"Ya ampun, ini kamar atau taman hello kitty sih, jijik banget gue lihat warna pink-pinke kayak gini." Ara mengambil heandphone yang tidak tahu punya siapa, dia langsung menelpon seseorang yang diketahui merupakan pekerja yang biasanya bekerja mengecat rumah. Kebetulan Ara mengingat nomor ponsel kantor mereka.
Ya, Ara ingin mengganti warna kamar ini, dengan warna yang ia sukai. Setelah menelpon pekerja tersebut, Ara langsung melakukan ritual mandinya. Beberapa menit kemudian, Ara sudah selesai dengan aktivitas mandinya. Mata Ara membola sempurna ketika membuka lemari pakaian.
"Tuhan, sabarkanlah diriku menghadapi ini semua," mohon Ara. "Ini pakaian atau apaan, Ara, Ara," kesal Ara saat membuka lemari pakaian, Ara hanya mendapati pakaian yang kurang bahan.
Setelah lama mencari pakaian, akhirnya Ara menemukan satu hoondie berwarna navis dan celana selutut berwarna senada.
***
"Permisi tuan, ada pekerja pengecet rumah di depan, katanya ada yang meneleponnya untuk datang ke sini." Seorang Sekurity datang menemui Anton dan memberitahukan kedatangan pekerja tersebut.
"Pekerja pengecet rumah?" tanya Anton kembali, dan mendapat anggukan dari Security. "Siapa yang menyuruhnya datang?"
"Aku Dad ..., Aku yang meneleponya tadi." Ara berlari kecil menurunin tangga menuju pintu depan.
Ara pun mempersilahkan pekerja itu masuk, Ara membawanya ke kamar milik Ara.
Anton dan Tasya tidak memperdulikan apa yang akan dilakukan oleh Ara. Menurut mereka, Ara dapat melakukan segala keinginannya sesuka hati asalkan itu tidak mengganggu ketenangan dan menyinggung perasaan mereka.Waktu berlalu begitu cepat, matahari digantikan dengan bulan. Angin berhembus kencang menciptakan udara yang dingin. Terlihat seorang gadis yang sedang berdiri di balkon kamarnnya, siapa lagi kalau bukan Ara.
Ara memenjamkan matanya menikmati hembusan angin, ia menarik dan menghembuskan napasnya pelan, hal itu ia lakukan berkali-kali. Karena udara yang semakin dingin Ara memutuskan untuk masuk ke dalam bersamaan dengan perutnya yang minta diisi.
Ara pun keluar dari kamar tujuannya adalah ke ruang makan.Diruang nonton sekarang dipenuhi oleh para pemuda dan pemudi sekitar 30 orang. Sebagian pemudanya memakai jacket dibelakangnya bertuliskan 'ArVos' dengan gambar rubah biru.
Tap!
Tap!
Tap!Mendengar langkah kaki seseorang yang turun dari tangga, semua mata pun menatap ke arah tangga. Terlihat gadis cantik, dengan rambut dikucir asalan, memakai hoondie hitam dan celana selutut, matanya fokus menatap ponselnya, ya itu Ara. Ara tidak menyadari bahwa sekarang dia menjadi pusat perhatian.
Ia menyudahi aktivitas bermain ponselnya saat tiba di depan meja makan. Makanan sudah tertata rapi, terdapat berbagai macam lauk pauk, namun tidak ada hidangan satupun yang Ara sukai, palingan cuma nasi.
Ara masih belum duduk, ia masih setia menatap makanan yang ada di hadapannya ini, hingga suara seseorang menganggetkannya.
"Non, apa ada yang masih kurang?" seorang wanita paruh baya yang merupakan kepala pelayan keluarga Steal bertanya karena ia sedari tadi memperhatikan nonanya ini yang sepertinya tidak bernafsu untuk makan.
"Ah, itu ..., tidak ada kok Bi Laras." Ara tersenyum kepada Bi Laras.
"Owh, begitu ya Non ..., kalau begitu Bibi permisi ya Non," ucap Bi Laras.
Ketika Bi Laras hendak pergi, Ara kembali memanggilnya.
"Hmm, Bi!" panggil Ara, Bi Laras membalikkan badannya dan tersenyum kepada Ara.
"Ada apa, Non?"
"Itu Bi, apa ada Terong?" Bi Laras menautkan kedua alisnya seakan bertanya.
"Itu Bi, sayur yang lezat ya minta di tampol?" tanya Ara ulang.
"Iya, Non, Bibi tau, tapi setau Bibi biasanya Non tidak pernah makan sayur semacam itu," pungkas Bibi Laras.
"Mau makan saja, Bi." Ara terkekeh sambil memeluk Bi Laras dari samping.
"Jadi, begini, Ara pernah lihat ada orang yang makan sayur terong, terus katanya sayur itu lezat sekali, jadi Ara mau coba, sayurnya ada atau tidak nih, Bi?" Ara bersorak ria, karena mendapat anggukan dari Bi Laras.
Ara pun menuju ke dapur, mengambil bahan yang akan ia gunakan untuk memasak sayur terong. Walaupun sudah dicegah oleh para pelayan, namun tak ia hiraukan.
Beberapa menit kemudian, masakannya sudah selesai. Ara membawa hindangannya dan meletakkannya di meja makan, namun ketika ingin duduk matanya tidak sengaja melihata tikus yang begitu besar, refleks Ara berteriak dan naik ke atas meja makan. Semua yang berada di ruang nonton menoleh ke arah Ara, mereka terkejut melihat Ara yang sudah berada di atas meja. Ada sebagian yang menertawakannya ada pula yang terkekeh atas tingkahnya.
"Non, ada apa?" tanya Bi Laras khawatir, beberapa pelayan lain pun langsung datang ke ruang makan.
"It--it--itu, Bi, ada tikus besar melebihi badan kepala sekolahnya upin sama ipin," ucap Ara.
"Di mana, Non? Bibi tidak melihatnya." Bibi Laras menjongkok guna melihat dimana tikus itu berada.
"Tadi di bawah Bi." Ara menunjuk ke tempat dia melihat tikus tadi.
"Tidak ada, Non, mungkin tikusnya sudah pergi." Bibi Laras berusaha meyakinkan Ara, bahwa tikus itu sudah pergi. Namun Ara masih tetap pada pendiriannya.
"Non, apa Non tidak malu? banyak teman-teman tuan muda yang melihat dan menertwakan Non Ara." Ara langsung menoleh kearah mereka, Ara langsung melompat dari meja makan.
Malu gak, malu gak, gak malulah, ini Ara berjiwa Vilo bos bukan kaleng-kaleng. Dengan tenang Ara duduk kembali dan menyantap makanannya, Ara tidak memperdulikan mereka yang masih menatapnya.
"Sky, cewe itu siapa?"
"Ara." Singkat, padat dan jelas, itulah jawaban Asky.
Semua yang di situ langsung melongo tidak percaya, ada yang tersedak karena jawaban Asky.
"Yang benar kalau jawab setoi, masa iya itu Ara." Angkasa, Aska, dan Asky memutar bola matanya malas, karena mereka tidak percaya bahwa gadis cantik itu adalah Ara.
'Awas, ajah lo, Ara. Cari muka ajah terus.' Batin Shiera yang ini dengan Ara, karena Ara dipuji oleh beberapa anggota Arvos.
Setelah selesai makan, Ara memutuskan ke kamarnya, ia berlari menaiki tangga, pandangannya lurus ke depan, ia tidak menoleh ke arah lain dan itu tidak terlepas dari pandangan mereka.
Sesampainya di kamar Ara langsung menjatuhkan tubuhkan ke kasur, tidak berlama-lama, Ara memejamkan matanya dan memasuki dunia mimpi.
Di ruang nonton, kini tersisa 14 anggota inti Arvos. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa suara mereka layaknya ada tiga ratus lebih orang yang berada di ruang nonton itu. Terdengar suara televisi, suara game online, ada yang bercanda tawa dan suara tawa mereka menggema diseluruh ruangan.
"gue rindu, Kaisar." Suasana menjadi hening, semua mengalihkan pandangannya kepada orang yang tadi mengatakan itu.
"Iya, gue juga, kapan sih Kasiar sadar? betah banget tidurnya," sambung yang lain.
"Ck, dasar bocah, itu saja nangis." Victor Dalion menatap sinis mereka yang menangis.
"Emang lo gak rindu sama Kaisar?" sergah Samuel Graham membuat Victor menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Ya ampun, baru juga tadi bahagia sekarang jadi sedih, aneh," ucap Aksa. "Kalian tenang ajah, mungkin satu minggu kedepannya Kaisar udah sadar, dia itu pria yang kuat bukan kaya Kenzi yang lemah." Kenzi Dalzon melototkan matanya kepada Azka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Viloona
Teen FictionGadis yang tak dianggap oleh keluarganya demi orang lain, harus berakhir di dunia. Namun, ia memiliki keinginan untuk melakukan pembalasan dendam. Hingga akhirnya ia merelakan tubuhnya di tempati oleh seorang gadis; gadis berkepribadian ganda. Deng...