52. Looking For Serenity

6.5K 848 124
                                    


Selamat membaca!!

🔷________________________🔷
📚__________________📚
🔷____________🔷
🐨


.

Malam ini cafe milik Leon, yaitu Leon Art cafe terlihat lebih ramai dari malam biasanya. Tak hanya karena hari ini weekend saja, tapi karena inti Salvatore dan beberapa anggota lainnya juga tengah berkumpul di sana. Tepatnya di halaman samping cafe yang disulap menjadi arena outdoor, oleh Leon. Mereka memilih duduk di sana karena kebetulan keadaan di dalam sedang banyak orang, dan ada beberapa anak Salvatore yang merokok. Jadi mereka tidak mau mengganggu pengunjung lain dengan asap rokok, ataupun suara bising dari gerombolan laki-laki ini.

Lalu Gibran yang datang terlambat, baru saja memarkirkan motornya di depan cafe. Bersamaan dengan itu, Leon juga muncul dari dalam cafe untuk mengantarkan pesanan teman-temannya. Sambil memainkan kunci motor di jari telunjuknya, laki-laki berotot itu terlihat sumringah dari biasanya. Sontak Ian yang menyadari ekspresi temannya, langsung tersenyum penuh arti.

"Dilihat dari gerak-gerik lo, kayaknya sukses nih balikan sama mantan," tebak Ian menggoda. Dan Gibran yang masih berdiri di tengah-tengah mereka, tersenyum dengan bangganya.

"Emang sejak kapan Gibran pernah gagal?"

"Anjir...!" seru Ian. Di susul dengan berbagai macam sorakan dari anggota Salvatore yang lain.

Namun Dirga yang tengah duduk semeja dengan Ian, justru terlihat sebaliknya. "Kasihan banget si Luna," katanya.

"Kasihan kenapa?" tanya Gibran.

"Kasihan dia bakal tekanan batin lagi, ngehadepin lo yang selalu ramah ke semua cewek."

Tak terima dengan ucapan Ketuanya ini, Gibran pun membalas. "Enak aja, gue udah insyaf ya! Mulai hari ini gue gak akan ramah lagi ke cewek lain kecuali sama my lovely Luna aja!" katanya yakin.

"Tapi gue gak yakin lo bisa," timpal Leon. Dia terlihat bersandar di tembok, dengan memeluk nampan kosong yang ia gunakan untuk mengantar pesanan tadi.

"Ada temennya mau berubah itu jangan diremehin kek! Harusnya kalian itu dukung gue!" kata Gibran jengkel.

Sementara itu Adam yang duduk di meja lain pun menyahut. "Gak apa-apa Bran meski dua orang ini gak yakin sama lo, tapi gue yakin kok sama lo. Apa lagi kalau lo traktir, beh tambah yakin banget gue!"

Kalimat hiburan sekaligus kode dari Adam ini, langsung ditimpali oleh Ian dengan semangat. "Bener tuh! Kebetulan banget nih, sekarang lagi di jam-jam gawat perut keroncongan. Traktir Mcd oke lah!"

Gibran menggelengkan kepalanya sambil berdecak. "Dosa apa gue punya temen kayak kalian! Itu dua orang jenius ngeremehin gue, ini dua orang kampret malah minta traktir. Bahkan gue belum duduk loh ini!"

"Justru mumpung lo belum duduk, makanya bisa sekalian berangkat ke Mcd," sahut Fajar di susul dengan beberapa anggota Salvatore yang lain.

"Kita gak muluk-muluk kok Bran! Di traktir mcd aja udah seneng."

"Betul tuh bang! Laper nih dari tadi cuma minum, sama makan kentang goreng aja!"

"Iya Bran sekali-sekali lah, Mcd nya juga masih buka tuh!"

Gibran hanya bisa diam melihat kekompakan teman-temannya ini. Memang bagus kalau semua anggota Salvatore itu kompak, tapi tidak dengan kompak menodongnya seperti ini juga. Sampai-sampai pengunjung di dalam cafe jadi penasaran dengan suara mereka yang seperti mengadakan demo ini. Bahkan Leon yang benci kebisingan pun kembali masuk ke dalam untuk menyelamatkan telinganya. Sementara Gibran masih harus menghadapi Ian, yang tidak berhenti mengoceh.

BRILLIANT SCHOOL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang