Yang baru baca jangan langsung kesini:v
Happy Reading
•••☆•••
Angin berhembus menerpa wajah cantik wanita hamil tersebut. Hijab hitamnya bergerak saat terkena terpaan angin. Suara adzan yang berkumandang, terdengar sangat jelas di gendang telinganya. Tidak ada tangisan, air matanya terasa kering. Hanya ada kekosongan saat melihat sesuatu yang di timbun tanah.
"Allohumma nazzil bika shohibana, wa khollif ad-dunya kholfa zhohrihi. Allohumma tsabbit 'indal mas'alah manthiqohu, wa la tabtalihi fi qobrihi bima la thoqoto lahu bih," doa Pak Ustadz setelah selesai menguburkan jenazah tersebut.
(Ya Allah, turunkanlah rahmat-Mu untuk sahabat kami, tinggalkanlah dunia di belakang pundaknya. Ya Allah, perkuatkanlah lisannya saat pertanyaan Munkar-Nakir, dan janganlah ia diuji dengan sesuatu yang ia tidak mampu.)
Setelah acara pemakaman selesai, satu persatu dari mereka pergi meninggalkan tempat tersebut. Siska menghampiri putrinya. "Nak, ikhlaskan dia. Dia sudah tenang di sisi Allah."
Naira bergeming. "Aku ingin sendiri," ucapnya tidak terbantah.
Siska menganggukkan kepalanya, dia mulai melangkah pergi yang di ikuti oleh yang lain. Sekarang hanya tinggal Naira sendiri. Tak lama kemudian, badan itu jatuh. Air matanya mengalir dengan isakan kecil. Sakit, itu yang dia rasakan saat ini.
Dia mencoba tegar, tapi tetap tidak bisa. Melihat suaminya yang di kubur membuatnya semakin tidak percaya kalau suaminya sudah meninggalkan dirinya.
Tangannya terulur menyentuh batu nisan tersebut. "Kenapa, A.. kenapa harus secepat ini. Aa sudah janji akan pulang, sekarang dimana janji Aa. Aa juga janji tidak akan meninggalkan Naira, bukan kah Aa ingin mempunyai anak? Coba sekarang lihat, Naira sedang mengandung anak Aa. Allah sudah mewujudkan keinginan Aa."
Naira tersenyum tipis, dia mengelus lembut perutnya. "Aa pernah bilang, kalau Aa senang jika Naira ngidam. Sekarang Naira menginginkan sesuatu, Naira ingin Aa disini bersama Naira."
Hening.
Naira menundukkan kepalanya. "Sekarang dimana semua janji Aa?" Air matanya mengalir deras. Dia menggenggam tanah tersebut.
"Faizah jangan makan itu."
"Faizah jangan lari."
"Faizah sudah waktunya salat, berhenti dulu nanti lanjutkan."
"Faizah nanti Aa pulang malam, kamu jangan bergadang. Harus tidur sebelum jam 10."
Semua larangan dan sifat posesif Farzan terlintas di ingatannya. Dulu dia lebih suka membantah, padahal semua yang Farzan lakukan itu yang terbaik untuknya. Tapi meskipun begitu Farzan tidak pernah marah kepadanya.
"Naira nakal ya? Sehingga Aa hukum Naira seperti ini. Naira minta maaf, Naira tidak akan nakal lagi. Naira tidak akan membantah lagi. Naira janji, sekarang Naira mohon Aa jangan hukum Naira lagi. Lebih baik Naira di kurung di dalam kamar selama seminggu dari pada melihat batu nisan ini."
Naira menghela napas dalam, dia mencoba meredakan tangisannya. "Disana begitu indah ya A? Sehingga Aa tidak ingin kembali ke sini lagi?" Isakan tersebut kembali keluar dari bibir mungilnya.
"Sulit, A. Sulit melepaskan apa yang sudah membuat Naira nyaman selama ini. Sulit melepaskan orang yang Naira cintai. Sangat sulit. Tapi jika ini membuat Aa tenang, Naira akan mencoba mengikhlaskan Aa." Naira mengusap air matanya, dia mencium batu nisan tersebut.
"Maaf."
Suara itu, Naira mendongakkan kepalanya menatap seseorang yang mengucapkan kata maaf tersebut. Matanya membulat sempurna, saat melihat sosok pria tinggi yang dia kenali. Pria yang membuat suaminya seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
02:00 (Aku menikah?!)
Ficção AdolescentePART MASIH LENGKAP! FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! BACA DARI AWAL JANGAN LANGSUNG BACA ENDINGNYA! Saat aku terbangun dari komaku. Aku mendapatkan dua kenyataan dalam hidupku. Pertama ayahku meninggal dan kedua aku sudah menikah. Terkejut? Sudah jelas! Aku...