“Katrine!”
Kekalahan tim Hacto membuat Tim Vraks dan Bidder Flower tumbang. Mereka kehabisan tenaga, menghadapi sekelompok orang dewasa bukanlah hal mudah, beruntung Jaden dan teman-temanya ikut membantu di saat terakhir. Wilayah salju ini kembali bersih, tidak ada darah atau potongan tubuh hiu. Suara Zurca terdengar lagi, menandakan tim lain berguguran di wilayah berbeda.
Katrine berusaha mengendalikan diri sebelum lepas kendali lagi. Sudah lama rasanya tidak sebebas ini mengeluarkan kekuatan. Katrine merasa bisa membekukan wilayah ini jika ia benar-benar lepas kendali, cukup menyenangkan dan sedikit kesulitan. Para guru sudah mengajarkan murid Pre-Fantasy sepertinya mengendalikan kekuatan agar tidak menghancurkan sesuatu. Ia butuh menenangkan diri, sebentar saja.
“Apa Katrine akan baik-baik saja?” tanya Luusi khawatir. Ia belum pernah melihat seniornya mengamuk seperti tadi, daratan ini hampir membeku. Luusi saja bersimpuh dan memeluk diri sendiri agar tidak kedinginan. Beruntung Elias mengatakan ia bisa memanaskan aliran darahnya, sehingga terasa lebih hangat.
Amara mengucapkan selarik mantra. ia bukan healer, tetapi paham cara mengobati seseorang. Kemudian, sebotol cairan kehijauan diminumkan pada Katrine. Secara perlahan, wajah pucat gadis Fallen Angel ini membaik. Amara menoleh ke Tim Vraks, ia memberikan ramuan pengembali tenaga pada ketua, Jaden.
“Minumlah ramuan ini. Berikan juga pada anggotamu.” Sebelum pergi Amara mengembuskan napas kasar, kemudian berkata, “Jangan curiga begitu. Ramuan ini akan mengembalikan tenagamu, bukan meracunimu!”
Valindra tersenyum geli. Padahal niat Amara adalah membantu tim lain untuk memulihkan tenaga dengan memberikan ramuan. Namun, niatnya tidak disambut dengan baik. Setelah, membalikkan energi kedua tim kembali mengacungkan senjata. Tim Vraks dan Bidder Flower sepakat melakukan pertempuran terakhir sampai salah satu dari kedua tim dinyatakan kalah.
Saat Gradins, murid Fair Academy kembali menciptakan pedang petir. Sebuah jam aneh muncul di langit. Seketika sebuah terpal terpasang melingkupi area pertarungan kedua tim. Barulah, kedua tim melancarkan serangan. Luusi melawan peri musim, mungkin ia sedikit kerepotan karena dihantam berbagai cuaca nanti.
“Hei! Siapa namamu?”
Luusi mengulurkan tangan. “Luusi Lancaster, panggil saja Luusi. kau?”
“Rexca Hikio. Panggil Rexca.”
Keduanya berjabat tangan sebagai perkenalan sebelum memulai pertarungan. Ketika acara jabat tangan hampir dilepas, Luusi menekan nadi Rexca. Gadis Fairy itu memekik kesakitan. Tanpa jeda, Luusi segera membanting Rexca ke tanah. Kalung ruby segera Luusi pegang erat, darah segar miliknya ke luar dari dalam kalung dan menyerap ke pedang.
Rexca tersenyum tipis. Ia lengah, hingga berakhir ke tanah. Tubuhnya sakit, ternyata murid Kalzar Academy tidak main-main dalam menyerang. Beruntung tidak ada tulang yang patah, bisa dipastikan gadis bernama Luusi, sekuat tenaga membanting Rexca.
Saat kedua gadis berbeda Academy hampir bertarung, sebuah jam aneh muncul di langit. Benda itu menampilkan papan skor, seperti wasit di tengah pertandingan. Terdengar suara peluit dari jam, tubuh Luusi dan Rexca bergerak untuk saling menyerang.
“Sial! Jam aneh ini sepertinya menjadi wasit saat kita bertanding!” geram Rexca sembari mengarahkan pukulannya ke wajah Luusi.
Pedang hitam bergaris merah menahan serangan Rexca. Luusi akui jika gadis di depannya ini memiliki pukulan cukup mematikan. Dibanding dirinya, Rexca cukup terampil membuat ia tersudut dengan serangan fisik. Luusi memiliki celah untuk kembali menyudutkan lawan, tetapi membutuhkan waktu yang tepat. Tenang, semua akan berjalan baik. Lagi, Luusi membuat ilusi bahwa semua akan baik-baik saja.
Ketika mereka bertarung meperebutkan kemenangan, jam aneh selalu memberi kartu kuning bila salah satu petarung sudah kelelahan. Kemudian, melanjutnya sesi pertarungan. Apabila tidak ada yang menyerah, minimal mengangkat tangan. Rexca dan Luusi sudah babak belur, tetapi masih kuat beradu kekuatan dan fisik.
Musim dingin, Rexca mengendalikan tumpukan salju sesuai kekuatannya, yaitu pengendali musim. Sudah berjajar golem es sebagai pelindung, ketika Rexca merasa kewalahan menandingi pedang Luusi. satu per satu, benda es itu maju lantas menyerang gadis berambut ruby. Sekali tebas hancur, pedang Luusi cukup tajam untuk membelah sesuatu.
Luusi membabi buta semua golem tanpa henti, ia dikuasai amarah. Emotion control tengah mengendalikannya beserta Elias. Jadilah, keduanya tak terhentikan. Katrine menyadari perubahah Luusi, tanpa mengindahkan teriakan lawan, Katrine mendekati Luusi. Namun, sebuah penghalang membuatnya tidak bisa mendekat.
Sebuah sekat tranparan muncul akibat jam aneh. Pertarungan Katrine, Amara, dan Valindra tidak didatangi jam. Hanya pertempuran antara Luusi dan Rexca. Suara teriakan teman-temannya tidak terdengar, sehingga Luusi dan Rexca masih saling menyerang.
Rexca membuat jebakan menggunakan salju, tiap langkah Luusi akan membeku. Barulah ia memelesatkan jarum es sebanyak mungkin. Namun, tidak mempan karena Luusi menangisnya. Tak kehabisan akal, Rexca membekukan tangan lawan sampai bibir Luusi membiru. Rexca segera membentuk pisau berukuran raksasa dari salju dengan ujung runcing.
Sementara, Luusi membelalak. Pisau di depannya mengarah tepat di jantung. Ia kesulitan menghancurkan semua es beku ini. Walau darahnya tidak membeku, Luusi tetap tidak bisa bergerak. Dadanya bergemuruh, pisau setajam itu akan mengoyak jantung ini. Tanpa rasa sakit, Luusi menggigit jari telunjuk sampai mengeluarkan darah. Cairan merah mengalir membasahi salju putih.
Seolah mendapat makanan, Luusi mampu bangkit dari jebakan Rexca. Darahnya membentuk bulatan besar, ketika menetes ke tanah maka tanah itu akan mengeluarkan bau tidak sedap. Luusi memperhatikan gumpalan darahnya yang lama kelamaan membesar. Sedangkan, pisau raksasa Rexca hampir menyentuhnya.
Ketika serangan lawan memelesat bagaikan roket, Luusi mengibaskan tangan kanan. Gumpalan darah itu menabrak pisau raksasa. Luusi dan Rexca pun terlempar beberapa meter, setelah ledakan besar terjadi karena dua kekuatan bertabrakan. Bau tak sedap serta asap menghalangi pandangan keduanya. Jam aneh berbunyi, kemudian pengumuman dari Zurca terdengar. “Tim Vraks, kalah!”
Rexca tidak terima saat timnya kalah. Padahal ia tidak tahu penyebab kekalahan tim. Ketika asap mulai menipis, gadis Fairy ini mengetahui penyebab kegagalan kelompoknya. Darah Luusi ternyata melelehkan pisau raksasa tanpa tersisa, bahkan salju disekitar ikut mencair dan mengeluarkan bau busuk.
Luusi tersenyum tipis. Ia lelah, Emotion Control telah hilang akibat tabrakan dua kekuatan. Luusi sudah sadar sepenuhnya. Elias pun merasa bersalah karena tak dapat mengendalikan diri akibat Emotion Control, sehingga Luusi mengeluarkan kekuatannya cukup banyak dan menguras tenaga. Disisa kesadarannya, ia mengucapkan sebuah keiginan.
“Jika mati adalah bayaran dari harga yang perlu ketebus, maka diriku siap melakukannya. Alard, maaf. Diriku tidak bisa membawa penawar untukmu. Mungkin, teman-temanku akan membawakannya. Nafasku terasa sesak, mungkin ini akhir perjalanan seorang Luusi Lancaster.” Sebelum menutup mata, Luusi melihat timnya sekali lagi. “Keinginanku adalah Alard beserta murid Kalzar Academy tetap hidup. Walau, nyawaku sudah melayang dan berada di alam lain.”
Tanpa Luusi tahu, sebuah cahaya bersinar terang di langit. Cahaya itu turun menyinari musim salju, terasa silau dan hangat, berbarengan. Semua mata menatap sinar itu.
🥀🥀🥀
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidder Flower [TAMAT]
FantasyLuusi Lancaster, salah satu murid terpilih dari ras manusia. Ia diundang menjadi murid di Kalzar Academy, yaitu sekolah khusus untuk menampung calon murid dari seluruh ras dengan kekuatan berbeda. Di tahun pertama, Luusi mendapat misi untuk mencari...