27 | Ambigu

358 27 6
                                    

Waktu cepat berlalu. Satu per satu teman-teman dekatku menyebar undangan pernikahan. Hal itu menjadi problematika seseorang di atas umur 23 tahun. Tapi kini diusiaku yang menginjak 25 tahun, sama sekali belum terpikirkan untuk menikah. Aku belum siap.

Ada yang mendasariku kenapa belum siap menikah. Itu karena aku masih menekuni karirku dan aku juga dalam proses berusaha untuk memperbaiki diri. Jadi aku sedang fokus keduanya.

Sementara Ibu dan Ayahku tidak memaksaku untuk menikah secepatnya, karena orangtuaku sangat supportive pada pilihan anak-anaknya. Aku tidak ingin mendahului Abang-abangku yang belum menikah.

"Undangan dari siapa dek?" tanya Bang Farhan.

"Oh ini, temen mau nikah"

"Barakallah."

"Oiya Bang, gimana proses ta'arufnya?"

"Doain aja ya dek yang terbaik"

"Aamiin"

Kenapa aku sedih ya. Bang Farhan sedang ta'aruf. Jika jadi sampai ke pelaminan, pasti Abang tinggal di rumahnya yang baru. Kebersamaanku dengannya tidak akan sama lagi. Rasanya mau nangis membayangkan itu. Tapi aku juga mau melihatnya bahagia bersama pasangannya.

Sore harinya, Bang Mail Ismail datang ke rumah. Ia tampak begitu lesu tak bersemangat seperti biasanya yang bikin ramai rumah. Ada apa dengannya?

"Bang Mail"

"Kenapa?!" tanyanya dengan ketus.

"Eh eh kok ngegas sih"

"Ck. Awas gue lagi ga mood"

"Dih galak banget lu Bang kayak cewek lagi PMS aja."

"Emang iyak"

"Hih"

Bang Mail kenapa sih jadi galak begitu. Sepertinya dia punya masalah deh, ga mungkin kalau dia sedang baik-baik aja. Sudahlah biarkan dia sendiri.

Interkom berbunyi. Pada layar interkom muncul seorang wanita.

"Mba Billa" Ya dia pacarnya Bang Mail.

"Tuh kan bener pasti lagi ga baik-baik aja"

Dugaanku benar, pasti Bang Mail ada masalah. Kemungkinan ini ada hubungannya dengan pacarnya.

"Ish nyebelin banget sih, dia marah sama siapa malah marah-marah ga jelas ke aku" ucapku kesal.

Tanpa berlama-lama aku membuka pagar rumah.

"Assalamualaikum" salamnya.

"Waalaikumsalam"

"Masuk Mba"

"Makasih Dek, tapi aku cuma sebentar kok. Disini aja."

"Ouh gitu. Ada apa ya Mba?"

"Aku boleh minta tolong sama kamu Dek. Kasih ini ke Abang kamu ya"

"Kenapa ga kasih langsung aja Mba?"

Ia menggeleng, "Enggak dek" ucapnya.

"Aku minta tolong ya"

"Iya Mba."

"Kalau begitu, aku pamit dulu ya. Makasih ya Dek. Assalamualaikum"

"Iya sama-sama Mba, Waalaikumsalam"

Kok Mba Billa ga mau ketemu sama Bang Mail ya. Ih jadi kepo gini kan.

Tok tok tok

"Bang Mail, buka pintunya."

My Senior Is My Neighbor (On going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang