27. The Answer

12.4K 1.5K 108
                                    

Selamat membaca!!

🔷________________________🔷
📚__________________📚
🔷____________🔷
🐨

Hallo masih ada yang nungguinkah?
Kalau ada, tanpa basa-basi cus silahkan baca!!

***

Pak Tirta menyodorkan sebuah surat pada Rustaf begitu ia masuki ruang Kepala Sekolah. Dia masih berdiri dengan ekspresi yang tidak bisa di tebak. "Apa ini?" tanya Rustaf yang masih duduk di kursi.

"Surat pengunduran diri," jawab Pak Tirta.

"Kenapa tiba-tiba Tirta? Apa karena istrimu yang sedang hamil?" tanyanya lagi sambil mengerutkan keningnya bingung.

Dia terdiam sebentar, lalu mulai menjawab. "Iya, salah satunya itu."

Pria bernama lengkap Rustaf Ghanesa itu kemudian menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, lalu menatap lurus ke arah Pak Tirta. "Kamu salah satu guru yang disukai murid-murid, mereka pasti akan kehilangan kamu kalau kamu mengundurkan diri. Apa kamu sudah memikirkannya matang-matang? Bukannya kamu harus mengumpulkan biaya persalinan untuk istrimu nanti?"

"Iya Pak Rustaf saya sudah memikirkannya, selama istri saya hamil saya juga ingin berada dekat dengannya. Kalau untuk pekerjaan, saya sudah dapat tawaran mengajar di Aceh."

Pria berjas abu itu kemudian menghela nafas. Sebenarnya dia tidak ingin kehilangan orang seperti Tirta, bukan karena dia menjadi Guru favorit para murid. Tapi karena selama ini pria itu tidak banyak menuntut padanya seperti guru-guru yang lain. "Baiklah kalau itu maumu, aku akan menyetujuinya tapi itu membutuhkan proses sampai seminggu. Saat itu gunakan waktumu untuk berkemas dan berpamitan dengan para murid."

Pria bertubuh tegap itu lalu menunduk. "Terima kasih Pak, kunci asrama juga akan saya serahkan seminggu lagi. Kalau begitu saya permisi!" pamit Pak Tirta.

"Silahkan."

Setelah dipersilahkan pria itu kemudian beranjak dari tempatnya dan keluar dari Ruang Kepala Sekolah. Tepat saat dirinya keluar ia melihat Hugo tengah bersedekap sambil menyandarkan lengannya di tembok, dia seperti tengah menunggunya keluar. Namun Pak Tirta menghiraukannya dan kembali melanjutkan langkahnya pergi.

"Seharusnya Pak Tirta gak perlu sampai mengundurkan diri, meninggalnya Ana kan bukan salah Bapak. Jadi buat apa merasa bersalah?" ujar Hugo yang berjalan mengimbangi langkah Pak Tirta. Kembali pria yang berprofesi sebagai guru Oalahraga itu tak menghiraukannya.

"Apa karena dia hamil?"

Satu pertanyaan itu langsung membuatnya berhenti seketika.

"Maksudku Istri Pak Tirta, selamat ya Pak sebentar lagi Bapak akan jadi Ayah." Hugo tersenyum ke arahnya, terkesan mengejek.

"Makasih," jawab Pak Tirta kemudian kembali melanjutkan langkahnya, sampai ia masuk di lift. Dia fikir Hugo tidak akan sampai mengikutinya masuk, tapi dia salah pria itu justru ikut masuk dengan alasan akan ke Ruang Guru juga. Pak Tirta tidak terlalu memikirkannya, yang penting Hugo tidak melakukan hal yang bisa memancing kemarahannya.

"Ah aku lupa, aku juga mau berbela sungkawa atas meninggalnya anak Pak Tirta yang lain," ucap Hugo berbarengan dengan pintu lift yang tertutup. Dia salah, Hugo memang ingin memancing kemarahannya.

Pak Tirta kemudian menatap tajam ke arahnya. "Apa maumu?!"

"Aku gak mau apa-apa kok, dan Pak Tirta tenang aja meski Ana sudah meninggal aku tetap akan merahasiakan hubungan kalian. Yah...meski Ana tidak melakukan tugasnya dengan benar. Sekarang aku harus membujuk Pak Indra karena dia!"

BRILLIANT SCHOOL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang