Song by: Novo Amor - Keep Me
Drew's POV
Malam begitu gelap, sangat gelap. Entah kemana bintang-bintang malam ini. Ia sepi tanpa rembulan dan serbukan cahaya-cahaya itu. Membuat jalanan sedikit hampa terlebih tak banyak kebisingan disini. Tapi kurasa bukan hanya malam yang gelap, ada satu lagi.
Hati Anna Claire.
Gelap itu membungkam bibirnya, menciutkan tingkahnya, dan menghilangkan kegembiraannya. Aku tahu ia tidak baik-baik saja. Kami berjalan pulang dengan susana kaku.
Sebenarnya menyenangkan tak mendengar suara dan tak melihat tingkah aneh dari wanita ini. Harusnya pikiranku damai. Tetapi melihat kebungkamannya berbeda membuat hatiku terasa berat, seperti aku ikut merasakan sakitnya.
Aku tak tahu mengapa diriku menjadi seperti ini. Terjebak bersama Anna Claire membuatku terseret dalam arus hidupnya. Mungkinkah sebab aku adalah suaminya?
"Kau menangis" Aku memecah kekakuan ini dengan dua kata itu. Aku tidak mengarang, aku meliriknya dan menangkap matanya tengah menitihkan air mata, ditambah sesenggukan kecil dari bibirnya.
"Aku tidak menangis" Ucapnya sambil mengusap air matanya. "Aku hanya mengeluarkan air mata"
"Tidak ada bedanya, bodoh"
Tiba-tiba Anna berhenti melangkah, aku pun ikut berhenti sebab tangannya menahan mantelku.
"Ada apa?" Tanyaku
"Dingin" Kulihat kedua kakinya telanjang tak beralas. Jari-jarinya bergulat kedinginan meminta perlindungan.
"Kau meninggalkan sepatumu lagi" Kurasa selain buang air besar dan makan banyak, Anna punya kebiasaan meninggalkan sepatunya di tempat umum.
"Aku tak sadar meninggalkan sepatuku di tempat tadi" ucapnya sedikit menekan.
"Kau ini bukan Cinderella" ucapku
"Memang, tapi begitulah aku. Sering meninggalkan sepatuku"
Kalau sudah begini mau tidak mau aku harus menggendongnya. Kutarik tubuhnya agar menempel pada punggungku lalu kuangkat kedua kakinya.
"Lepaskan aku" Ucapnya.
"Jangan banyak protes"
Aku berjalan pelan sebab tubuhku kembali mendapat beban dari tubuh Anna. Secara tidak sengaja kami mengulang kejadian yang sama dimana aku menggendong Anna sebab sepatunya tertinggal di malam hari, juga perasaan sedihnya. Tapi kurasa sedihnya kali ini berbeda.
Aku berjalan sembari melihat pertokoan barangkali ada toko sepatu yang masih buka di malam hari yang dingin ini. Sayang sekali aku belum menjumpainya.
"Tuan" panggil Anna "Jika aku adalah Cinderella lalu siapa pangerannya?"
"Entah" jawabku singkat.
"Tidak mungkin Daren"
"Kau bisa merusak hubungan Daren dengan wanita itu jika Daren menjadi pangeranmu"
"Kau benar" Anna menyembunyikan wajahnya pada tengkukku, dapat kurasakan hembusan nafasnya yang hangat.
"Tapi aku tidak bisa melupakan Daren"
Hatiku mencelos tiba-tiba bersamaan dengan air mata Anna membasahi tengkukku, juga sesenggukan kecil dari bibirnya. Anna sungguh menyeret hatiku ke dalam rasa sedihnya. Apa yang harus kulakukan untuknya?
Aku tak pandai menenangkan tangisan seseorang, tak ada yang bisa kulakukan selain tetap membiarkan air matanya mengalir sesukanya. Lagipula tak pernah ada yang menangis saat bersamaku kecuali wanita ini. Aku sungguh tak mengerti apa yang harus kulakukan.
Aku terus berjalan dan Anna tetap dengan tangisannya. Sesungguhnya aku terganggu dengan tangisannya tetapi hatiku menyuruhku agar berbelas kasih padanya, biarlah Anna melewati malam ini dengan air mata dan aku tak perlu menambah kesedihannya dengan rasa kesalku. Anna memang harus melewati kenyataan berat ini, baik baginya untuk segera tahu apa yang harus ia hadapi.
Semakin ia tahu, semakin kuat jiwanya untuk menyerap segala derita yang tercipta untuknya, begitu bukan?
"Ini... ini memalukan" Ucap Anna sambil mengatur nafasnya. Suaranya terdengar berat sekali. "Harusnya aku tak boleh merindukannya, bukan?"
"Iya" jawabku seadanya
"Aku tak mau menjadi egois karena aku tak bisa melupakannya?"
"Apa hubungannya antara egois dan tak bisa melupakan mantan kekasihmu?" Tanyaku. Anna diam sebentar sebelum menjawab pertanyaanku.
"Jika aku merindukan Daren dan semakin merindukannya setiap saat maka hatiku bisa menjadi liar, aku akan berusaha membuat Daren menjadi milikku lagi dan itu akan membuat kekasihnya terluka. Aku akan menjadi egois dengan menghancurkan hubungan mereka demi kesenanganku, itu sangat kejam tuan"
Sepanjang hidupku bersama Anna baru kali ini aku setuju dengan ucapannya. Anna benar, hati yang liar bisa melukai perasaan orang lain.
"Apa yang harus kulakukan?" Tanya Anna lirih.
Pertanyaan itu lalu kujawab "Sebenarnya aku punya saran yang baik, gantunglah dirimu dan hidupmu berakhir"
Tak ada respon Anna atas saranku yang menjengkelkan, ia justru diam seperti tengah menunggu kata-kata lain dariku.
"Semuanya akan berakhir, kau juga akan berakhir. Tetapi kau berakhir sebagai seorang pengecut" Ucapku berlanjut.
"Aku tidak mau menjadi pengecut"
"Maka dari itu setidaknya kau harus tetap bernafas meski kau tak bisa berbuat apapun di dunia yang menyebalkan ini" kataku
"Tapi ini menyakitkan dan tidak adil. Daren yang selingkuh tapi aku yang sangat tersakiti"
"Begitulah dunia" Aku kembali menimpali curahan hatinya "Terkadang tidak peduli seberapa menderitanya dirimu, ia lebih berpihak pada orang yang menyakitimu"
Memang benar 'kan? Terkadang dunia tidak peduli. Ia membiarkan derita terus meluap dan luka mendominasi hidup manusia. Itulah sebabnya manusia tak bisa mengendalikan seluruh aspek dalam hidupnya, dunia tak selamanya menjadi kawan manusia.
Aku tak tahu apakah Anna setuju atau tidak dengan pernyataanku, ia hanya diam. Mungkin ia sedang mencerna ucapanku tadi.
Setelah sekian lama aku melangkah bersama wanita ini, akhirnya sampailah kami di tempat dimana aku memarkirkan mobilku. Kubuka pintu kanan depan untuk Anna, mendudukkannya lalu memasangkan sabuk padanya. Aku melakukan itu sebab Anna tak dapat melakukannya sendiri.
Ia tertidur lelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Marriage (ON GOING + REVISION)
Fiksi PenggemarAnna Isabella Claire tahu, hidup dalam pernikahan tidak semudah yang dibayangkan. Tetapi mimpi pernikahan indah yang ia bangun terus menjulang. Anna ingin menikah, menghabiskan sisa hidupnya bersama belahan jiwa dan mungkin keturunan yang lucu dan c...