Song by: Paper Kites - Bloom
Saat aku membawa Andrew keluar dari pengadilan sebenarnya aku tak punya tempat tujuan. Hanya bermodal kaki dan tekat saja, aku terus berjalan ke utara sambil tetap menggenggam tangan Andrew. Pria itu terus bungkam dengan tatapan kosong mirip zombie. Mengerikan sebenarnya, tapi ada bagusnya ia jadi tak banyak protes padaku.
Sampai pada akhirnya kami berhenti di sungai East, tempat dimana kami pertama kali pergi bersama. Kupaksa Andrew duduk bersamaku di bangku yang langsung berhadapan dengan sungai dan gedung-gedung tinggi di seberang kami. Aku benci duduk berdua dengannya tapi situasi sulit ini memaksaku untuk tetap bersamanya. Tuan iblis itu membutuhkan kehadiranku saat ini.
"Tuan..." Aku agak ragu memulai percakapan dengan Andrew sebab raut wajahnya semakin tak baik-baik saja. Aku takut dengan tatapan kosongnya.
"Apa ada yang ingin kau ceritakan padaku?" Tanyaku.
Andrew menoleh padaku "Tidak usah berpura-pura peduli padaku"
"Aku hanya bertanya, kalau kau tidak mau cerita apapun ya sudah, tidak apa-apa"
Andrew memang se-menyebalkan itu, tidak pernah bersikap manis padaku. Tadi pagi saja ia mengoceh lantaran aku terlambat lima menit menyiapkan sarapan untuknya. Sarapan harus siap pukul delapan tepat sedangkan aku baru selesai menyiapkan sarapan pada pukul delapan lebih lima menit. Hidupnya memang terlalu tepat waktu.
"Aku benci kehadiranmu disini" Ucapnya.
"Ya sudah kalau begitu aku pergi, selamat tinggal" Ketika aku hendak berdiri Andrew justru menahanku.
"Aku tidak menyuruhmu pergi"
"Tuan memang orang aneh," aku kembali duduk di sampingnya "Tuan benci kehadiranku tapi tuan tidak mau aku pergi. Tuan ini maunya apa sih?"
"Duduk saja"
Tidak ada yang kami lakukan disini, hanya diam sambil menatap lurus gelombang kecil dari sungai. Aku melirik Andrew sekejap, ia tak bergerak sama sekali. Bahkan angin pun tak dapat mengusik diamnya.
"Aku tahu kau tidak ingin aku tahu apapun tentangmu. Tapi setidaknya jika kau ingin seseorang ada saat kau merasa tak nyaman, aku adalah orang yang tepat untuk kau berkeluh kesah"
"Kau tidak kubiarkan masuk dalam hidupku, Anna"
"Aku tahu," jawabku "Aku hanya berusaha menjadi seseorang yang berguna untukmu"
Aku tak berhenti sampai di situ.
"Kita sudah menikah, kita hidup bersama dan itu artinya seumur hidup kau akan menghabiskan waktumu bersamaku. Tidak mungkin selama itu kau hanya menganggapku sebagai pajangan saja, itu akan sia-sia"
"Mengapa kau sangat percaya diri bahwa kau adalah orang yang tepat saat aku merasa tak nyaman?" Tanya Andrew.
"Karena aku adalah istrimu" Sahutku lirih "Tuan Alex bilang aku adalah orang yang paling dekat denganmu saat ini, jadi mau tak mau aku harus menjadi orang yang tepat untukmu"
"Saat ini?" Tanya Andrew.
"Iya, saat ini. Atau kau ingin aku dekat denganmu sampai kapanpun?" Sungguh, aku bukannya merasa percaya diri tapi aku melihat pipinya memerah.
Andrew menatapku jengah.
"Aku bercanda" Tawaku sangat kaku lantaran terpaksa. Sesaat setelah itu aku justru dirundung canggung. "Hm, kalau aku tidak boleh pergi... Apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Terserah"
Dan lagi-lagi hembusan angin mendominasi situasi menggantikan suara kami. Angin siang hari ini tak begitu ramah meski matahari seutuhnya menampakkan diri. Mantelku berbahan tebal tapi dingin masih dapat menembusnya sehingga aku harus memeluk diriku sendiri. Sudah dapat kupastikan setiap musim semi mencapai puncak dinginnya perutku mudah sekali berdemo minta makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Marriage (ON GOING + REVISION)
FanficAnna Isabella Claire tahu, hidup dalam pernikahan tidak semudah yang dibayangkan. Tetapi mimpi pernikahan indah yang ia bangun terus menjulang. Anna ingin menikah, menghabiskan sisa hidupnya bersama belahan jiwa dan mungkin keturunan yang lucu dan c...