"DADDYY!!! " Pelukan mereka terlepas saat mendengar suara teriakan Naira.
Bruk!
"NAIRA!" Siska terkejut saat tiba-tiba Naira langsung bangun dan hendak berdiri, namun karena tubuhnya masih lemah membuat dia terjatuh ke lantai dingin. Farzan menghampiri Naira yang sudah terduduk di lantai.
Dia menggendong tubuh rapuh tersebut kembali ke brankar, bahkan selang infusnya sudah terlepas.
"Mom, dimana Daddy Mom, hiks."
"Naira, hiks... mau ketemu Daddy."
"Naira mau peluk Daddy."
Siska menangis saat mendengar rancauan dari putrinya. Dia sudah mengira ini akan terjadi, dia tidak mau terjadi apa-apa dengan putrinya.
Naira memegang dadanya, dia mulai kesulitan dalam bernafas. Farzan yang melihatnya pun langsung memeluk Naira, dia memberikan kehangatan agar Naira kembali tenang. "Hey, tenang dulu oke. Sekarang tarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan," bimbing Farzan.
Naira melakukan yang diucapkan oleh Farzan secara berulang. Setelah dia sudah tenang, dia memejamkan matanya sejenak lalu melihat ke arah Siska.
"Mommy," panggil lirih Naira. Seketika Siska langsung memeluk tubuh rapuh itu, dia menangis histeris. Naira membalas pelukan Mommy-nya.
"Mommy hanya bercanda kan? Daddy gak mungkin ninggalin Naira," elaknya. Sedangkan Siska dia hanya mampu menangis.
"Katakan Mom, Daddy pasti kesini kan? Mommy katakan sesuatu jangan buat Naira khawatir." Siska hanya menggelengkan kepalanya, dia tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun.
Farzan yang melihat hal itu hanya menghela napas panjang, dia mengecek tubuh Naira terlebih dahulu. Saat semuanya sudah lebih baik, dia menarik lembut tangan Naira. Sebelum itu dia sudah mencabut alat medis yang berada di tubuh Naira termasuk juga dengan selang infus.
"Lo mau bawa gue kemana?!" pekik Naira. Sedangkan Farzan menatapnya sekilas, lalu tatapannya jatuh kepada Siska. Siska yang mengerti dengan tatapan Farzan hanya bisa mengangguk pasrah.
"Ikut saya!" titahnya, lalu dia menarik lembut tangan mungil itu. Naira yang di bawa pergi hanya pasrah, entah kenapa dia merasa terhipnotis dengan perintahnya.
Mereka sekarang sudah berada di dalam mobil milik Farzan. Ya kali punya tetangga, kan lucu. Tidak ada pembicaraan diantara mereka, hening. Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Farzan memberhentikan mobilnya, lalu dia menatap Naira dengan wajah datarnya. Sedangnya yang di tatap hanya menunduk takut, Naira akui tatapan Dokter muda tersebut sangatlah menyeramkan. Farzan menghela napas pelan, dia tahu jika Naira takut dengannya. Perlahan, Farzan mengubah ekspresi wajahnya, dia menatap lembut ke arah Naira.
"Keluar," ucap Farzan, membuat Naira langsung mengangkat kepalanya. Dia menolehkan kepalanya ke arah Dokter muda tersebut.
"Keluar," ulang Farzan. Naira berkedip beberapa kali setelah itu dia keluar dari mobil tersebut, yang diikuti oleh Farzan.
Naira mengerutkan keningnya saat melihat tempat yang mereka tuju. "Kita ngapain disini? Aku'kan mau ketemu Daddy, kenapa kita disini?" cerocos Naira.
Farzan tak menggubris pertanyaan Naira, dia menarik lembut tangan mungilnya. Dan lagi-lagi Naira hanya diam saat tangannya di tarik.
Langkah Farzan terhenti di sebuah gudukan tanah. Naira menyipitkan matanya guna membaca nama yang terdapat di batu nisan tersebut. Benar, Farzan membawa Naira ke pemakaman.
Naira menggelengkan kepalanya saat membaca nama yang tertera di batu nisan tersebut. Tanpa sadar air matanya sudah terjatuh entah sejak kapan. Farzan melepas genggaman tangannya, seketika Naira langsung memeluk batu nisan tersebut.
"Gak, gak mungkin Daddy pergi. Daddy gak mungkin ninggalin Naira... Daddy sayang sama Naira. Daddy sayang sama Naira..." ucapnya lirih.
Farzan hanya diam, dia menatap istrinya yang sedang menangis. Sebenarnya dia juga merasakan apa yang Naira rasakan. Tapi dia tetap diam, dia tidak boleh sedih di depan istri kecilnya. Kalau dia sedih lantas siapa yang akan menenangkan istrinya tersebut.
Farzan menjongkokkan badannya, dia mengusap lembut air mata Naira. Bibirnya terangkat membentuk senyuman, senyuman yang berharap dapat menenangkan istri kecilnya.
Naira menatap Farzan dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia masih belum percaya kalau Daddy-nya akan meninggalkan dirinya dengan sangat cepat.
"Dok, Daddy belum meninggalkan. Daddy pasti sedang bersembunyi, Naira yakin Daddy ingin membuat kejutan untuk Naira. Sekarang Dokter katakan dimana Daddy bersembunyi, dimana? Hiks...," ucap Naira penuh harap. Sedangkan Farzan merasakan sakit dihatinya saat Naira mengira Daddy-nya masih hidup.
"Naira tenanglah," ucapnya memegang kedua bahu Naira. Tatapannya melembut saat Naira juga menatap dirinya.
"Ikhlaskan Daddy-mu, dia sudah tenang di sisi Allah. Semua ini sudah ketentuan dari Allah, jadi kamu jangan bersedih saat menerima cobaan ini. Saya mohon berhentilah menangis, apa kamu mau Daddy-mu juga sedih hem?" ucapnya dengan lemah lembut.
Seakan terbuai dengan ucapan Farzan, Naira menatap gudukan tanah tersebut. Dan mirisnya itu adalah tempat pengistirahatan terakhir Daddy-nya. Tangannya mengelus batu nisan tersebut.
"Maafkan Naira Dad, Naira udah buat Daddy menangis," gumamnya yang masih di dengar oleh Farzan. Farzan tersenyum saat mendengar gumaman Naira. Akhirnya istri kecilnya tidak sedih lagi, dan itu membuat hatinya tenang.
Farzan menatap jam tangannya, dan sekarang sudah waktunya Naira makan siang.
"Zah," panggil Farzan membuat Naira menolehkan kepalanya. Dia terkejut saat Farzan memanggil nama kecilnya, ya nama itu istimewa karena Daddy-nya selalu memanggil Naira dengan sebutan Faizah.
"Ayo kita kembali kerumah sakit, Mom- maksudnya Tante Siska pasti menunggumu," ucapnya dan bahkan dia hampir mengucapkan kata Mommy.
Naira mengangguk, sebelum dia pergi dia mencium batu nisan tersebut. Dengan batin yang mengatakan, "Selamat tinggal Daddy, Naira akan sangat merindukan Daddy."
Sekarang mereka sudah kembali kerumah sakit. Langkah Naira terhenti saat melihat Mommy-nya yang terus menangis. Dia merasa bersalah, padahal dia tahu bahwa Mommy-nya lah yang paling terluka atas kepergian Daddy-nya.
Naira menghampiri Siska, lalu dia memeluknya dengan sangat erat. Siska tersentak kaget saat mendapatkan pelukan dadakan tersebut. Tapi detik berikutnya dia membalas pelukan putrinya.
"Maafkan Naira, Mom," ucap Naira dengan mata yang sudah berkaca kaca.
"Naira gak salah kok," ucap Siska dengan mengelus surai Naira.
"Mommy jangan menangis ya. Naira gak suka liat air mata Mommy," ujar Naira lalu menghapus air mata Siska. Siska hanya mengangguk. Dia merasa tenang saat Naira tidak sedih lagi. Begitu juga dengan Farzan, dia merasa lega saat istrinya sudah lebih baik dari sebelumnya.
Istrinya sudah menerima kematian Daddy-nya walau masih tidak sepenuhnya. Tapi, apakah istrinya akan menerima pernikahan ini? Dia akan mencoba mengikhlaskan semua jika Naira menolak pernikahan ini.
•••☆•••
TBC!
VOTE DAN KOMEN🌟
KAMU SEDANG MEMBACA
02:00 (Aku menikah?!)
Teen FictionPART MASIH LENGKAP! FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! BACA DARI AWAL JANGAN LANGSUNG BACA ENDINGNYA! Saat aku terbangun dari komaku. Aku mendapatkan dua kenyataan dalam hidupku. Pertama ayahku meninggal dan kedua aku sudah menikah. Terkejut? Sudah jelas! Aku...