“Hei! Apa yang kalian lakukan!” pekik Valindra.
Ketiganya menatap Valindra, kemudian kembali fokus pada biji Cacao. Setelah, Amara mengucapkan selarik mantra sebanyak tiga kali, terkumpul sudah berbagai hidangan sesuai keinginan. Melihat dirinya diacuhkan, Valindra hanya duduk sembari mengerucutkan bibir.
“Cih! Menyebalkan! Mereka bisa makan tanpa diriku?” Valindra mengoceh sebal. “Awas saja nanti ….”
Luusi memberikan sebuah biji Cacao, isinya berupa daging dibumbui kecap asin di letakkan di atas nasi. Valindra menatap pemberian Luusi tanpa berkedip, bahkan tidak sadar jika perutnya sudah bersuara. Merasa seniornya terlalu lama menatap makanan di tangannya, Luusi menepuk pundak Valindra. “Ini, jangan sungkan.”
“Eh?” Valindra terkejut.Sedangkan, Amara dan Katrine tersenyum tipis saat Valindra kesenangan mendapat makanan. Luusi segera bangkit sembari membawa satu biji Cacao yang sudah Amara beri mantra. Pintu kamar Mr. Jackson ia ketuk dua kali, tak lama si penghuni ke luar. Wajah Mr. Jackson nampak segar, mungkin habis membasuh diri.
“Oh, Nona Lancaster. Ada apa?”
Luusi menyodorkan biji Cacao sebesar bola basket. “Ini untuk Mr. Jackson. Biji Cacao berisi makanan cepat saji.”
“Nona Lancaster, di mana kau mendapatkan ini?” tanya Mr. Jackson bingung.
“Galea memberiku ini sebelum berangkat. Ia memberiku sekantung biji Cacao, mungkin cukup untuk menghemat keuangan dan mudah di makan di mana saja.” Luusi hanya mengeluarkan lima biji Cacao sekali makan, sedangkan Galea memberikannya sekantung yang entah isinya berapa banyak.
Mendengar nama Galea, membuat Mr. Jackson mengernyit. Ia ingat nama itu, tetapi juga lupa. “Galea ….”
“Astaga, Mr. Jackson! Kau lupa dengan teman sekamarku bernama ‘Nona Fishara’?”
Wajah Mr. Jackson seketika cerah mengingat nama itu, ia terlalu banyak memikirkan sesuatu, hingga lupa teman sekamar anak didiknya. Kepala sekolah menegur Mr. Jackson karena terlalu sering membantu Tim Bidder Flower melakukan tugas. Padahal, ia hanya diperbolehkan memantau tanpa ikut campur.
Melihat wajah sang guru seperti lelah dan frustasi, Luusi merasa bersalah dan sedih. Ada sesuatu, Mr. Jackson menyembunyikan suatu hal dari Luusi. Padahal, ia juga ingin tahu masalah seperti apa yang membuat gurunya kelihatan frustasi. Mungkin saja menyangkut dirinya?
Luusi, saranku adalah kau bertanya mengapa Mr. Jackson seperti itu. Di dalam dunia buatan Luusi, Elias duduk di bawah pohon rindang. Ia bisa memahami, menyaksikan, dan merasakan perasaan Luusi karena dirinya terhubung dengan gadis ini.
Beruntung Luusi memiliki roh sebaik Elias, pria itu suka sekali membantu dan memberi saran saat ia kebingungan. “Mr. Jackson. Mau berbagi cerita pada muridmu ini?”
“Kau ….”
“Tidak ada larangan bagi seorang guru bercerita pada muridnya, anggaplah ini timbal balik karena diriku selalu menyusahkanmu.” Luusi berusaha membujuk Mr. Jackson. Ia tidak mau menjadi beban orang lain. “Mungkin guru ingin menyimpan semuanya sendiri, bukan masalah. Selamat makan.”
Luusi berbalik menuju kamar, tetapi suara Mr. Jackson menghentiksn pergerakannya. Pria itu mengatakan, “Ajak Tim Bidder Flower untuk ikut. Kita akan membahas sesuatu.”
🥀🥀🥀
Ruangan di lantai satu penginapan, tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk berunding. Tempat ini memiliki perapian, kursi kayu sebanyak enam dilengkapi meja, dan sofa besar di dekat perapian. Tim Bidder Flower serta Mr. Jackson tengah menyantap makan malam dari biji Cacao, sebelum memulai perbincangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidder Flower [TAMAT]
FantasyLuusi Lancaster, salah satu murid terpilih dari ras manusia. Ia diundang menjadi murid di Kalzar Academy, yaitu sekolah khusus untuk menampung calon murid dari seluruh ras dengan kekuatan berbeda. Di tahun pertama, Luusi mendapat misi untuk mencari...