Sorotan sinar matahari yang menembus jendela mengenai wajah cantik seorang gadis yang sedang tertidur pulas. Matanya mulai bergerak, pertanda dia akan terbangun dari tidurnya. Tak lama kemudian mata itu terbuka. Pandangannya menyapu seluruh ruangan tersebut.
"Sudah pagi, hoaamm ...," ucapnya dengan sedikit menguap.
Ceklek.
Pandangannya beralih kepada seseorang yang membuka pintu tersebut. Dia melihat dengan sangat jelas bahwa yang datang adalah Dokter muda yang merawat dirinya kemarin. Dokter muda tersebut masuk ke dalam dengan tersenyum manis. Dan dibelakangnya terdapat Suster yang membawa troli makanan.
"Apa kabar?" tanya Dokter muda tersebut yang tak lain adalah Farzan.
"B-baik," jawabnya gagap, dia masih mengingat kejadian kemarin saat dia pertama kali siuman.
"Saya akan periksa kamu dulu, setelah itu kamu makan dan minum obat," ucapnya lembut. Sementara Naira menatapnya tanpa berkedip. Kalau boleh jujur, pria di depannya ini sangatlah tampan. Dengan rambut yang sedikit berantakan, hidung mancung, tidak lupa lesung pipi ketika tersenyum, menambah sepuluh kali lipat aura ketampanannya.
"Hekhem." Naira mengerjabkan matanya saat Farzan berdeham. Dia tahu kalau Naira sedari tadi menatapnya dengan tatapan kagum. Dia akui kalau dia memang tampan, jadi tidak masalah bila ada yang menatap kagum dirinya. Apalagi yang menatap kagum dirinya adalah istri sah-nya. Hilih giir bingit, tapi bener sih_-
"Apa ada yang sakit?" tanya Farzan. Naira menggeleng pelan, dia merasa tubuhnya lebih baik dari sebelumnya.
"Baiklah sekarang kamu makan dulu, biar aku yang suapin," ucapnya lalu mengambil bubur tersebut. Naira mengernyitkan keningnya, kenapa Dokter muda ini yang menyuapi dirinya? Bukan kah disini sudah ada suster, batin Naira.
"Gak usah, Dok, disini kan sudah ada Suster. Kenapa Dokter yang menyuapi Naira?" tolak Naira.
Farzan hanya tersenyum manis, "Tidak apa, ini sudah tanggung jawab saya," ucapnya. Naira tidak mengerti maksud dari Farzan, menurutnya Farzan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai Dokter. Tapi bagi Farzan, dia melaksanakannya sebagai seorang suami.
"Kamu boleh keluar," titah Farzan kepada Suster tadi. Suster tersebut mengangguk lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Sekarang kamu makan," kata Farzan lalu mengambil bubur tersebut.
Naira mengangguk sebagai jawaban. Dengan telaten Farzan menyuapi Naira. Suapan demi suapan Naira dapatkan, meskipun dia tidak suka dengan bubur tersebut. Apalagi bubur rumah sakit, yang dimana menurutnya rasanya hambar.
Baru lima suapan tapi Naira sudah menggelengkan kepalanya. Dia sudah tidak kuat dengan gejolak di perutnya. Farzan meletakkan buburnya di atas troli, dia sudah tahu kalau Naira akan muntah jika sedang makan.
"Minumlah," titahnya dengan memberikan air minum kepada Naira. Naira meminum air tersebut dengan dibantu Farzan.
"Sekarang kamu minum obat." Farzan mengambil obat tersebut.
Seketika Naira menutup mulutnya dengan kedua tangannya, dia sangat benci obat. Farzan sudah tahu apa yang tidak disukai Naira, tapi dia harus meminum obat agar cepat sembuh.
"Tidak apa ini tidak pahit," bujuk Farzan. Naira menggelengkan kepalanya dengan tangan yang masih setia menutup mulutnya.
Farzan menghembuskan nafasnya dalam, "Dengar, jika kamu tidak minum obat. Maka otomatis kamu tidak akan sembuh, apa kamu mau berada di sini seterusnya? Lalu bagaimana dengan Ibumu, apa kamu tidak kasian dengan dirinya?" ucap Farzan dengan lembut.
Naira berpikir sejenak, yang diucapkan Dokter muda tersebut tidak salah. Dia juga tidak mau melihat Mommy-nya selalu menangis. Dengan berat hati dia melepaskan tangannya yang tadi dia gunakan untuk menutup dimulutnya.
Farzan tersenyum manis lalu memberikan obat tersebut kepada Naira. Naira mengambil obat tersebut lalu meminumnya, meskipun dia harus menghabiskan satu gelas air.
Setelah Naira meminum obatnya, Farzan membersihkan mulut Naira dengan tisu. Setelah itu dia mengusap lembut rambut Naira seraya berkata, "Tidurlah, nanti aku akan kesini lagi." Farzan beranjak dari duduknya, dia melangkahkan kakinya keluar dengan mendorong troli tersebut.
Naira menatap kepergian Dokter muda tersebut, dia juga bingung dengan sikap Dokter muda tersebut kepada dirinya.
"Astaga, apa yang sebenarnya terjadi? Pertama Daddy belum ke sini dan sekarang sikap Dokter muda itu sangatlah aneh. Baru kali ini gue liat ada Dokter yang seperhatian ini," gumamnya.
Naira merebahkan tubuhnya, tiba-tiba matanya terasa berat. Mungkin ini akibat efek obatnya. Tidak mau menunda waktu lebih lama lagi, Naira memejamkan matanya. Dan sekarang dia sudah berada di alam mimpi.
▪︎▪︎▪︎
"Nak, Mommy bingung. Apa yang akan Mommy katakan kepada Naira," tanya wanita paruh baya yang tak lain adalah Siska.
"Sebaiknya kita rahasiakan ini dulu, saya khawatir dengan keadaan Faizah. Karena dia masih dalam tahap pemulihan," jelas Farzan.
"Baiklah, tapi aku takut dia drop saat mendengar semua kenyataan ini," kata Siska dengan nada khawatirnya.
Farzan tersenyum lembut, senyum yang dapat membuat hati tenang bagi siapa pun yang melihatnya. "Mommy tenang saja, In Syaa Allah Faizah akan kuat menghadapi kenyataan ini. Jika Mommy lemah seperti ini, maka siapa yang akan membuat Naira tenang disaat situasi seperti ini?" ucap Farzan.
Siska menghembuskan nafas dalam, "Iya kamu benar, Mommy harus kuat. Naira lebih membutuhkan Mommy," kata Siska.
"Kalau begitu Mommy bisa temui Faizah."
"Apa dia sudah bangun?" tanya Siska.
"Iya, dia sudah bangun beberapa jam lalu. Mungkin sekarang dia sedang istirahat," jawabnya.
"Mommy akan temui Naira dulu."
"Iya, Mommy."
Siska pun pergi meninggalkan Farzan. Dia akan menemui putrinya yang sangat dia rindukan.
"Ya Allah semoga tidak terjadi apa-apa," batin Farzan entah kenapa dia merasa tidak tenang saat Naira pertama kali bangun dari komanya. Mungkin dia takut Naira akan meninggalkannya.
Tapi kenapa dia bersikap seperti ini? Dia merasakan sakit yang sama saat dia kehilangan orang yang dia sayangi.
Apa dia sudah mencintai istrinya?
Jika benar, mungkin akan sangat sulit baginya untuk melepaskan Naira.
•••☆•••
TBC!
SEMOGA SUKA🌟
KAMU SEDANG MEMBACA
02:00 (Aku menikah?!)
Teen FictionPART MASIH LENGKAP! FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! BACA DARI AWAL JANGAN LANGSUNG BACA ENDINGNYA! Saat aku terbangun dari komaku. Aku mendapatkan dua kenyataan dalam hidupku. Pertama ayahku meninggal dan kedua aku sudah menikah. Terkejut? Sudah jelas! Aku...