25

343 42 8
                                    

Pada Minggu malam saat Ivan sedang bersiap-siap untuk tidur setelah perjalanan panjang dari Puncak, handphonenya menyala memberi tahu ada pesan baru, dan ternyata itu dari Ayu sehingga dia segera mengambil handphonenya untuk membalas pesan Ayu.


Ayu

Hi, bisa ketemuan di hari Jumat gak?

Bisa, Mau ketemuan di cafe kita untuk makan siang atau lo mau ngobrol di sekolah?

Cafe kita?

Maksud gue cafe tempat kita biasanya tutoring.

Oh iya, cafe kita.

Boleh, di cafe itu aja

Okay, I'll see you then.


-----


Ivan akhirnya tiba di cafe pada pukul 4 sore setelah dia selesai berbicara dengan beberapa adik kelasnya yang bergabung dengan tim basket.

"You look good," adalah kata pertama yang keluar dari mulut Ayu, dan dia langsung tersipu malu setelah mengucapkannya.

Ivan hanya tersenyum saat dia duduk di seberang Ayu dan menjawab, "You too."

"I'm sorry for ignoring you," ucap Ayu, langsung ke alasan mengapa mereka ada di sini. Jika Ayu tidak mengatakannya sekarang, dia mungkin tidak akan mengatakannya sama sekali. "Gue waktu itu marah karena lo mempertaruhkan begitu banyak untuk sesuatu yang menurut gue gak sepadan." Dia menarik napas dalam-dalam dan menambahkan, "Tapi gue sangat menghargai apa yang lo lakuin untuk gue."

Ivan memperhatikannya dengan mata lembut, dan Ayu tidak bergerak ketika Ivan mengulurkan tangan untuk menutupi tangannya dengan tangannya sendiri.

"Gue juga minta maaf. Gue merasa kalau gue udah melakukan hal yang benar, jadi diberitahu kalau gue salah ya gue jadi kesel," Ivan terdiam lalu mengangkat bahu, "I care about you, Ayu, and I don't like the thought of you being hurt." Senyumnya menghilang saat dia berkata, "Too bad I hurt you anyway."

"It's fine," Ayu meyakinkannya. Dia membalik tangannya dan meremas tangan Ivan dengan kuat. "Bisa gak kita lupain hal ini pernah terjadi?"

Ivan tidak mengatakan apa-apa untuk waktu yang lama, dan Ayu menangkapnya menatap wajahnya dengan saksama. Sudut bibir Ivan terangkat tepat sebelum dia melepaskan tangannya dari tangan Ayu.

"Bisa!" kata Ivan, "I've missed hanging out with you. Ruben and Wendi can be alot."

"Gue ngerti maksud lo." Ayu tertawa. "Wenda and Natasya are a handful too." Ayu tidak bisa menahan senyum sekarang setelah masalah antara dia dan Ivan sudah selesai. Tentu, Ayu masih menyukainya, tapi tetap sebagai teman jauh lebih baik daripada keheningan di antara mereka. 

Mereka terus berbicara dan bercanda. Rasanya hampir tidak ada yang berubah. Hampir.


-----


Ketika Ivan sedang mengantar Ayu pulang, handphonenya mulai berdering dan karena dia sedang mengemudi, dia menyuruh Ayu untuk memeriksa siapa peneleponnya.

"Ruben," jawab Ayu saat mengecek handphone Ivan.

"Tolong jawab dong terus pencet speaker," ucap Ivan dengan sopan dan Ayu langsung melakukan apa yang Ivan katakan.

"Ada apa? Gue lagi sama Ayu sekarang, you're on speaker," Ivan langsung berkata sebelum Ruben bisa berkata apa-apa.

"Lo ada di mana?" tanya Ruben.

"Di dalem mobil, lagi nganter Ayu pulang. Kenapa?"

"Bisa ketemuan gak? Gue juga udah suruh Wendi untuk ketemu."

"Kenapa? Ada yang salah?" 

"No? Not really? Gue cuman sedikit panik," kata Ruben dengan penuh ketidakpastian.

"Lo di mana?" tanya Ivan.

"Gue di rumah, Lo bisa gak ke rumah gue setelah nganter Ayu?"

"Bisa kok,"

"Good! Great!" Kata Ruben sebelum mengakhiri panggilan.


-----


30 menit kemudian, Ivan akhirnya sampai di rumah Ruben, dan langsung disambut dengan tatapan panik Ruben dan tatapan bingung Wendi.

"Lo panik kenapa?" tanya Ivan sambil duduk di samping Wendi sementara Ruben ada di depan mereka.

"Wenda...." jawab Ruben dengan suara pelan.

"Okay? Kenapa?" tanya Wendi.

"Emang Wenda kenapa?" tanya Ivan.

"Inget gak waktu kalian berdua pergi jajan malem-malem terus gue dan Wenda berduan di villa?" Ruben akhirnya mendongak untuk melihat teman-temannya. "Dia cium gue malem itu," kata Ruben dengan nada pelan.

Wendi tersentak mendengar itu dan Ivan yang sedang meminum minumannya langsung tersedak karena kaget.

"I'm sorry? Wenda kissed you? Our quiet Wenda did that?" Ivan benar-benar terkejut dengan berita ini.

"I fucking new you had a motive!" Wendi akhirnya berkata. "Terus lo kenapa panik?"dia bertanya.

Ruben menghela nafas, "No, I did not have a motive!"

"Ini kan bukan ciuman pertama lo, kenapa lo kelihatan kaget banget?" tanya Wendi. "Do you like her?" tanya Ivan.

"Gue cium dia balik tapi gak lama penjaga villa Ivan tiba-tiba dateng ke ruang tamu jadi gue panik dan gue langsung ninggalin dia.  Sampe hari ini gue belum ketemu lagi sama Wenda karena dia menghindar mulu dari gue sejak itu," kata Ruben sambil berbaring di sofa. dengan mata tertutup.

"Dude, you fucked up," ucap Ivan. "You can't just kiss a girl and then run away," tambahnya dan Wendi mengangguk setuju.

"Terus sekarang gimana?" Ruben bertanya dengan frustrasi.

Hanya ada keheningan beberapa saat sampai Ruben berkata, "Kayaknya gue suka sama dia."

"oh ya?" tanya Ivan penuh harapan, karena itu berarti perasaan Wenda terbalas.

Ruben menghela nafas, "Dari awal gue kenalan sama dia, gue selalu pikir kalau dia cantik dan imut," akunya.

"Kenapa lo gak pernah bilang apa-apa?" tanya Ivan. "Kenapa lo gak jujur aja ke dia?" tanya Wendi.

"Gue bisa ngomong apa? Gue aja baru mulai deket sama dia beberapa minggu terakhir ini dan itu semua karena Ivan mulai temenan sama Ayu." kata Ruben. "Gue dan Wenda gak pernah ngobrol lebih dari 5 kata sebelum Ivan temenan sama Ayu, dan gue merasa dia terlalu cantik untuk gue," ucap Ruben sambil cemberut.

"Semangat bro! Gue lihat dia nyaman kok sama lo. You should confess or you will regret not saying anything," kata Ivan.

Ruben menertawakan itu, "Lo ngomong gitu berdasarkan pengalaman ya?" dia menggoda.

Ivan memutar matanya, "Fuck off."

"Ivan bener, lo harus jujur ke dia. Kita bisa bantu lo," kata Wendi.

"Mungkin gue bisa ajak dia ngedate terus jujur aja?" tanya Ruben.

"Itu ide yang bagus, tapi mungkin lo harus mulai dengan minta maaf karena udah ninggalin dia begitu aja," kata Ivan padanya.

"Iya, lo bener," kata Ruben, setuju dengan Ivan. Dia perlu berbicara dengan Wenda, dia harus meminta maaf atas sikapnya terlebih dahulu sebelum mengajaknya pergi ngedate. 

The ValedictorianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang