12

223 39 2
                                    

Ruben tersenyum ketika Ivan memasuki kelas dan duduk di sampingnya.

"Kayaknya lo dan Ayu udah akur lagi? Tadi gue liat kalian berdua ngobrol," kata Ruben.

"Iya, kita pergi makan es krim kemarin dan gue sadar kalau gue bersikap childish," jawab Ivan.

"So you're okay with her dating Ryan now?" tanya Wendi.

"Gue cuman mau dia bahagia," Ivan menjawab dengan jujur.

"Tumben pemikirannya dewasa," kata Ruben mengejek.

Ivan memelototi Ruben, "Gue bisa dewasa," Ivan berhenti, "Kadang-kadang," dia menyeringai.

Ruben memutar matanya, "Iya, lo bisa berpikiran dewasa kalau lo enggak menyemangati Wendi untuk melakukan hal-hal bodoh," katanya.

"That is true," Ivan setuju dengan cepat.

"Gue gak pernah melakukan hal bodoh," kata Wendi membela diri.

"Mau gue sebutin hal-hal bodoh apa aja yang udah lo lakuin?" Ruben menghela napas.

"Okay, but most of the time it isn't dumb, it's awesome!" Wendi nyengir

Ivan mengangguk, "Most of it are iconic." 


-


Sepulang sekolah, Ivan menunggu di depan kelas Ayu untuk menyampaikan kabar yang mengejutkan.

"Guess what!" ucap Ivan bersemangat.

"Apa?" tanya Ayu.

"I am now officially passing all my classes!" Ivan tersenyum lebar. "Ujian terakhir ini bener-bener naikkin nilai gue," kata Ivan.

"Ivan, that's amazing!" Ayu tersenyum.

"Iya, gue juga awalnya gak percaya! I am actually passing math and physics dan gue sekarang ngerti semuanya," kata Ivan. "Ini semua karena lo, makasih ya!" Ivan tersenyum tulus kepada Ayu, sangat bersyukur karena Ayu mau membantunya.

"Give yourself more credit, lo tuh sebenernya pinter cuman males aja," ucap Ayu sambil tersenyum.

"Tetep aja, gue tau gue gak akan pernah sampai sejauh ini tanpa lo," ucap Ivan dengan tulus.

"We have to celebrate now!" kata Ayu penuh dengan semangat.

"harus banget?" tanya Ivan.

"Yes! This is a big deal!" 

"Emangnya hari ini lo gak ada rencana pergi sama Ryan?" 

Ayu menggelengkan kepalanya, "Not anymore."

"Eh, jangan batalin rencana lo sama Ryan, kita pergi kapan-kapan aja!" Ivan menggelengkan kepalanya, merasa tidak enak karena Ayu harus membatalkan rencananya dengan Ryan.

"Kan ini gue yang mau!" Ucap Ayu tulus. ""Let me do something with you, Ryan will understand it."


-


Ivan dan Ayu memutuskan untuk pergi ke amusement park untuk merayakannya.

"Makasih untuk semua ini," ucap Ivan sambil menggigit crepes yang dibelikan Ayu untuknya.

Ayu tersenyum manis padanya dan berkata, "You're always going on about what I deserve, but you deserve something nice too."

"Thanks," gumam Ivan sambil menundukkan kepalanya. Ketika dia melihat ke atas, dia melihat krim cokelat dari crepes di sisi bibir Ayu. "Oh, itu ada krim cokelat..." Tanpa berpikir panjang, Ivan mendekat ke wajah Ayu dan membersihkan krim itu dengan ibu jarinya.

"Oh," hanya itu yang dikatakan Ayu sambil tersipu. "Thanks."

"You're welcome," Ivan menjawab dengan lembut.

Momen itu terputus saat handphone Ayu berdering, dan Ivan berusaha tidak bergeming saat melihat nama Ryan melintas di layar handphone Ayu.

"Sorry, gue angkat dulu ya," kata Ayu padanya. Dia meraih handphonenya dan berjalan beberapa meter untuk menjawab telepon. Ayu tersenyum cerah ketika dia menjawab, dan Ivan merasakan sesuatu berputar di perutnya.

Ivan akhirnya sadar kalau dia punya masalah besar. 

Setelah menghabiskan waktu dengan Ayu, Ivan pulang dan menelepon teman-temannya untuk menceritakan masalahnya.

"Guys, gue punya masalah," Ivan memulai.

"Lo kenapa?" tanya Ruben dengan khawatir.

"Kayaknya gue suka sama Ayu lebih dari seorang teman," Ivan mengaku.

hanya ada keheningan selama beberapa detik sebelum Ruben berkata, "Dude...."

"Akhirnya lo sadar," kata Wendi.

"Hah? Kalian tau gue suka Ayu?" Ivan bertanya, benar-benar bingung.

"Lo kalau suka sama orang tuh keliatan jelas banget," jawab Ruben.

"Ditambah lagi, kita udah kenal sama lo cukup lama untuk tau gimana sikap lo kalau lagi suka sama seseorang," kata Wendi. "It's sweet," tambahnya.

Ivan menghela nafas, "It's not sweet when I set up the girl I like with another person."

"Iya sih... tapi kita gak bisa bikin lo berhenti kalo lo udah punya ide," jawab Ruben.

"Iya, gue yang salah," gumam Ivan. "It just sucks karena dia sekarang udah bahagia dan gue gak bisa merusaknya begitu aja karena gue sadar gue suka sama dia," Ivan menjelaskan.

"Lo bener-bener dewasa sekarang," ucap Ruben. "Gue otw rumah lo sekarang!"

"Iya gue juga otw!" ucap Wendi.

"Kalian gak perlu kesini," kata Ivan.

"Gue udah di jalan sekarang!" Ruben membalas.

"Iya, gue juga udah di dalem mobil sekarang," ucap Wendi.


-----


Wendi dan Ruben tiba di rumah Ivan secara bersamaan. Ketika mereka tiba, mereka segera masuk ke dalam rumah dan menuju ke kamar Ivan.

Saat mereka masuk kamar Ivan, mereka menemukan dia berbaring di sana sambil melihat ke arah lampu di atas. 

"Alright, kita di sini untuk menghibur lo!" ucap Wendi sambil tersenyum.

"Gue baik-baik aja, gue gak perlu dihibur," kata Ivan tetapi Ruben dan Wendi lebih tahu Ivan, mereka tahu Ivan tidak baik-baik aja.

"Ayo pergi!" kata Ruben sambil menarik selimut darinya.

"Ke mana?" tanya Ivan.

"Kita akan pergi jalan-jalan malem, kayak yang biasa kita lakukan kalau saat salah satu dari lagi gak baik-baik," jawab Ruben.

"Kita gak bisa di rumah aja?" Ivan bertanya, dia merasa kehabisan tenaga.

"Enggak, kita gak akan ngebiarin lo sedih gak jelas kayak gini!" ucap Wendi sambil menarik Ivan dari tempat tidur dan dibantu oleh Ruben juga. 

"Lo berdua nyebelin!" ucap Ivan sambil berdiri dari tempat tidurnya. 

"You love us!"

"You should be grateful!"

Ruben dan Wendi berhasil membuat Ivan keluar dari kamarnya. 

Malam itu mereka berkeliling dengan mobil, membicarakan tentang hal-hal random. Ivan sangat bersyukur memiliki Wendi dan Ruben sebagai temannya. Mereka adalah teman terbaiknya. 

The ValedictorianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang