Dua Saudara

46 4 2
                                    

Drew's POV

Aku tak benar-benar mengatakan bahwa aku mencintai Anna pada Michelle, sungguh. Itu hanya sebuah spontanitas agar Michelle menjauh dariku untuk selamanya. Perlu ia tahu bahwa ketika aku mengetahui hubungan Michelle dengan Nick rasa cintaku tiba-tiba pergi. Aku bahkan sama sekali tidak merasa rugi dan menderita karenanya. Jadi aku tanpa ragu menolak kembali padanya dengan berbohong mengatakan cinta untuk Anna. Ya, begitulah.

Tapi, mengapa aku merasa aneh dengan situasi seperti ini? Mengapa aku lagi-lagi menyesal? Ini sungguh membingungkan bagiku.

Tak puas dengan keanehan dan penyesalan ini, diriku dibebani lagi dengan sebuah kecemasan. Anna tidak pulang lagi hari ini dan aku sadar itu penyebab kecemasanku selama ini.

"Tuan Taggart?"

Suara Jessy mampu meruntuhkan konstruksi pikiranku tentang Anna sehingga aku kembali dihadapkan pada lingkungan nyataku, rapat evaluasi bulanan. Ah, sial! Wanita siluman itu mengganggu keseimbangan hidupku sampai pekerjaanku.

Kepalaku bergerak turun, mataku memberi perhatian pada sebuah kotak kecil dengan tutup merah muda bergambar Barbie. Ini adalah kotak makan berisi sandwich ikan tuna pemberian Anna, Edward yang menyampaikannya padaku dua jam lalu. Baru kusadari sudah selama itu aku terus memegang kotak makan dari Anna.

Apa aku merindukannya?

"Kami telah selesai melaporkan hasil evaluasi perkembangan produk, tuan" kata Lucas, salah satu pegawaiku. Aku mendapati semua orang menatapku, terutama Shawn dan Niall.

"Baiklah" ucapku, aku berdehem untuk membersihkan pikiranku tadi, entah mengapa aku sering melakukannya. "Jessy, letakkan catatan hasil rapat tadi di mejaku. Aku harus keluar sekarang"

"Segera saya laksanakan"

Teman baik Anna itu tampak keberatan ketika aku menyuruhnya untuk beralih profesi menjadi sekretaris untuk sementara selama Anna tidak masuk. Jessy tak paham tentang dunia sekretaris maka dari itu ia sempat berusaha menolak secara halus. Soal Anna yang tidak masuk ke kantor selama ini, aku dan Anna berbohong kepada orang kantor, kami secara kompak dan terencana mengatakan bahwa Anna mengambil jatah cutinya dan pergi ke Korea untuk memperingati kematian nenek buyutnya dan menghadiri pernikahan sepupunya. Ingatlah bahwa wanita itu memiliki darah Korea dari ibunya.

Aku meninggalkan aula tempat rapat diikuti dengan yang lainnya, kulangkahkan kaki menuju ruanganku dimana aku biasa menghirup atmosfer mengerikan karena Anna ada disana. Jujur aku sangat malas kembali masuk kesana, padahal harusnya aku bersemangat tak berada satu atap dengan Anna, harusnya telingaku terbebas dari kapas sebab tak ada lagi ocehan dari mulut menyebalkan Anna. Harusnya begitu.

Kembali bekerja saat masuk ke ruanganku adalah alur yang selanjutnya dalam pikiranku. Namun agaknya ini akan sedikit melenceng, seseorang duduk di kursi tamu saat aku membuka pintu ruangan. Tentu saja, orang yang duduk di kursi tamuku adalah seorang tamu dan jelas ingin bertemu denganku. Pastinya akan ada sesuatu yang disampaikan padaku.

"Terimakasih untuk keramahanmu membiarkanku masuk ke ruangan ini"

"Pintuku selalu terbuka untuk siapapun, Jordan" ucapku

Pria itu, maksudku adik satu ayahku itu, menggerakkan tubuhnya ke atas bangun dari duduknya. Ia memutar dan melangkah lebih dekat denganku.

"Pria tua pemilik sah perusahaan ini merindukanmu, kau tak pernah pulang ke rumah kita sejak kau menikahi Anna Claire"

"Aku tak pernah menganggap rumah yang kau maksud adalah rumahku"

"Kau adalah manusia paling munafik" Ini yang kesekian kalinya kata munafik kuterima dari mulut Jordan. Aku tak peduli. Apa yang aku katakan padanya tak pernah benar baginya.

"Kau menginginkan rumah itu, kau menginginkan semuanya Andrew"

"Jika kau datang hanya untuk membahas ini lebih baik kau pergi" Aku tanpa ragu mengeluarkan pistol dari laci meja di dekatku. Benda itu kutodongkan maju segaris dengan kening Jordan "Atau kesayanganku ini akan melenyapkanmu"

Jordan tak memiliki rasa takut, sungguh. Ia dengan entengnya tersenyum padaku di saat nyawanya kupertaruhkan dengan senjata. Ia jauh berbeda dengan Jordan kecil yang sekedar ingin ke kamar mandi saja harus kutemani. Tentu saja, aku sadar itu adalah belasan tahun yang lalu. Sekarang ia berganti, benar-benar berganti. Menjadi musuh dalam hidupku.

"Tenanglah, tak perlu gegabah untuk membunuhku" ucapnya "Aku kemari hanya ingin memberimu kejutan"

Sesuatu Jordan ambil dari atas meja lalu ia berikan padaku. Sebuah amplop coklat. Tak berlama-lama aku melepas tali yang membendelnya. Kutarik ke atas isi amplop itu sampai aku melihat deretan huruf besar dan tebal tertera di sana. Surat pernyataan. Pernyataan bahwa ayahku menyerahkan sahamnya pada Jordan.

"Ayah menyerahkan sahamnya padaku sebagai kemurahan hatinya"

Aku tak berkutik, tak bergerak sedikitpun seolah aku terkubur dalam es. Sangat sulit berusaha mencerna dan percaya dengan apa yang kuterima. Ini tidak mungkin, ini sangat tidak mungkin. Aku tahu ayah tidak pernah menginginkan sahamnya jatuh ke siapapun. Terutama pada aku dan Jordan. Tapi hari ini, dengan adanya surat ini, mengapa pikirannya berubah?

"Semakin banyak saham yang kumiliki di perusahaan ini, semakin besar kesempatanku menggeser posisimu. Selamat datang di dunia kehancuran, Andrew Willburg"

"Jangan bermain-main denganku, Jordan! Apa yang telah kau lakukan pada ayah!?"

"Aku tidak tahu" Ia kini tepat di hadapanku, bahkan menampik pistolku sampai jatuh ke lantai. "Ia datang padaku dan memberikan surat itu"

"Kau memaksanya membuat surat itu" Ucapku

"Ya, mungkin begitu"

"Jordan kau..."

"Kau mau dengar satu kejutan lagi?"

Aku tak menjawab.

"Kematian ibumu bukan karena Leah. Wanita bodoh itu tak pernah punya keinginan membunuh ibumu. Jika kau ingin bertemu dengan pembunuh itu pergilah temui Willem, pria itu pelakunya"

"Satu lagi, aku bisa melakukan apapun jika Anna Claire membocorkan hubungan gelapku dengan ibunya, termasuk membuat nasibnya sama seperti ibumu"

Beautiful Marriage (ON GOING + REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang