01 / sadar

12.5K 514 3
                                    

Di sebuah ruangan bernuasa putih, terbaringlah seorang gadis cantik. Dengan berbagai alat-alat medis yang melekat di tubuhnya. Tidak ada suara apa pun disana, hanya terdengar suara alat medis yang memecahkan keheningan di ruang inap tersebut. Sudah enam bulan lamanya, mata itu enggan untuk terbuka.

Ceklek.

Suara pintu yang dibuka, dan masuklah seorang Dokter muda dengan Suster di belakangnya. Dokter muda tersebut melangkahkan kakinya mendekati seorang gadis yang sudah menjadi istrinya enam bulan yang lalu.

"Dok, detak jantungnya sudah stabil," ucap salah satu Suster yang memeriksa kondisi detak jantung istrinya. Dokter muda yang bernama Farzan Armaghan Fattah tersebut menganggukkan kepalanya. Lalu tangannya terulur menyentuh tangan dingin itu.

"Kalian boleh keluar," titahnya yang diangguki oleh para Suster.

Setelah semuanya keluar, dan tinggallah dirinya dengan sang istri. Ditatapnya teduh wajah damai istrinya tersebut.

"Assalamualaikum, Faizah, apa kamu tidak mau kembali. Selama enam bulan ini aku mulai menerima kehadiranmu. Walau aku tau kamu belum menerima ku. Cepat bangun Zaujati, aku disini sedang menunggumu," ucapnya lalu mencium lembut kening istrinya.

Selama ini dia selalu mengucapkan kata-kata semangat atau sekedar mencurahkan isi hatinya kepada istri kecilnya. Walaupun dia tahu kalau istrinya tidak akan menjawab semua ucapannya.

Dia sudah mulai mengetahui tentang istrinya. Karena selama ini Siska -Ibunda Naira- menceritakan semua tentang Naira. Sebenarnya Naira bukan gadis kalem atau polos pada umumnya. Dia adalah seorang gadis yang mempunyai sifat bar-bar. Si tukang pembuat ulah di sekolahnya. Tapi meskipun terdengar nakal, Naira juga merupakan murid yang pintar. Dia selalu mendapatkan juara satu setiap tahun, dan bahkan sudah banyak piala yang ia dapatkan.

Siska juga menceritakan kejadian lucu Naira pada waktu kecil. Dimana Naira dulu cengeng dan sangat manja kepada orang tuanya. Sifat manjanya masih melekat sampai dia remaja. Siska juga bercerita kalau Naira sangat mencintai Daddy-nya. Saat Daddy-nya bekerja di luar kota atau luar negeri dia selalu ikut. Dia akan menangis jika Daddy-nya meninggalkan dirinya. Naira menganggap Daddy-nya adalah pahlawan dan separuh hidupnya.

Farzan menggenggam tangan istrinya dengan lembut. Dia bingung harus menjawab apa saat Naira bangun nanti. Dia takut istrinya akan sedih saat mengetahui Daddy-nya sudah meninggal.

Lamunannya buyar, saat tiba-tiba ada yang memegang bahunya. Farzan menatap tangan itu lalu mendongakkan kepalanya ke atas. Ternyata dia adalah Siska, wanita paruh baya yang sudah menjadi Ibu mertuanya enam bulan terakhir ini.

"Ada apa, Mom?" tanya Farzan menghapus air matanya.

Siska tersenyum lembut, "Terima kasih selama ini kamu sudah menjaga putriku," ucapnya tulus.

Farzan menatap sendu Siska, "Ini sudah tugas seorang suami. Dan Mommy tidak perlu mengucapkan terima kasih," ucapnya.

Siska terharu dengan jawaban menantunya. Memang almarhum suaminya tidak pernah salah dalam memilih seseorang untuk putrinya. Almarhum suaminya sudah menepati janji yang dia ucapkan saat Naira lahir. Yaitu sebelum ajal menjemputnya, dia akan memberikan kehidupan yang layak dan suami yang terbaik untuk putri kecilnya.

Tanpa sadar sebulir air mata jatuh dari pelupuk matanya. "Aku sangat beruntung mempunyai menantu sepertimu. Semoga Allah selalu memberikan kebahagian dengan pernikahan kalian," ucapnya lalu memeluk Farzan seperti seorang Ibu.

Farzan membalas pelukan itu, dia bisa merasakan kasih sayang seorang Ibu. Dia jadi teringat dengan kedua orang tuanya. Sudah lama dia tidak mengunjunginya. Mungkin dia akan mengunjunginya lagi saat istrinya bangun dari tidur panjangnya.

02:00 (Aku menikah?!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang