4. Poison

78 12 0
                                    

Mata Luusi begitu cerah, perasaanku tidak enak. Galea melirik temannya, melihat mata secerah matahari membuat ia takut. Ia pernah mendengar informasi jika cahaya pada mata memiliki emosi tak terkendali, entah apa maksudnya. Galea harap tidak ada kejadian merugikan nanti.

Keduanya memasuki gedung sekolah menuju Room Absen. Pagi ini cukup ramai oleh kedatangan siswa baru, belum lagi para senior tingkat 1 dan 2. Sebelum masuk ke kelas, wajib bagi murid Kalzar Academy absen di ruang khusus. Tidak ada lagi guru yang memanggil nama siswa satu per satu saat di kelas, absen dilakukan secara otomatis di Room Absen.

Galea berdecak kagum melihat Room Absen, tempat ini seperti padang bunga. Pohon besar tumbuh sekitar sepuluh, ditambah rumput dan bunga liar tumbuh menggantikan lantai. Galea pikir Room Absen ruangan kecil, tetapi masuk ke dalam begitu luas. “Luusi! Ayo kita absen!”

“Ya.” Luusi mengangguk pelan.

Keduanya menuju salah satu pohon, Galea melirik ke kanan-kiri. Setelah memahami cara melakukan absen dari beberapa siswa, ia mengangkat kartu di depan batang pohon. Secara otomatis muncul data berupa jadwal siswa selama enam bulan ke depan. Galea meringis saat ada catatan kosong  untuk pelanggaran dan deteksi otomatis jika bolos. “Sekolah ini sungguh ketat penjagaan!” Ia melirik Luusi. Namun, Gadis itu hanya menatap batang pohon tanpa absen. “Luusi! Kau baik-baik saja?”

“E-eh?” Luusi menunduk, ia agak bingung. Kemudian menoleh pada Galea. “A-aku tidak apa-apa.” Setelah, meyakinkan temannya. Luusi absen sesuai arahan Galea. Perasaanku tidak enak, ada apa ini.

Luusi dan Galea menuju kelas, setelah absen. Mereka memiliki kelas yang sama, yaitu Fantasy Class 1B. Seluruh kelas pada tingkat satu hampir terisi penuh oleh murid baru, cukup ramai dan berisik. Memasuki Fantasy Class 1B, keduanya mengambil tempat duduk di dekat jendela. Kelas ini cukup tenang daripada kelas  1A, 1C, 1D, dan 1E. Walau jumlah satu kelas tiga puluh orang, selalu ada ruangan berisik dan tenang.

Seorang remaja werewolf datang, ia tengah mencari tempat duduk. Matanya menyipit saat melihat gadis berambut merah tengah menatap ke luar jendela. Ia mengenali gadis itu. ”Luusi.”

“Eh?”

“Kau Luusi, kan?”

Sementara Luusi terkejut melihat teman lamanya. “Kau sedang apa di sini, Alard?”

“Room Absen memberitahuku jika kelasku di sini. Kau juga masuk kelas ini?”

“Ya, begitulah.”

Alard pun duduk di depan Luusi. Tak lama seorang guru datang berambut putih datang. Seketika semua murid duduk, sudah tiga puluh siswa mengisi bangku yang disediakan. Beberapa menit terjadi keheningan sampai ia berkata, “Selamat pagi!”

“Selamat pagi!” jawab seluruh murid antusias.

“Sebelum melakukan perkenalan, kuucapkan selamat datang di Kalzar Academy. Sekolah ini menjadi rumah kedua bagi kalian, tidak perlu sungkan meminta bantuan para guru untuk melatih kekuatan kalian.” Ia tersenyum. “Perkenalkan, namaku adalah Mr. Calden Xerapine. Panggil saja Mr. Xerapine. Ada pertanyaan?”

Beberapa anak berbisik melihat penampilan Mr. Xerapine, guru ini menggunakan pakaian rapi seperti orang kerajaan. Mereka segan untuk bertanya. Sementara, Mr. Xerapine tersenyum tipis memahami pandangan para murid.

“Jangan melihat bagaimana diriku berpakaian. Baju ini meski terlihat bagus, diriku hanya tukang tempa sejata, bukan asli sihir atau sebagainya.”

Para murid saling tatap, kemudian tersenyum. Satu per satu mulai bertanya. Setelah, sesi perkenalan Mr. Xerapine pamit undur diri, guru ramuan akan segera masuk ke Fantasy Class 1B. Tak lama terdengar entakan sepatu. 

“Selamat pagi!”

Luusi menoleh, ia kenal suara tersebut. “Mr. Jackson?”

“Setelah sesi perkenalan dengan Mr. Xerapine, selanjutnya kalian belajar ramuan di kelasku. Sebelum itu, perkenalkan namaku adalah Mr. Jackson. Ada pertanyaan?”

Seorang murid bangsa Wizard mengacungkan tangan. “Apakah di kelas ramuan ini harus bisa menciptakan ramuan sendiri?”

“Tentu saja. Kalian akan belajar memahami dasar pembuatan ramuan, kemudian menciptakan ramuan sendiri dengan khasiat serta bahan-bahan yang ada di laboratorium. Ada pertanyaan lagi?” Mr. Jackson melihat Luusi duduk di dekat jendela.

Alard mengangkat tangan. “Apakah ada ramuan yang dilarang untuk digunakan?”

Mr. Jackson mengangguk. “Tentu saja ada. Tidak semua ramuan memiliki khasiat sesuai keinginan. Beberapa bahan mengandung racun, sehingga dilarang penggunaannya. Di laboratorium nanti akan kuberitahu apa saja bahan beracun.”

“Baik, Mr. Jackson!”

Mr. Jackson menyuruh para murid berganti pakaian khusus memasuki laboratorium. Mereka ke luar kelas menuju laboratorium di timur laut. Terdapat jalan setapak yang ditumbuhi pohon besar, barulah sampai di gedung laboratorium. Lantai satu khusus murid tingkat 1 praktek, mereka pun berganti pakaian di ruang ganti.

Luusi mengganti pakaiannya dengan jas laboratorium bewarna putih, kemudian menyimpan jubah di loker. Tidak perlu membawa peralatan apapun, kecuali alat menulis. Galea segera menarik Luusi selepas berganti pakaian. Keduanya memasuki ruang laboratorium.

“Wah! Tempat ini luas sekali!” pekik Galea tertahan. Ia melihat peralatan serta meja untuk praktik berjajar rapi di dalam ruangan. Rak besar berjumlah belasan menempel di dinding, terdapat cairan, serbuk, bahan yang sudah dikeringkan, dan lainnya di rak. Sebuah kastil berada tepat di samping laboratorium, tempat itu digunakan untuk memelihara tanaman.

Mr. Jackson tiba di ruangan, ia sudah membagi siswa per kelompok. Kemudian, menyebutkan semua nama kelompok. Setelahnya, Mr. Jackson berdiri di depan kelas untuk menjelaskan dasar pembuatan ramuan. “Baiklah, perhatikan penjelasanku dengan baik. Jika ada yang kurang memahami bisa bertanya.”

“Pertama, kalian perlu menyiapkan perlatan praktik, seperti lumpang, alu, bahan mentah, dan tabung reaksi. Jika sudah, ambil buku cokelat di masing-masing meja, kemudian lihat komposisi pembuatan ramuan penyembuh. Setelah itu, kumpulkan bahan mentah. Kalian bisa mengambil bahan mentah berupa serbuk atau apapun di rak. Barulah gerus bahan mentahnya, lalu campur dengan air. Ada pertanyaan?”

Galea mengangkat tangan. “Maksudnya air itu … air biasa atau bagaimana Mr. Jackson?”

“Air suci, jika kalian mencampur air suci dengan bahan mentah yang sudah dihaluskan, maka perubahan warna atau tekstur akan terlihat. Jika warna tidak sesuai buku panduan maka dinyatakan gagal, tetapi dikatakan berhasil apabila warna yang dihasilkan sesuai. Penyebab kegagalan menciptakan ramuan bisa karena terlalu banyak air suci atau bahan mentah, intinya kedua bahan harus seimbang.”

Para murid mengangguk, paham. Mereka mulai mengerjakan ramuan penyembuh. Meski dibagi per kelompok, pembuatan ramuan tetap sendiri-sendiri. Kelompok hanya berfungsi meletakkan siswa dalam satu meja sekitar lima orang.

Luusi membuka buku panduan, ia melihat komposisi ramuan penyembuh. Bahan serbuk bunga Fius, akar Camberra, dan air suci. Ia segera mencari akar Camberra di rak, setelah satu menit barulah Luusi mengambil tiga akar, kemudian digerus sampai halus. “Selanjutnya, serbuk bunga Fius.”

“Ketemu!”

Bahu Luusi lemas seketika saat serbuk bunga Fius habis. Ia segera mencari ke rak lain, tak lama Luusi mendapatkan serbuk tersebut. Namun, ia melihat botol cokelat di salah satu meja kosong, tidak ada label pada botol, sehingga ia tidak tahu isinya berupa cairan apa.

Merasa penasaran, Luusi membuka tutup botol. Sebelum menghirup aroma cairan dalam botol, Luusi didorong hingga membentur dinding. Kepalanya berputar, ia juga mendengar pekikan orang lain. Saat membuka mata, ia melihat botol tadi terjatuh cukup jauh darinya. Tidak hanya itu, asap tipis muncul dari botol tadi membuat beberapa siswa yang tak jauh dari tumpahan cairan tersebut pingsan.

“Apa yang sudah kulakukan?” lirih Luusi.

🥀🥀🥀

Bidder Flower [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang