35 / Resah

2.7K 134 1
                                        

Hari mulai berganti, hari yang sangat di tunggu oleh Naira akhirnya tiba. Wanita cantik tersebut menyiapkan sarapan untuk suaminya. Semalam dia tidak dapat tidur akibat ucapan pria itu.

Ada perasaan takut di dalam hatinya. Tapi dia menepis hal itu, suaminya akan baik-baik saja. Anaknya tidak akan menjadi yatim. Ya, dia yakin hal itu.

"Faizah...."

Naira terpenjat kaget, dia menatap tajam suaminya yang sudah rapi. "Bisa gak, gausa ngagetin!"

Ternyata istrinya masih marah. "Maaf tadi--"

"Diam!"

Farzan menutup bibirnya rapat. Jika sudah marah istrinya sangat menyeramkan. Tapi yang ini beda, biasanya Naira akan marah beberapa jam. Tapi sekarang... mungkin kesalahannya kali ini sangat besar.

"Duduk!" Farzan mengerjabkan matanya.

Naira yang melihat itu berdecak. "Cepat duduk dan habiskan sarapannya!" titah Naira seperti seorang ibu yang menyuruh anaknya makan.

Dengan cepat Farzan duduk di kursi coklat tersebut. Dengan telaten Naira mengambilkan nasi goreng yang sudah ia masak tadi. Setelah itu dia meletakkan nasi goreng tersebut kepada suaminya.

Farzan tersenyum dalam hati, meskipun istrinya sedang marah tapi dia masih peduli kepadanya. Dia merasa menjadi seorang suami yang paling beruntung, karena mendapatkan istri seperti Naira. Terlihat kasar dari luar tapi hatinya sangat lembut.

Selesai sarapan, Farzan beranjak dari duduknya. Dia mengulurkan tangannya saat Naira hendak menyalaminya.

"Pulang jam berapa?" tanya Naira saat sudah menyalami tangan suaminya.

"Mungkin sedikit telat." Naira membulatkan matanya.

"Malam ini pulang lebih cepat! Gak ada alasan lagi!"

Farzan mengeryitkan keningnya bingung. "Ada ap--"

"Udah diam, intinya harus pulang lebih cepat kalau tidak mau tidur di luar."

Farzan menghela napas panjang. Dia tidak mengerti sifat istrinya akhir-akhir ini. Mau keadaan marah atau tidak selalu saja seperti itu.

"Dengar, kan? lo--"

Cup!

Farzan mencium kening Naira, jujur dia tidak suka dengan bahasa Naira yang sangat tidak sopan. Meskipun dia tahu jika sekarang istrinya sedang marah. Tapi tetap saja dia tidak suka istrinya kasar seperti ini.

"Udah jangan marah-marah, nanti cepat tua, loh. Aa janji akan pulang lebih awal malam ini. Jadi, zaujati tidak boleh marah lagi," ucap Farzan lembut.

Naira dibuat terdiam seribu bahasa. Dia merasakan kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya. Farzan selalu bisa membuat hatinya menghangat dengan perilaku dan ucapan lembutnya.

Mata bulat tersebut mengerjab, Farzan yang melihat hal itu mencubit pipi gembul istrinya.

"Aws, Aa!" pekik Naira.

Farzan tertawa melihat wajah lucu istrinya yang kesakitan. Tawa tersebut membuat Naira menghentikan usapan di pipinya. Suaminya semakin tampan jika tertawa keras seperti itu.

"Hekhem." Farzan menghentikan tawanya.

Dia tersenyum manis. "Aa berangkat dulu, ingat jangan marah-marah."

Naira menganggukkan kepalanya, Farzan mengucapkan salam lalu mulai pergi. Naira menatap punggung lebar suaminya yang sudah menghilang di balik pintu. Setelah di rasa Farzan sudah pergi dengan cepat dia mengambil ponselnya.

02:00 (Aku menikah?!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang