Silver Ring

40 5 0
                                    

View days later....

Sejak kartu undangan itu menghantui pikiranku dan Andrew, aku mulai menghitung mundur menuju hari pernikahan itu. Bukan, bukan karena aku senang akan itu, hanya saja aku tak tahu mengapa otakku terus mengingatkanku tentang itu.

Sekarang adalah delapan hari menuju pernikahan. Tidak usah bertanya bagaimana keadaanku. Tentu saja mau gila rasanya. Hidupku semakin tidak tenang, bahkan aku kehilangan selera makanku. Apa hal yang sama juga terjadi pada Andrew? Kurasa tidak, sebab menjelang hari pernikahan ia semakin gencar menyibukkan diri dalam pekerjaannya.

Rapat di Maine, Vermont dan Rhode Island dalam waktu tiga hari adalah buktinya. Jika seluruh tubuhku dapat berbicara maka mereka akan berkeluh kesah betapa lelahnya aku menjadi sekretaris Andrew.

Malam ini aku telah terlepas dari belenggu pekerjaan itu, kembali ke kamarku yang kurindukan. Tubuhku mau remuk rasanya, tapi menjadi lebih baik saat bokongku sudah menempel di atas kasur.

"Anna"

Aku menengok ke belakang, tepatnya ke arah pintu dimana ayah berdiri. Ayah mendekat lalu duduk di sampingku.

"Ayah lupa menaruh kunci kamar lagi?" Ayah menggeleng lemah, tatapannya sendu padaku.

"Ada apa?" Tanyaku

"Tadi ayah bertemu ibumu, di kedai kopi"

Sejak pertemuanku dengan Florence beberapa hari yang lalu, aku sudah menduga ayah juga akan bertemu dengannya jadi aku tak begitu terkejut.

"Dia tak mau bertemu dengan Roz"

"Bagaimana kau....?" Ayah mengerutkan alis "Kau bertemu dengan ibumu?"

"Ya, beberapa hari yang lalu"

"Mengapa kau tidak memberitahu ayah?"

"Tidak ada gunanya"

Ayah diam sejenak, kepalanya menunduk lesu "Kau benar, tidak ada gunanya karena ia pasti akan kembali"

"Apa kau merindukannya?" Tanya Ayah

"Tidak" sahutku "Aku tak pernah merindukannya"

Sungguh, yang kuucapkan itu benar. Tidak ada rasa rindu untuknya. Untuk seorang ibu yang telah meninggalkan Roz kecil demi egonya. Mungkin ayah mengira aku berbohong tapi demi Tuhan aku tidak berbohong. Aku bahkan tak merasa kehilangannya, yang aku rasakan adalah kasihan terhadap Roz, ia tak pernah melihat wanita yang mengeluarkannya ke dunia ini.

"Harusnya pertanyaan itu kuajukan pada ayah"

"Tidak"

Lidahnya berbanding terbalik dengan hati. Ayah merindukan ibu, setiap waktu. Ayah bahkan masih mencintai ibu. Tidak ada alasan yang tepat untuk memandangi foto ibu setiap malam dan menyanyi lagu kesukaan ibu kecuali ayah masih mencintai ibu. Aku tahu itu.

"Ibumu menitipkan ini untukmu"

Tanganku menerima sebuah kotak kecil   berlapis kain hitam. Kubuka kotak itu dan kulihat sebuah cincin perak dengan bulatan hitam di tengah. Mungkin itu mata cincinnya.

"Ibumu berpesan kau harus memakainya setiap saat"

"Aku tidak akan memakainya" Aku beranjak sembari membawa cincin itu "Lebih baik kusimpan, siapa tahu Roz mau memakainya jika ia sudah besar"

"Baiklah"

Beautiful Marriage (ON GOING + REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang