Menjadi kepala perusahaan memang bukan impian seorang Andrew Taggart, ia amat ingin lepas dari status yang membuatnya terpenjara dan tersiksa itu. Tapi mengapa ia terlihat sebaliknya begitu impiannya menjadi nyata?
Hari ini, entah bagaimana caranya, Jordan berhasil menggantikan posisi Andrew sebagai direktur utama di perusahaan ini. Andrew harusnya senang dengan ikut bersorak menyambut Jordan bersama staff lain yang tampaknya terpaksa begitu sebab mereka bingung dengan berita ini.
Tapi mengapa Andrew tidak bahagia?
Wajahnya datar seperti biasa dan bibirnya terkunci rapat. Tubuhnya pun tak bergerak banyak. Tapi di balik semua itu tersimpan pikiran yang tak bisa kupahami hanya dengan menatap.
"Aku harap kalian bisa bekerja lebih baik lagi dibawah kepemimpinan putra keduaku"
Sorot mataku beralih pada sumber suara. Tertangkap disana Josh Willburg berdiri di depan podium dengan raut tak berbeda dengan Andrew. Aku meskipun duduk pada bangku aula paling belakang dapat melihatnya dari layar besar yang memang sengaja dipasang.
Jordan maju ke podium setelah Josh menginstruksi. Wajah sumringah, senyum mengembang, dan tampilan penuh keyakinan darinya seolah ingin membuktikan ia akan diterima baik oleh kami sebagai para bawahan.
"Senang bertemu dengan kalian, seperti yang ayahku katakan aku berharap kalian dapat bekerja lebih baik di bawah pimpinanku. Kita akan menjadi tim terbaik dalam memajukan perusahaan ini" ucap Jordan
"Dan untuk kakakku" Jordan menoleh ke belakang, tepatnya pada Andrew "Aku menang"
Lihat, kesombongan Jordan mulai menyebar disini. Menyebalkan.
"Hahaha, aku bercanda. Terimakasih telah membimbingku dan mempercayaiku untuk menggantikan posisimu. Aku tahu aku mungkin tidak akan bisa sehebat dirimu tapi aku akan berusaha melakukan yang terbaik disini"
"Dan untuk Anna Willburg, selamat datang di kehidupan dunia kerja kita. Kuharap kau juga bisa bekerja baik untukku seperti saat kau bekerja untuk suamimu Andrew Taggart"
Kini semua mata memberi tatapan padaku dengan raut terkejut. Sesaat setelah itu kebisingan mengandung puluhan opini kurasa mulai merebak mengisi aula ini. Aku tidak peduli reaksi mereka sebab seluruh aspek yang ada pada diriku hanya berpusat pada Andrew, suamiku yang sedang tak baik-baik saja.
Aku berjalan diantara para karyawan untuk menghadap Jordan sama seperti yang kulakukan saat pertama kali menghadap Andrew. Semakin aku mendekat hati dan pikiranku semakin berantakan karena aku melihat jelas tatapan kosong Andrew, ia begitu hampa.
"Senang bertemu dengan anda, tuan Jordan Willburg" ucapku pelan padanya "Senang bertemu dengan kekasih ibuku. Apa kau punya rencana menikah dengan ibuku dan aku akan menjadi anak tirimu?"
"Satu hal yang harus kau pahami sebagai seorang sekretaris, nyonya Willburg" Jordan sedikit mendekatkan wajahnya padaku "Tidak gegabah dalam berucap"
"Satu hal yang harus kau pahami tuan Willburg, apapun yang kau lakukan dengan ibuku tidak berpengaruh dalam hidup keluargaku, jadi apapun yang terjadi antara kau dan ibuku jangan pernah libatkan keselamatan keluargaku, aku bisa bertindak diluar dugaanmu"
******* ********
"Tuan Andrew"
"Tinggalkan aku sendiri"
Bagiku larangan adalah perintah, tidak adalah iya. Aku bertahan disini, di ruang kerja kami, berdiri di belakang Andrew yang tengah terpaku murung menghadap bentangan gedung-gedung pencakar langit dari kaca.
Sinar matahari begitu silau, tapi dengan itu aku bisa melihat wajah Andrew melalui pantulan yang tercipta darinya. Masih ada kegelapan disana.
"Berikan alasan atas sikap dan persaanmu saat ini"
"Memberimu hanya akan mengacaukan semuanya" Kata Andrew
"Kau benci pekerjaanmu tapi begitu kau lepas dari itu kau tidak menunjukkan rasa senang, jelas ada alasan atas itu"
"Tidak perlu bersikap sok pahlawan untuk orang lain, kau bukan siapa-siapa di dunia ini"
Aku marah mendengar ucapan jahatnya, namun yang kulakukan bukan pergi meninggalkannya tapi justru tanganku menarik paksa lengannya hingga ia tak seimbang dan jatuh pada pelukanku.
"Aku memang bukan pahlawan, aku hanya seseorang yang harus memberi pelukan ketika Andrew Taggart hancur"
Sepertinya ucapanku adalah sebuah mantra yang menyihir gerak Andrew. Ia tak berontak sedikitpun. Wajahnya bersembunyi aman di pundakku dan kedua tangannya melingkar erat pada pinggangku. Sebagai balasannya, aku merengkuh tubuhnya. Satu tanganku mengusap lembut rambut coklat gelapnya.
Ia seperti telah menemukan titik nyaman pada diriku. Bagiku ini cukup melegakan.
"Hanya ini yang bisa kulakukan untukmu" ucapku
"Ini cukup bagiku" suara Andrew terpendam eratnya pelukan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Marriage (ON GOING + REVISION)
FanfictionAnna Isabella Claire tahu, hidup dalam pernikahan tidak semudah yang dibayangkan. Tetapi mimpi pernikahan indah yang ia bangun terus menjulang. Anna ingin menikah, menghabiskan sisa hidupnya bersama belahan jiwa dan mungkin keturunan yang lucu dan c...