28 / Abi Umi?

3.3K 146 1
                                    

Nyaman, itu yang Naira rasakan saat terbangun dari tidurnya. Dengan susah payah, dia membuka matanya. Manik matanya menangkap wajah polos suaminya saat tertidur pulas. Dia juga merasakan terpaan napas hangat pada wajahnya.

Sedekat itu.

Namun, pikirannya mengingat kejadian kemarin malam saat dirinya hampir di sentuh oleh Arka. Orang yang selama ini dia anggap teman.

Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Jika saja Farzan tidak datang waktu itu, mungkin saja dia sudah tidak suci lagi. Kehormatannya yang dia jaga selama ini harus di rebut oleh lelaki brengsek seperti Arka.

"Hiks... " Isakan tersebut keluar bebas tanpa Naira suruh.

Farzan terbangun saat mendengar suara isakan seseorang. Dengan berat hati dia membuka matanya. Hal pertama yang dia lihat, wajah sembab istrinya.

Farzan segera bangun dari tidurnya. Jari kekarnya menghapus air mata yang membasahi wajah istrinya tersebut. Dengan senyuman manis miliknya, dia mencoba untuk menenangkan istri kecilnya ini.

"Kenapa, hem?" Naira menggelengkan kepalanya, dia kembali memeluk Farzan dengan sangat erat. Dan pada saat itulah tangisannya semakin keras.

Farzan menghela napas sabar, dia mengusap  rambut panjang Naira. "Tenanglah, semua sudah baik-baik saja."

Dan benar saja, Naira mulai tenang meskipun tinggal isakan kecil di bibir mungilnya. Farzan melepas pelukan itu, dia menghapus jejak air mata istrinya.

"A-aku minta maaf karena tidak mendengarkan perkataan Aa," ucap Naira. Farzan tersenyum manis. "Lain kali, jangan ulangin lagi." Naira menganggukkan kepalanya sambil bergumam kecil menjawab perkataan Farzan.

Farzan menahan bibirnya untuk tidak tertawa. Dia seakan seperti seorang Ayah yang memarahi anaknya yang nakal. Sikap Naira yang seperti itu membuat dirinya ingin mencubit pipi gembul itu.

"Aww, Aa. Kenapa di cubit?" rintih Naira saat Farzan mencubit pipinya dengan sangat kuat. Dan bahkan dia ingin menangis saat merasakan sakit pada pipinya.

Farzan di buat gelagapan, dia mengelus pipi merah itu. "Maaf," ucapnya, Naira merasa geli saat Farzan memberi kecupan bertubi-tubi pada pipinya.

"Sekarang mandilah, kita akan ke suatu tempat." Naira mendongakkan kepalanya, "Mau kemana A?" tanya Naira.

Farzan menggelengkan kepalanya. "Nanti kamu juga tau, sekarang... cepat mandi." Farzan menarik lembut tangan Naira supaya mau berdiri dari duduknya.

"Ish... iya iya, gausa tarik-tarik ih, aku bukan hewan." kesalnya.

"Iya tau bukan hewan, tapi calon ibu dari anak-anakku."

Kalau aku calon apa, Zan? ~author

Calon babu!  ~Farzan

Plak!

Mampus di pukul apa bini ~author

Naira memukul lengan Farzan. "Garing tau gak, udah sana aku mau mandi. Aa mandi di kamar sebelah," usir Naira, dia mendorong tubuh Farzan keluar.

"Aduh, Yang. Sakit loh." Naira melototkan matanya saat Farzan memanggilnya dengan sebutan 'sayang'.

Pipinya mulai memanas hanya dengan panggilan itu. "Pipi kamu kenapa merah?" tanya Farzan dengan polos.

02:00 (Aku menikah?!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang