Batu hijau zambrud di tangan Amara tidak memberikan petunjuk, tersisa Katrine dan Luusi. Keduanya belum menemukan perbedaan mencolok dari banyaknya kotak. Luusi berjalan ke sebelah kanan, sementara Katrine di sisi lain.
Kau gunakan saja kekuatanmu untuk melihat seberapa kuat kotak ini menghadapi cairan busuk. Elias memberi saran. Luusi teringat jika darahnya mampu melelehkan sesuatu, tetapi baunya tentu tidak sedap. Tidak ada cara lain, saran pria itu bisa dicoba.
“Jika diriku gagal, berarti ini salamu, Elias,” ancam Luusi. Sementaram roh darah itu medengkus.Kalung ruby mengeluarkan darah segar ke lantai bebatuan, merambat ke area Luusi berpijak. Lama kelamaan mengeluarkan bau busuk, lalu melelehkan seluruh kotak yang ada. Sekitar satu menit, hampir semua kotak meleleh, Luusi takut cara ini salah. Namun, tak jauh darinya sebuah kotak kecil selamat dari serangannya. Ia segera membuka benda itu.
Kau berhasil, Luusi. Caraku tidak pernah gagal. Elias menyombongkan diri saat Luusi mendapatkan batu ruby di dalam kotak kecil itu. Luusi hanya mendengkus, penuturan Elias memang benar, tetapi kesombongan pria itu membuatnya mual. “Ya, terima kasih sudah membantuku, Tuan Elias!”
Tersisa Katrine. Ia memperhatikan cara Luusi mendapatkan batu ketiga, jika dirinya gagal maka kepulangan Tim Bidder Flower hanya tinggal nama. Katrine mengembuskan napas pelan, udara di sekitar menjadi dingin. Lantai dan seluruh kotak yang tersisa membeku. Ia mengepalkan tangan, kemudian satu per satu kotak hancur menyisakan kepingan es.
Iris abu-abu gadis ini terbuka, ia tidak bisa menghancurkan sebuah kotak besar. Katrine membuka pita yang mengikat kotak ini. Sebuah batu berukuran sedang tersimpan di dalamnya. Ia mendapatkan batu berwarna biru laut. “Batu terakhir.”
Keempat batu ini mengisap energi Tim Bidder Flower. Kemudian, memunculkan cahaya yang menyelimuti Eternal Lamp. Pekikan keempatnya menandakan batu itu benar-benar menguras tenaga mereka. Selang sepuluh detik, keempatnya tumbang. Eternal Lamp pun berubah menjadi kecil.
“Harga sebuah keabadian adalah energi dari sang pemilik.”🥀🥀🥀
Malam ini, Mr. Jackson memutuskan untuk istirahat di Light School. Murid-muridnya tidak sadarkan diri, setelah penyerapan energi untuk memperkecil ukuran Eternal Lamp. Beruntung Mrs. Heart berbaik hati menyiapkan ruang istirahat. Perjalanan di hari ketiga ini cukup menguras tenaga, entah bagaimana mereka memasuki wilayah terakhir. Tersisa dua hari sebelum racun di tubuh Alard dan murid lain benar-benar menjadi tombak kematian.
Mr. Jackson menyimpan Lampu abadi dan bubuk ajaib. Aura dua benda ini cukup besar, jika tidak hati-hati bisa menyerap energi kehidupan sang pemilik. Beruntung kepala sekolah memberikan Corkl, sebuah kantung yang memiliki fungsi menghalangi aura benda agar tidak menyerap energi pemilik. Kemungkinan besar, Mr. Jackson akan memberikan dua benda ini pada Katrine dan Valindra.
Menatap langit malam, berbagai bintang bertaburan. Mr. Jackson tidak sabar kembali ke Academy untuk melakukan eksperimen. Perjalanan kali ini memberikannya banyak pelajaran dan keuntungan. Ia senang mendapat BotWings serta tumbuhan langka. Lumayan untuk menguji manfaatnya. “Malam ini sungguh indah, kuharap murid-muridku sudah terbangun dan menikmati indahnya malam.”
Di sisi lain, sebuah ruangan berisi empat ranjang terisi penuh oleh Tim Bidder Flower. Sudah satu jam berlalu, belum ada tanda keempatnya bangun. Di bawah alam sadar, Luusi tengah bertemu Elias. Pria itu menatapnya sebal. Padahal Luusi merasa tidak melakukan kesalahan.
“Dasar pemarah!” Luusi pergi menuju bukit. Kedatangannya disambut wajah menyeramkan Elias, tidak peduli kemarahan pria itu, ia pun menghindar. Beruntung dunia ini mampu menciptakan apapun sesuai keinginannya, Luusi meminta beberapa makanan. Setelah muncul, ia mengisi perutnya. “Dasar pria! Marah saja pakai kode! Elias pikir, diriku bisa menerjemahkan kodenya itu? Menyebalkan!”
Elias mengembuskan napas. Ia berniat menasehati Luusi, tetapi gadis itu menuduhnya marah. Mungkin wajahnya memang menyeramkan, sehingga Luusi kesal. Ya, Elias tidak tahu cara menghadapi seorang gadis labil. Jika dibiarkan, takut Luusi makin marah. Kalau didekati, Elias bisa dilempar sepatu. Posisinya sungguh serba salah saat ini!
Luusi melirik Elias, ia tahu kalau pria itu tengah memperhatikannya dari jauh. “Dasar tidak peka! Elias pikir, diriku tidak marah, ya?”
“Gadis itu menggerutu, lalu marah-marah sendiri?” Elias mengangkat sebelah alisnya. “Apa para gadis memang suka seperti itu?” Kepalanya terasa gatal, bingung antara menghampiri, kemudian minta maaf atau membiarkan Luusi meredakan amarahnya dulu. “Ada sesuatu yang ingin kubicarakan, tetapi melihat gadis itu … ah! Biarkan saja!”
Tidak peduli makian dan ocehan Luusi nanti, Elias tetap maju—menghampiri gadis itu. ia duduk di hadapan Luusi, lalu memperhatikan tuannya. Jika dilihat secara detail, wajah gadis ini memang cantik dan manis. Beruntung sekali Elias mendiami tubuh Luusi.
Merasa diperhatikan, Luusi mendongak. Ia menatap tajam Elias. Selera makannya seketika menguap begitu saja karena kehadiran pria menyebalkan itu. Kau sangat tidak berperikerohan!
“Hei, diriku mendengar ucapanmu, walau kau hanya membatin,” ejek Elias. Kemudian, mengambil buah apel dan memakannya. “Kau masih marah padaku?”
Luusi menunjuk Elias. “Kau! Pria menyebalkan! Tidak peka. Sombong. Emosi labil!”
“Labil? Bukankah julukan itu pantasnya untukmu, ya?” tanya Elias polos.
Kata-kata Elias benar-benar memojokkan Luusi. Bagaimana bisa pria itu mengatakannya dengan wajah polos? Seolah tidak ada rasa bersalah, setelah mengatakan Luusi sebagai gadis labil. Kekesalannya memuncak, Luusi beranjak. Namun, lengannya lebih dulu dipegang.
“Jangan pergi lagi.”
Luusi mengembangkan senyum, ia rasa Elias memang tidak jauh darinya. “Tentu saja kau ….”
“Lelah mengejarmu, tahu tidak? Kau berlari seperti kelinci,” sela Elias.
Rahang Luusi mengeras, ia pikir jika Elias akan mengatakan ucapan manis, meminta maaf, atau tidak bisa jauh darinya. Namun, pria itu memang tidak punya hati. “Kau menyebalkan! Menjauhlah dariku, Elias!”
Elias merasa ucapannya membuat Luusi seperti kebakaran, ia tidak tahu di mana letak kesalahannya, sehingga gadis itu mengamuk. Padahal, Elias hanya mengatakan kejujuran. Tidak ada maksud tertentu. Apalagi menyakiti hati gadis itu. “Maaf membuatmu marah, Luusi. Maaf jika ucapanku menyakitimu. Kumohon, duduklah. Ada hal penting yang perlu kusampaikan.”
“Cepat katakan!” Jujur saja kalau Luusi merasa iba dengan Elias. Pria itu terlihat tidak mengerti emosi yang ia rasakan jika mereka tidak terhubung melalui telepati. Seorang roh tak akan memahami sebuah rasa sedih, bahagia, dan lainnya kalau bukan dari sang pemilik. “Maaf, diriku keterlaluan. Ayo, katakan.”
Elias tersenyum. “Kau terlalu banyak menggunakan energimu. Kekuatanku juga terserap, akibatnya tubuh dan jiwamu bisa dalam bahaya.”
Seharusnya, Elias mengatakan konsekuensi paling berbahaya bagi pengguna Blood Manipulation sejak awal. Ia khawatir Luusi akan menuju gerbang kematian, jika terus menerus mengeluarkan energi melebihi kapasitas. Bukan hanya dirinya yang akan hancur, Luusi pasti mati.
“Jadi, diriku harus melakukan apa?” Luusi sedikit takut.
Tangan besar Elias berada di puncak kepala gadis itu, lalu kening keduanya menyatu. Ia menatap mata Luusi. Hidup dan matinya ada pada keselamatan tuannya. Elias memberikan pemulihan pada tubuh gadis ini. Kali ini ia bisa memberi sedikit kekuatannya agar Luusi cepat terbangun, Elias yakin jika teman-teman Luusi sudah khawatir.
“Jangan menggunakan kekuatanmu secara terus menerus, beri jeda. Kau mati, maka diriku juga mati. Jika kau hidup, diriku pasti bernapas. Semua ada di tanganmu. Diriku hanya bisa memperingatkan, keputusan ada padamu. Sampai berjumpa lagi, Tuan.”
🥀🥀🥀
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidder Flower [TAMAT]
FantasyLuusi Lancaster, salah satu murid terpilih dari ras manusia. Ia diundang menjadi murid di Kalzar Academy, yaitu sekolah khusus untuk menampung calon murid dari seluruh ras dengan kekuatan berbeda. Di tahun pertama, Luusi mendapat misi untuk mencari...