Ablaze 04 - Gravestone

6.6K 660 54
                                    

Pertemuan kedua. Malam itu udara terasa lembab. Alicia melangkah menuruni anak tangga saat sebuah mobil berwarna hitam memasuki pekarangan dan berhenti tepat di belakang mobil yang menjemput Alicia.

Alarick turun dari mobil itu, diikuti oleh Marie dan juga Adrian. Mereka sepertinya baru saja kembali dari liburan yang hanya diperuntukkan untuk pencitraan saja, kepada orang-orang di sekitarnya, yang pasti akan lebih senang jika mengetahui bahwa keluarga Lucero bukanlah keluarga harmois seperti yang selama ini ditunjukkan.

Alarick mendekat. Alicia menunduk, memberi hormat.

Dengan ekspresi angkuhnya, Alarick melewati Alicia begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata pun. Di belakangnya, Marie menyusul dan hanya melirik Alicia sekilas. Adrian bersikap seperti ayahnya. Tapi kini Alicia tidak lagi merasa seperti sebelumnya. Setelah malam kemarin, dia mengerti bagaimana sosok adik laki-laki yang selama ini dia pikir dia benci itu.

"Nona, sebaiknya kita berangkat sekarang," kata sopir.

Alicia tidak sadar sudah terdiam terlalu lama di tempatnya, bahkan Adrian sudah tidak lagi tampak di pandangan. Dia pun memasuki mobil yang telah menunggunya sedari tadi. Sopirnya tidak mengatakan apa pun lagi sepanjang perjalanan mereka, namun sesekali Alicia diliriknya melalui kaca spion depan dan itu benar-benar membuat Alicia tidak nyaman.

Sampai akhirnya, Alicia pun membuka suara, "Apa Tuan Alarick berpesan sesuatu padamu?" tanya Alicia.

Si sopir sekali lagi melirik Alicia dari kaca spion, pandangannya yang terlalu menilai membuat Alicia merasa tidak nyaman.

"Tidak, Nona," jawab si sopir dengan singkat.

"Kalau tidak ada yang ingin kau katakan, fokuslah ke depan. Jangan melirikku terus!" sembur Alicia dengan kesal.

Si sopir pun buru-buru mengalihkan pandangannya sembari menggumamkan maaf.

Mereka memasuki kawasan jalan raya yang lengang. Di papan petunjuk yang ada di depan, Alicia menyadari bahwa mereka tidak menuju ke tempat mereka seharusnya.

"Bandara?" gumam Alicia dengan bingung. Dia menatap si sopir, menunggu jawaban. Tapi pria itu hanya diam saja.

Sesuatu benar-benar ada yang salah. Alicia mengecek ponselnya, siap untuk menghubungi Alarick. Tapi tangannya langsung membeku.

Dia menatap si sopir lagi dan bertanya, "Siapa kau?"

Pria yang tidak pernah Alicia lihat sebelumnya itu pun menjawab, "Tuan menyuruh saya untuk mengantar Anda, Nona Alicia."

"Apakah dia menyuruh kita untuk pergi ke bandara juga?"

"Ya, seperti itulah."

Jantung Alicia mulai berdetak dengan kencang. Perasaannya menjadi tidak enak. Namun dia teringat oleh kata-kata London.

"Maksudmu Tuan Alexander?" Alicia menebak.

Dari kaca spion depan itu juga, Alicia melihat senyum tipis si sopir. Dan itu sudah cukup menjadi jawabannya bagi Alicia. Dia menarik napas dalam-dalam sembari mematikan ponselnya lalu membuangnya keluar.

"Nona­—!" Si sopir menatap Alicia terkejut akan tindakannya barusan.

"Apa mobil ini aman?" tanya Alicia.

"Y-ya. Tuan Alexander sudah mengatur semuanya."

"Bagus," sahut Alicia, menghela napas lega. Dia tidak ingin membayangkan bahwa saat ini salah satu anak buah Alarick tengah merekam percakapan mereka.

"Kau tahu ke mana Tuan Alexander akan membawaku?"

Si sopir tersenyum dengan penuh arti. Lirikannya dari kaca spion masih tidak membuat Alicia nyaman.

LIVING WITH THE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang