3. Reason

80 14 7
                                    

“Ah, begitu.” Luusi mengangguk. “Terima kasih, Mr. Jackson.”

Mrs. Ertania tersenyum. “Selamat menempuh lembar baru, Nona Lancaster.”

Keduanya ke luar dari ruangan. Luusi tertegun saat lantai dua lebih ramai saat ini. Meski begitu, ruang untuk menyeleksi kelas tidak akan kekurangan atau mengantre. Ia pun menunggu di depan lift, saat ingin masuk, Luusi sekilas melihat seseorang yang ia kenal. Apakah itu dia?

Mr. Jackson membawa calon murid baru menuju lantai satu, mereka akan berpisah di sini karena besok sesi pembukaan oleh kepala sekolah. Hari ini cukup sibuk karena banyak calon murid yang harus menentukan kelas. Bagi calon siswa yang sudah mendapat kelas, diperbolehkan beristirahat.

“Nona Luusi, kau bisa menuju asrama saat ini. Rangkaian acara hari ini sudah selesai, jika kau butuh sesuatu pakai alat ini untuk menghubungiku.” Mr. Jackson memberi cip pada Luusi.

Luusi memegang dua buah cip berbentuk seperti bunga mawar hitam berduri yang melingkari daun telinganya. Mr. Jackson memberikan cermin kecli, saat Luusi melihat cip tersebut sudah terpasang di telinga, ia tersenyum. “Apa fungsi benda ini?”

“Saat ingin menghubungi, gunakan benda ini. Suaramu akan terdengar olehku, tidak hanya berbicara denganku, kau bisa berbicara pada siapa saja sesuai keiginan melalui cip ini,” jelas Mr. Jackson.

Diam-diam Luusi tersenyum senang. Baru saja ia masuk ke sekolah ini, tetapi sudah diberikan benda unik. Jika di negerinya, tidak ada benda semacam cip. Kalau pun ada pasti dijual dengan harga tinggi. Kalzar Academy memang berbeda!

Mr. Jackson memeriksa kartunya, ia memiliki tugas lain. Namun, tak mungkin membiarkan anak didiknya mencari asrama sendiri. Kalzar Academy tidak sesederhana itu, salah jalan bisa saja tersesat ke pilar lain. “Sebaiknya kuantar menuju asrama. Mari.”

Luusi mengekori Mr. Jackson dari belakang. Ia pikir lantai satu hanya tempat untuk berlalu-lalang, ternyata di tengah lantai ini terdapat suatu lapangan cukup luas, bahkan kursi penonton tidak kalah banyak. Ia melihat kereta kuda beterbangan menuju suatu tempat dari jendela besar di lantai satu, setelah mengantar calon murid baru. Saat keluar dari Main Hall, Luusi disuguhi pemandangan pilar besar menjulang tinggi. Biru serta putih menjadi warna bagian luar bangunan tersebut.

Asyik memperhatikan bangunan besar itu, Luusi tertinggal Mr. Jackson. Mereka berjalan melintasi taman bunga di sekitar Main Hall. Murid senior berlalu-lalang menggunakan seragam, bahkan terbang dengan sayap. Luusi jadi iri, ia juga ingin terbang meski tidak memiliki sayap sekali pun.

“Mungkin ada yang ingin kau tanyakan, Nona Lancaster?” tanya Mr. Jackson.

Kini, mereka melewati jalan setapak dengan daun berguguran di sisi kanan-kiri. Beberapa papan pengumuman terbuat dari kayu dan kaca memuat sebuah informasi, Luusi hanya membaca sekilas jika informasi di sana berupa peringkat atau ekstrakulikuler siswa. Ternyata, mereka hanya melewati pilar dengan kristal hijau di tengah. Ah, sayang sekali. Kupikir akan ke pilar itu.

”Kita pergi ke asrama, tetapi di mana tempat itu?” tanya Luusi heran. Mereka sudah berjalan sekitar lima belas menit, hanya saja belum sampai. Ia ingin segera melihat kamarnya, sedikit tidak sabar. Kesempatan Luusi karena belum ada teman sekamar yang datang.

Mr. Jackson tersenyum tipis. Anak didiknya ini sungguh bersemangat. “Kau lihat pilar dengan kristal biru muda di tengah?” tunjuknya.

“Tentu saja! Pilar itu sungguh besar, jelas saja terlihat!” balas Luusi bersemangat.

“Pilar itu bernama Pilar Satu, gedung asrama laki-laki dan perempuan menghimpit bangunan ruang makan disertai dapur. Ada pertanyaan?”

Luusi cukup memahami maksud Mr. Jackson. Kenyataan Kalzar Academy begitu luas, bahkan untuk pergi ke asrama saja hampir setengah jam. Pantas saja para senior menggunakan benda ajaib atau sayap untuk pergi ke suatu tempat. Tidak di udara atau darat, sekolah ini begitu ramai. Luusi baru menginjakkan kaki di pilar satu.

Bidder Flower [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang