Hari ini adalah pembukaan acara perlombaan seni dan olahraga di kampusku. Acara ini akan dilaksanakan selama dua minggu dan diakhir acara ini akan diadakan pergelaran pentas seni yang akan dihadiri oleh beberapa musisi Indonesia. Pokoknya meriah banget deh.
"Teman-teman dari hari ini dan sampai 2 minggu kedepan kita akan menjalankan acara kita. Untuk itu, sebelum kita menjalankan tugas kita, alangkah baiknya kita berdoa menurut keyakinan dan kepercayaan masing-masing, berdoa mulai." ucap Bang Blek penuh percaya diri.
"Selesai, semoga acara ini berjalan dengan lancar dan semuanya tetap jaga kesehatan. Jangan sampai kendor ya tetap semangat, yuk kita semangatin diri kita dan yang lain."
"Bismillah, The Festival art and sport 2020!!"
"SUKSESSS!!"
"Yeayy!!!"
Sorak sorai semangat mereka sangat menggebu-gebu. Aku sangat appreciate mereka yang sangat antusias dengan acara ini. Jadi terharu melihatnya. Semangat!!
"Cel, sini." panggil Bang Blek.
"Kenapa bang?" tanyaku.
"Gua minta tolong, lu telponin Juna ya. Urgent banget." Jelas Bang Blek.
"Masalah apa sih, sampai harus di telpon?"
"Tadi dicariin sama Pak Rektor katanya harus menghadap beliau hari ini penting. Cepet telpon"
"Kenapa ga pake hp lu aja sih."
"HP gue mati Cel, udah buru telpon."
"Iya iya."
Dari kemarin bang Blek menyuruhku untuk berurusan dengan Juna lagi. Kemarin chat, sekarang nyuruh telpon segala. Bikin kesel aja.
Berdering.
Hallo, assalamualaikum mas Juna.
Waalaikumsalam, kenapa telpon?
"Saya mau menyampaikan kalau mas Juna tadi dicariin sama Pak Rektor agar mas Juna menghadap ke beliau hari ini penting. Begitu mas."
"Ouh gitu yaudah makasih."
"Sama-sama mas, saya tutup ya mas. Wassalamualaikum"
"Waalaikumsalam."
Aku menyudahi panggilan. Huh akhirnya.
"Gimana cel udah?"
"Udah Bang, gua ke ruang BEM dulu ya."
"Makasih Cel."
"Iya Bang"
Acara pembukaan selesai, aku kembali ke ruang BEM Univ untuk bersantai ria. Sementara panitia lain, sibuk dengan tugasnya masing-masing.
"Eh tau ga, kemarin kan gue habis dari minimarket. Nah disebrang, gue lihat bang Juna sama cewek keluar cafe."
"Eh iya kah?"
"Iya beneran, lu tau ga ceweknya siapa?"
"Siapa?"
"Anak BEM juga loh, kating juga. Itu loh Kak Russelia. Yang sering dipanggil Ucel sama bang Blek."
"Jangan-jangan mereka pacaran."
"Ga mungkinlah, kayaknya cuma temen deh. Postive thinking aja sih."
"Ya bisa jadi tau, soalnya tuh gue lihat mereka jalan kaki bareng gitu."
"Ya mungkin aja lagi ngumpul di rumah salah satu anak BEM. Mereka kebagian beli makanan"
"Iya juga sih."
Sebelum aku masuk ke dalam ruang tersebut, aku mendengarkan ocehan dari kumpulan mahasiswi - adik tingkatku. Heran deh, bukannya kerja malah gibahin orang. Mampus aja, ada yang melihat aku dan Juna kemarin saat keluar dari cafe. Mereka bilang apa, pacaran? Jangan sampai gosip ini jadi viral, enak aja bikin stetment yang ga bener tentangku.
Jadi malas masuk, sebaiknya aku pulang aja deh daripada disini bikin panas hati. Sabar Sel, tahan emosimu. Ga boleh kelepasan, santai aja.
Ketika ku melangkahkan kaki menuju parkiran. Tiba-tiba ada yang menghalangi jalanku. Lalu aku mendongakkan wajahku untuk melihat sosok yang menghalangi jalanku.
"Ikut saya." pinta Juna.
"Saya mas?" tanyaku.
"Iya."
"Ikut kemana ya?"
"Menemui Pak Rektor, Pak Zainudin."
"Bukannya cuma mas Juna ya, kok saya juga ikut"
"Jangan banyak tanya, ikut saja."
Mau ga mau aku harus mengikuti permintaannya. Sekali lagi, senior mah bebas. Aku diboncengi Juna naik motor ke gedung rektorat. Aku dapat masalah lagi, sekumpulan adik tingkat yang tadi gibahin aku sekarang melihat kami naik motor bersama. Aku ga mau jadi bahan gosip ala lambe juniorku. Tolong aku Tuhan.
Kami sudah sampai di gedung rektorat. Aku hanya mengikutinya dari belakang. Aku tidak tahu kenapa dia ingin aku menemaninya. Bikin kesal saja. Ia memasuki ruang rektor Pak Prof. Zainudin Fakih, sementara aku menunggu di luar ruangan.
"Ayo" ajaknya.
"Iya mas."
Juna telah keluar dari ruangam Pak Rektor. Ia mengajakku keluar dari gedung rektorat dan kini ia sudah menuggangi motornya. Aku hanya diam karena aku kan sudah menemaninya tadi.
"Ayo naik, diem aja."
"Eh, mau kemana lagi mas? Tadi mas nyuruh ikut ke gedung rektorat aja kan."
"Mau pulang ga?"
"Iya mas, tapi motor saya di parkiran tadi."
"Ouh gitu, yaudah naik. Saya anterin ke parkiran tadi."
"Iya mas."
Kami sampai di tempat parkiran. Aku jadi kepikiran untuk meminta maaf ke Juna karena sudah membicarakannya atas kejadian di foodcourt. Aku sangat bersalah banget. Iya harus berani minta maaf.
"Makasih ya mas udah anterin kesini. Oiya mas, saya minta maaf waktu itu saya sempet gibahin mas Juna di belakang. Maaf banget ya mas, saya sebenernya ga bermaksud untuk menjelekkan kok."
"Saya udah lupa kejadian itu."
"Ouh begitu, tapi mas Juna maafin saya?"
"Iya"
"Makasih ya mas." Ia hanya mengangguk. Akhirnya urusanku selesai juga. Ia memaafkanku. Syukurlah.
Sesampainya di rumah badanku langsung lemas. Ku sudah merasakannya saat mengendarai motor kesayanganku. Kepalaku pusing dan perutku merasa tak enak. Sekujur tubuhku berkeringat dingin.
"Assalmualaikum"
"Waalaikumsalam."
"Bu, aku ke kamar dulu ya."
"Iya de. Oiya de kamu udah makan?"
"Udah bu tadi."
"Oh yaudah kamu istirahat ya."
"Iya bu."
Di kamar, aku langsung merebahkan badanku. Aku merasa tak enak badan. Mungkin ini efek kecapekan karena seminggu ini aku sering pulang malam dan juga kehujanan. Aku bawa tidur saja deh, palingan besok sudah kembali segar badanku.
___________
Juna ternyata baik juga ya 🤔😄
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior Is My Neighbor (On going)
General FictionJuna Anugrah Hendrawan senior yang sangat amat disegani di kampusku, bagaimana tidak dia adalah seorang presiden mahasiswa. Selain itu dia juga mahasiswa berprestasi di kampusku. Tak mengherankan banyak mahasiswa terkhusus mahasiswi sangat mendewaka...