Ketika ingin berdiri, Shiera kembali meringis kesakitan. Ara memutar bola matanya malas melihat tingkah lebay Shiera.
"Gue, tawarin sekali lagi, mau gue bantuin gak?" Shiera menatap curiga pada Ara. "Ya udha kalau gak mau." Ketika Ara ingin pergi, Shiera dengan cepat mencegahnya.
"Iya, iya bantuin gue." Akhirnya Shiera meminta bantu kepada Ara.
Shiera mengulurkan tangannya, Ara dengan senang hati menerima uluran tangannya, namun bukan namanya Ara kalau gak ada maksud dari bantuannnya.
Ara menarik tangan Shiera. Namun, belum sempat Shiera berdiri dengan baik, Ara dengan sengaja melepaskan genggamannya, dan lagi, bokong Shiera mengenai keramik lantai yang super duper licin.
"Akh! Ara kambing!" Shiera berteriak kesakitan. Ara tertawa terbahak-bahak ketika rencananya berhasil.
"Ara!" teriak Anton saat melihat kejadian tadi.
Ara menatap ke sumber suara itu. Takut? kagak, malahan Ara menjulurkan lidahnya pada Shiera."Wlek!" Ara berlari menaiki tangga sambil tertawa. Anton datang menghampiri Shiera, dan menbantunya berdiri.
"Kamu gak apa-apa 'kan Sayang?"
"Sakit, Dad," lirih Shiera. 'Tunggu ajha pembalasan gue!' lanjutnya dalam hati.
"Ayo, biar Daddy obatin lututnya." Anton membantu Shiera untuk berjalan ke sofa.
"Daddy, jangan marahin Ara yah, tadi dia gak sengaja kok." Shiera mengatakan itu hanya untuk sekedar mencari muka saja pada ayahnya Ara.
"Gak bisa sayang, anak itu harus di kasih pelajaran, lihat lutut kamu merah kaya gini."
"Jangan Dad." Shiera ingin mengeluarkan air mata buayannya.
"Iya, sayang Daddy gak akan marahin Ara, ya udha kamu tunggu di sini, Daddy ambili kotak p3knya dulu." Anton pun pergi untuk mengambil kotak p3k. Anton datang dengan membawa kotak p3k, ia pun mengobat Shiera.
***
Ara menatap sebuah rumah yang megah dari luar pagar, ia menitikkan air matannya. Sungguh dia sangat merindukan penghuni rumah itu.
"Permisi!" teriak Ara. Seorang sekurity datang dan menemui Ara.
"Cari siapa, Nona?" tanya sekurity itu.
'Aelah, Paman Kalkun gak kenal lagi sama gue,' batin Ara. "Saya, ingin bertemu dengan, tuan rumah ini," ucap Ara.
"Apa sudah ada janji, Nona?" mendengar itu, Ara langsung memukul pelan dahinya.
"Owh, iya yah, kok gue bisa lupa, kalau ada tamu harus ada janji dulu." Ara membatin.
"Hehehe, gak ada sih, Pak ..., maksud saya, saya bukan ingin bertemu dengan tuannya, Pak Sekurity." Sekurity itu dibuat bingung dengan perkataan Ara.
"Tapi, tadi Nona bilang mau ketemu sama tuan rumah ini 'kan?"
"Iya, maksud saya, saya mau ketemu sama tuan rumahnya buat minta izin ..., iya izin, izin buat pinjem toiletnya sebentar, soalnya saya udah kebelet banget Pak." Ara menghembuskan nafasnya lega, karena berhasil mejawab pertanyaan Pak Sekurity.
"Maaf Nona, ini bukan toilet umum, silakan cari tempat lain." Ara mendesah kecewa.
"Yak, Pak bantuin saya, napa? udah gak tahan nih Pak," mohon Ara dengan melakukan gerakan orang yang kebelet pipis.
Karena kasihan melihat gadis yang di depannya ini, Sekurity mengizinkannya untuk meminjam toile rumah ini. Ara bergembira karena di izinkan masuk, namun sekejab saja kegembiraannya itu, saat sekurity mengatakan bahwa, ia hanya dapat menggunakan toilet sekurity yang berada di samping pos sekurity.
Ara pasrah dan masuk ke dalam toilet itu. Ara berusaha untuk mencari ide agar dapat masuk ke dalam mension. 'Ayo, Vilo eh salah Ara, cari cara gimana bisa masuk ke dalam.' batin Ara.
Ara membuka sedikit pintu toilet dapat ia lihat ada beberapa bodyguard dan dua orang sekurity yang sedang berbincang-bincang.
Ara memutar otaknya untuk mencari cara agar dapat masuk ke dalam.
Ara kembali melihat kearah tempat bodyguard dan sekurity tadi berada, ternyata mereka tidak ada lagi di tempat itu. Kesempatan itu Ara pergunakan untuk melancarakan rencananya yakni masuk ke dalam rumah itu.Ara mengendap-endap masuk ke dalam, walau hanya beberapa hari tidak melihat tempat tersayangnya ini, tetapi ia begitu merindukannya.
"Permisi." Jantung Ara berdegup kencang, ia mengenali suara ini.
Ara berbalik dan meliha, itu adalah wanita paruh baya yang begitu ia sayangi. Ya mommynya.
"Mommy!" teriak Ara, dan berlari memeluknya.
Dia menangis sesegukan dalam dekapan wanita yang ia sebut Mommy itu. Wanita paruh baya itu terlihat sangat kebingungan.
Setelah puas memeluk wanita paruh baya itu, Ara melepaskan pelukannya. Ia menatap wanita itu dan netra mereka pun bertemu.
Ada rasa rindu yang bergejolak dalamnya saat melihat mata gadis itu."Maaf, Nak, sebelumnya, Tante tidak mengenalimu," tanya wanita itu dengan lembut.
"Aku Vilo, Mom." Air mata terus mengalir di pipi Ara, Ara berharap Mommynya akan mempercayainya.
Wanita itu tertawa kecil, dia menggeleng-gelengkan kepalannya. Ia tersenyum hangat pada Ara, mungkin gadis ini sedang ada masalah atau mungkin amnesia? entahlah.
Sebelum berbicara dengan Ara, wanita itu membawa Ara untuk duduk di sofa dan pergi mengambil air putih untuk Ara. Dirasa gadis itu sudah tenang, ia mulai membuka percakapan.
"Nama kamu siapa, Nak?" tanya wanita itu yang diketahui adalah ibu dari Vilo.
"Walaupun Mommy gak percaya, tapi aku benaran jujur kalau aku ini Vilo, anaknya Mommy," lirih Ara.
"Nak, jangan sebutkan nama itu lagi, dia udah tenang di alam sana,"
"Mommy, Vilo gak bohong, ini aku Vilo." Ara berusaha meyakinkan mommynya.
Alsiani memandang Ara dengan tatapan sendu, ia belum mempercayai gadis yang didepannya ini adalah putrinya.
"Oky, aku tahu cara buat Mommy percaya sama aku, kalau aku adalah Vilo." Ara berdiri dan berjalan ke arah tangga, ia menaiki tangga itu, sedangkan Alsiani hanya memperhatikannya dari bawah, dan karena rasa penasaran Alsiani mengikuti Ara.
Ara terus berjalan, sedangkan Alsiani heran bagaimana orang asing dapat mengetahui jalan-jalan di rumah ini. Ara berhenti di depan sebuah pintu yang begitu besar, ia langsung menekan tombol-tombol kecil yang terletak di samping pintu itu untuk memasukan pin agar pintu itu dapat terbuka.
Ara menekan arah panah merah dan ya pintu itu langsung terbuka. Alsiani terkejut bukan main, karena pintu itu hanya dapat dibuka oleh anggota keluarga Swith tidak ada seorang pun yang mengetahui pinnya.
Ara melihat ke arah Alsiani, kemudian ia berjalan ke dalam, dapat dilihat ruangan yang begitu luas, itu adalah ruang keluarga Swith hanya keluarga inti yang dpat masuk ke situ.
Tidak sampai di situ pembuktian Ara bahwa dia adalah Vilo, Ara berjalan menuju sebuah piano yang terletak di ruangan itu, ia memainkan sebuah nada yang selalu dia mainkan, itu adalah nada yang di ajarkan oleh neneknya--ibu Alsiani.
Alsiani tidak dapat mempercayai ini, ia dapat memahami bahwa orang asing dapat mengetahui pin pintu ruangan keluarga ini, tapi tidak untuk yang ini, nada itu hanya Vilo yang dapat memainkannya, dan juga cara gadis itu memainkan piano sama persis seprti Vilo.
Namun segera Alsiani menepis pikiran itu, karena dia yang menyaksikan sendiri bagaimana anaknya, putri satu-satunya yang dia miliki di masukkan ke dalam peti dan dikuburkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Viloona
Teen FictionGadis yang tak dianggap oleh keluarganya demi orang lain, harus berakhir di dunia. Namun, ia memiliki keinginan untuk melakukan pembalasan dendam. Hingga akhirnya ia merelakan tubuhnya di tempati oleh seorang gadis; gadis berkepribadian ganda. Deng...