Tragedi

66 5 0
                                    

Setahuku, berdasarkan pengalaman teman-temanku, satu hari sebelum pernikahan adalah hari yang sangat menyibukkan pikiran dan tenaga, orang-orang yang terlibat mengatur dekorasi yang akan dibawa ke tempat pernikahan, makanan, dan kostum pengantin untuk resepsi. Aku membenarkan cerita mereka sebab hari ini, tanggal 12 September, aku sedang merasakannya. Keluarga besar ayahku sibuk mengatur ini itu. Terlebih kakak sepupuku, Orla, yang tinggal di Dublin, sibuk memilih mahkota pengantin yang ia pesan dari temannya. Keluarga besar ayahku menyebalkan, mereka selalu ingin terlibat dalam acara pernikahan seseorang seolah mereka yang akan menikah.

Kesibukan-kesibukan itu terjadi di rumahku.

Semuanya yang terjadi padaku hampir mirip dengan cerita teman-temanku, tapi ada satu hal yang bertolak dengan cerita teman-temanku. Mereka tidak bercerita bahwa sehari sebelum menikah si pengantin pria mengajari pengantin perempuan bahasa perancis, mereka juga tidak bercerita bahwa mereka harus dipaksa latihan berlari oleh pengantin pria di lapangan basket saat malam hari sedang berada dalam puncak dinginnya.

Dua hal konyol itu tidak ada dalam cerita mereka.

"Biarkan saya istirahat, sepuluh menit" Aku setengah mati mengatur nafas setelah berlari mengitari lapangan enam kali tanpa henti. Kurasa Andrew sengaja ingin membuatku mati dengan cara seperti ini agar esok hari ia tak perlu mengucapkan janji suci di atas altar, tapi  mengucapkan kata duka di depan peti mati.

"Baiklah, tapi ulang apa yang tadi aku ajarkan padamu"

Atas ijin dari manusia batu itu aku meleburkan diri di atas lantai, kemudian pikiranku menulusuri ingatan-ingatan kosa kata yang Andrew ucapkan.

"Bonjour, je m'appelle Anna"

"Huruf j dalam kata 'bonjour' harus dilafalkan 'zh', jangan samakan lidah orang perancis seperti lidah kita"

"Iya, baiklah, terserah apa katamu" Ucapku menahan amarah.

"Lanjutkan"

"Je Suis de New York"

Aku berhenti sebentar, kembali mengobrak-abrik memori dalam otakku. Ya Tuhan, aku lupa kalimat selanjutnya.

"Ayo, Anna"

"Tunggu sebentar aku sedang mengingatnya"

"Je suis secrétaire dans l'entreprise de Mr Taggart

"Apa kau pernah mendengar orang berbicara bahasa perancis?" Tanya Andrew

"Pernah, dalam film" Ucapku datar "Ada satu adegan dimana seorang perempuan keturunan raja berbicara pada kekasihnya menggunakan bahasa itu"

"Apa pendapatmu tentang aksen mereka?"

"Terdengar asing bagiku, mereka menucapkan huruf 'R' tidak jelas, seperti akan meludahi lawan bicara"

"Memang seperti itu. Kau mungkin akan bingung ketika menjumpai mereka sedang berbicara bahasa perancis"

"Tentu saja, aku tidak pernah ke Perancis dan tidak bisa bahasa Perancis" sahutku sembari memijat betis kanan.

"Meskipun begitu, faktanya di lingkungan Eropa bahasa Perancis menjadi bahasa kedua yang paling banyak dipelajari di Vatikan, Luxemburg, Swiss dan Monako. Bahkan beberapa orang menganggap bahasa Perancis itu bahasa seksi"

"Tuan Andrew" Panggilku padanya, ia pun menoleh padaku.

"Ada apa?"

"Apa maksudmu melakukan semua ini?"

"Langsung pada intinya, aku tak mengerti maksudmu"

Aku menghela nafas dalam-dalam lalu kutatap Andrew serius.

Beautiful Marriage (ON GOING + REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang