

Brother || CYJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang