20 / Markas

3.8K 181 0
                                    

Naira menghembuskan nafasnya, dia menatap bangunan yang menjulang tinggi tersebut. Sudah satu minggu dia tidak menginjakkan kakinya di tempat ini.

"Kenapa?" Pertanyaan itu Farzan lontarkan saat melihat Naira yang hanya terdiam.

Naira menolehkan kepalanya. "Gak papa kok." Tangannya bergerak melepaskan seatbelt tersebut.

Tidak lupa dia mencium punggung tangan Farzan sebelum keluar dari mobil. "Jangan lupa di makan bekalnya, aku berangkat dulu assalamu'alaikum."

Saat hendak membuka pintu mobil, Farzan mencekal tangannya. Naira menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'Ada apa?'.

Farzan mendekatkan wajahnya. Naira yang melihat hal itu hanya bisa menahan nafasnya.

Cup.

"Aa melupakan ini," ucapnya. Setelah itu Farzan menjauhkan wajahnya.

Naira hanya tersenyum simpul, dengan cepat dia membuka pintu mobil. Dia yakini sekarang pipinya sudah seperti kepiting rebus.

Farzan terkekeh pelan, menurutnya Naira sangat menggemaskan saat blushing. Farzan melajukan mobilnya meninggalkan area kampus tersebut.

Sepanjang jalan, Naira mengumpat di dalam hati. Dia bahkan tidak sadar kalau sekarang banyak pasang mata yang menatapnya dengan takut.

"OMG, NAIRA!!" teriakan melengking itu membuat Naira menghentikan langkahnya.

Grep!

Naira hampir saja terjungkal ke belakang jika dia tidak menahan badannya. Pelukan erat itu berasal dari sahabat lucnutnya, siapa lagi kalau bukan Gea.

Pelukan tersebut terlepas, Alifa yang berada di belakang Gea maju ke depan berniat memeluk Naira.

"Akhirnya Om Dokter itu mengizinkan kamu kuliah lagi," ujar Alifa saat sudah melepas pelukan tersebut.

"Farzan, Alifa... bukan Om Dokter," ralat Gea.

"Sama aja Ge, dia kan Dokter. Terus umurnya sudah tua."

"Tapi--"

"Udah, Ge. Gue pertamanya juga bilang Om Dokter, emang sudah tua," potong Naira.

"Bersoda sekali lo, ngatain suaminya tua." Naira hanya menyengir kuda, menampakkan deretan gigi putihnya.

"Oh iya, Rian kemana? Kok dia gak ada," tanya Naira saat baru menyadari kalau Rian tidak ada.

"Dia ikut orang tuanya ke Jerman," jawab Gea. Naira menganggukkan kepalanya.

"Iya sudah ayo ke kelas, sekarang jadwal masuknya di majuin karena Dosen ada kepentingan." Gea dan Naira menganggukkan kepalanya. Mereka pun berjalan beriringan menuju kelas.

Naira merasa risih dengan tatapan dari para mahasiswa/siswi. Mereka menatap dirinya takut, padahal dirinya masih baru di sini. Dan sudah pasti dia belum melakukan apa pun.

"Kenapa mereka takut sama gue?" tanya Naira.

Gea dan Alifa menghentikan langkahnya, mereka berdua saling tatap. Tatapan tersebut seolah memiliki arti 'jangan'.

Naira memperhatikan kedua sahabatnya. "Kok malah diam?" tanya Naira.

Gea memutuskan tatapannya. "Udah gak usah di pikirin, ayo kita ke kelas aja udah mau masuk nih." Gea menarik tangan Naira dan Alifa.

Naira mencoba untuk tidak memikirkan mereka, karena sebenarnya dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

•••☆•••

02:00 (Aku menikah?!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang