rumor

81 11 3
                                    

" Kurasa berita itu benar! "

Aku sampai tersedak saat menyedot Frappuccino milikku. Aku selau dibuat kesal okeh tingkahnya yang kadang memalukan itu. Tak bisakah Jessy menghilangkan kebiasaannya ketika sedang menduga sesuatu? Menggebrak meja benar-benar membuat jantungku ingin mendobrak dari tubuhku, ia tak ada bedanya dengan ayahku.

" Berita apa? " Tanya Jack, pria tampan yang seperti berdarah Balkan itu terpancing rasa penasarannya. "Kudengar bahwa kedua anak Josh Willburg bertengkar hebat karena memperebutkan aset perusahaan ini" Kata Jessy penuh keyakinan "Maksudmu, Jordan Willburg dan Direktur baru kita, Drew Taggart? "

Jessy mengangguk cepat.

" Mereka adu fisik, bahkan saling menembak sampai mereka koma di rumah sakit selama beberapa minggu"

" Dan akhirnya Mr. Taggart yang berhasil mendapat aset perusahaan ini? " tanya Jack, Jessy mengangguk lagi.

" Lalu bagaimana dengan nasib Jordan Willburg setelah kejadian itu? " Tanya Jack, oh sungguh mereka penggosip yang handal, mungkin jika ada perlombaan menggosip internasional mereka akan menjadi pemenang.

Aku hanya diam, sama sekali tak tertarik dengan pembicaraan mereka meskipun aku mendengar setiap kata yang ketika ucapkan.

" Yang kudengar Jordan pergi ke Korea Selatan mengurus perusahaan milik Mr. Willburg yang lainnya, tapi sayang perusahaan itu tidak berkembang pesat seperti perusahaan ini"

Korea Selatan,

Tujuh tahun yang lalu aku berharap bahwa aku tidak akan pernah mendengar nama negara itu lagi. Bukan karena aku membencinya. Justru aku senang tinggal disana, negara itu sangat indah. Tapi ada secarik luka yang tersimpan di hatiku saat mendengar nama negara itu. Di negara itu, tempat pertama aku menghirup udara bumi, sekaligus tempat pertama yang membuatku sangat sakit.

Ia saksi bisu kepergian ibuku.

Ibu pergi bersama kekasihnya setelah ayah memergokinya sedang bercinta dengan kekasihnya di sebuah hotel. Meninggalkan aku dan Roz yang masih berumur satu bulan saat itu.

Dan sekarang aku bahkan tidak tahu apakah ia masih hidup atau sudah mendiami neraka.

" Korea Selatan? Bukankah itu negara tempatmu lahir, Anna? " tanya Jack

Aku hanya mengangguk.

" Pasti sangat menyenangkan tinggal disana" Kata Jessy, ya dia memang benar, tinggal di negeri ginseng sangat menyenangkan. Itu dulu bagiku.

" Tapi sungguh, Mr. Taggart sangat tampan dan berkharisma, tak ada pria yang kukira bisa menandingi dua hal itu dari dirinya "

" Ada" Kata Jack " Siapa? " Tanya Jessy, aku pun ikut memperhatikannya.

" Aku"

Oke, lupakan Jack dengan segala kepercayaan dirinya yang sangat tinggi.

" Tapi kenapa nama belakang Andrew bukan Willburg?"

" Entah" Jessy mengangkat kedua bahunya.

Kuhabiskan mac n cheese yang ku pesan tadi dan hendak pergi ke mesin kasir. Seseorang yang baru saja dipuji ketampanannya oleh Jessy membuka pintu masuk kantin. Layaknya selebriti internasional, setiap langkahnya diikuti oleh tatapan kagum para karyawan, terutama wanita.

Tapi tunggu, arah jalannya menuju tempat dimana aku berdiri.

Dan ketika ia tepat dihadapanku.

" Temani aku berkeliling kantor ini" Ucapnya. Aku ternganga di depannya, entah raut wajahku seperti apa buruknya. Kurasa Jessy dan Jack sama persis denganku.

" Apa kau punya masalah dengan cara kerja otakmu, nona Claire? " Tanya Drew "Kau seperti gadis idiot"

Lihat betapa menyebalkan si manusia kaku itu.

" Eh... Maaf" Aku segera menyadarkan diri dari lamunanku. " Temani aku" Ia pun melangkah, aku baru satu langkah akan mengikutinya tapi ia justru berbalik badan, nyaris saja aku menabrak dadanya.

" dan kau nona Moore, sekarang siapkan berkas keuangan yang aku minta untuk rapat minggu depan"

" Baik, Mr. Taggart "

Drew berbalik lagi, aku menyingkir sedikit agar hidungku tak menabrak dadanya, yang kuyakin itu bukan terdiri dari daging dan kulit, tetapi serangkaian besi.

Aku dan pria itu keluar dari kantin, tentu saja sebagai bawahan aku berjalan di belakangnya.

Sudah berselang lima menit, dan tak ada perbincangan di antara kami. Aku hanya membuntut di belakangnya dan ia sibuk melihat-lihat seisi kantor ini, bersapa ria dengan para karyawan, meskipun itu tidak pantas disebut sapaan karena ekspresi wajahnya yang kaku dan sangat fakir senyum.

Ia seolah sedang menginterogasi orang-orang.

CEO baru ini tampaknya hanya pencitraan saja, bisa kupastikan itu dari raut wajahnya.

20 menit setelah kegiatan basa-basi itu akhirnya Andrew kembali ke ruangannya. Aku tersenyum senang karena akhirnya telapak kakiku yang terbungkus high heels 7 senti ini kembali mendapat sirkulasi udara. Bayangkan saja, seharian kau bekerja di perusahaan besar dengan jam kerja yang padat dan seorang karyawan perempuan harus memakai high heels seharian, sangat melelahkan!

Tapi tunggu, dimana meja kerja ku?

" Nona Claire, mulai sekarang meja kerjamu berada di ruangan putraku" Kata Mr. Willburg

Berakhirlah hidupku.

Beautiful Marriage (ON GOING + REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang