Bab 11. Tanggung Jawab

643 62 1
                                    

Kaisar, dia adalah Kaisar. Kalian ingat? saat di kantin, Kaisar menatap Sean? saat itu tatapan Kaisar mengisyaratkan kepada Sean untuk membawa Ara kepadanya nanti.

"Lo, si tiang listrik 'kan?" tanya Ara memastikan.

"Kaisar." Ara mengerutkan keningnya, apa yang dimaksudkan oleh pria ini. Kaisar? Ara tertawa pelan.

"Maksud Lo, kaisar yang difilm China itu ya? lo aneh banget, apa kaitannya kaisar itu sama kita?" Kaisar menatap datar Ara yang sedang tertawa tidak jelas.

"Name ...," Kaisar menggantungkan ucapannya.

"Name?" Ara mengulang ucapan Kaisar.

"Kaisar." Ara berohiya ternyata yang dimaksudkan oleh pria ini tadi adalah namannya.

"Tapi, sorry ya, gue tadi gak tanya nama lo siapa." Kaisar berjalan mengintari Ara yang terikat di kursi.

Ara seketika menjadi waspada, saat Kaisar mendekatkan wajahnya pada Ara. Ara dapat melihat ciptaan Tuhan yang sungguh indah ini, wajah yang mulus, putih, garis rahang yang sempurna, hidung yang mancung, netra hitam pekat, dan alis yang tebal disertai bulu mata yang lentik sesuai sekali dengan matanya. Bibi yang merah alami dan tipis, namun seksi. Ara untuk kedua kalinya terpesona dengan Kaisar.

"Imut," batin Kaisar saat Ara mengkedip-kedipkan matanya berulang kali. Bukan hanya Ara yang terpesona dengan Kaisar, Kaisar pun demikian, ia juga terpesona dengan gadis unik dan menarik ini, Kaisar tidak akan melepaskannya. Jatuh cinta? entah, Kaisar saja tidak tahu apa itu jatuh cinta.

"Tanggung jawab," to the point Kaisar seraya menjauhkan wajahnya dari Ara Ara terlihat bingung, pasalnya dia baru bertemu dengan pria ini tadi, lantas tanggung jawab apa yang di maksudkan?

"Tanggung soal." Ara tidak tahu ingin menjawab Apa, akhirnya itu yang keluar dari mulutnya.
Namun, itu tidak membuat Kaisar kesal atau marah, dia dengan santai membuka ikatan tali yang melilit pada tubuh Ara, Ara dengan singgap langsung berdiri dari duduknya. Kini kaisar yang duduk di kursi itu, ia memenjamkan matanya.

Ara melihat situasi seperti ini, dapat digunakan dirinya untuk kabur. Ara dengan pelan-pelan berjalan mundur, dan ketika ingin berlari tangannya dicekal oleh Kaisar dan satu tarikan mampu membuat Ara terduduk di pangkuan Kaisar. Ara terkejut, dan berontak di pangkuan Kaisar, namun kekuatannya tak sebanding dengan Kaisar. Kaisar tidak mengucapkan apa pun ia masih fokus memandang wajah gadis itu.

"Lepasin gue!"

"Diam." Suara dingin namun tegas itu mampu membuat Ara terdiam.
Ara menundukkan wajahnya pertanda dia takut dan pasti akan menangis. Ya, Vilo ketika takut dan ingin menangis, dia akan menundukkan wajahnya. Selama dia tidak menundukkan wajahnya, itu berarti dia tidak takut apalagi menangis. Namun kebiasaan itu akan ditunjukan kepada orang-orang tertentu seperti keluarganya. Ara menjadi heran mengapa sampai dirinya dapat menunjukan kebiasaannya ini kepada orang yang baru dia kenal.

"Hiks!" Isakan kecil terdengar oleh pendengaran Kaisar. Dengan lembut Kaisar mengangkat wajah Ara, dapat dilihat buliran bening membasahi pipinya.

Cup!

Ara menatap kesal pada Kaisar yang berani menciumnya. Ara ingin memprotesnya, namun sorot mata Kaisar yang begitu tajam setajam silet, sehingga membuat Ara mengurungkan niatnya.

"Mau, lo apa?" tanya Ara dengan menatap penuh keberanian kepada Kaisar. Gadis seperti inilah yang Kaisar sukai.

"Tanggung jawab," ulang Kaisar.

"Tanggung jawab?" tanya Ara kembali.

"Yes, Baby, tanggung jawab karena kamu sudah berani memakan seluruh apel milikku." jelas Kaisar.

Baby? ya, Kaisar sudah mengklaim Ara sebagai miliknya. Dan suatu kelangkaan yang luar biasa, kaisar berbicara lebih dari 5 kata. Jika anggota Arvos mendengar ini, sungguh bahagianya mereka. Karena ini baru pertama kalinya Kaisar berbicara lebih dari 5 kata, jangankan o4ang lain kepada orang tuannya saja Kaisar pelit dalam berbicara.

"Apel?" Kaisar mengangguk.

Ara teringat pada ucapan Sean dkk tentang Kaisar pemilik apel yang telah ia makan itu. Ara membuka kecil mulutnya, kala ia mengingat itu, ternyata benar yang dikatakan mereka.
"Bukannya itu milik sekolah 'kan pohonnya berada di halaman belakang sekolah," polos Ara.
Kaisar terkekeh dan itu ketiga kalinya Ara terpesona.

"Itu milikku Baby, dan tidak ada seorang pun yang berani mengambilnya, namun kau gadis nakal, kau yang berani mengambilnya, karena itu kau akan kuhukum." Kaisar mencubit pelan pipi gembul Ara.

"Hukum? no, gue janji gak bakalan ambil apel lo lagi, terus sebagai anak yang suka menabung dan baik hati bakal balikin semua apel lo, biar perlu apelnya, gue tempelin di pohonnya sesuai dengan posisi mereka satu-satu, persis seperti yang gue ambil saat itu!" Ara berbicara layaknya sedang repper, sangat cepat, seraya menunjukan pupy eyenya. "Aws, sakit!" teriak Ara saat, Kaisar menggigit pipinya.

"Lucu," gumam Kaisar. "Apa pun, yang ingin kamu lakukan, aku akan tetap menghukummu, Baby." Ara mendesah kecewa.

"Baiklah, apa hukumannya?" pasrah Ara.

"Jangan dekat dengan pria lain, selain aku" Kaisar menatap Ara dengan dingin dan datar sedatar tembok.

"Hukuman macam apa itu? gantilah masa iya, gue gak boleh dekat sama Daddy, Kak Angkasa, Kak Aska sama Kak As--" ucapannya terpotong saat Kaisar dengan cepat menaruh telunjuknya pada bibir Ara.

"Kecuali itu, Baby!" Ara mengangguk paham.

"Tapi gak ada hukuman lain gitu?" Kaisar menggeleng. "Baiklah." Ara pasrah dengan nasibnya.
Kaisar tersenyum tapi kemudian pudar saat Ara menanyakan Alasannya.

"Tapi, gue akan menyetujuinya, kalau lo kasih alasannya."

"Kau milikku!" Kaisar menekan setiap kata.

"Maksud, lo?" Ara tidak mengerti maksud Kaisar.

"Kamu adalah milikku, dan hanya milikku!" tegas Kaisar.

"Maksudnya kaya pacaran gitu? Huwaa! gue belum mau buat pacaran," teriak Ara.

"Bukan pacaran." Ara berhenti berteriak dan berahli menatap Kaisar.

"Tapi?"

"Kamu bukan pacarku, tetapi calon isteriku." Ara membolakan matanya.

"Lo gila ya? gue masih sekolah mana mungkin gue bisa nikah." Tanpa membalas ucapan Ara, Kaisar menggendong Ara dan membawanya ke kamar di ruang istirahat miliknya yang berada di DHS.

Kaisar membaringkan Ara di kasur miliknya, sedangkan Ara memberontak dia pikir Kaisar akan macam-macam padanya. Kaisar membaringkan dirinya disebelah Ara dan memeluk tubuh mungil Ara.

"Ganti kosa-kata kamu saat berbicara denganku, Baby."

"Gue, gak bisa." Kaisar menatap datar Ara, namun itu terlihat mengerikan. Ara menelan salivanya kasar dengan cepat mengangguk.

Bianca, Salsa, Keren dan Vanya kini sedang mencari Ara, karena sedari tadi dia tidak ada, bahkan tidak mengikuti pelajaran, mereka memang memakluminya, karena bukan sekali Ara tidak mengikuti pelajaran tapi yang membuat mereka kesal adalah Ara pergi tidak mengajak atau memberitahukan mereka. Sudah waktunya pulang tapi batang hidungnya belum kelihatan. Karena kelelahan akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Mereka akan menyidang Ara besok.

Transmigrasi Viloona Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang