Ablaze 09 - The Plan

6K 609 36
                                    

Mau 200 votes dong, please. 🥺🙌❣️

***

Ablaze 09 – The Plan

Alicia nyaris mendobrak setiap pintu untuk menemukan London. Dia berhenti di salah satu pintu yang menghubungkannya dengan perpustakaan. Dua pria itu ada di sana, berdiri berhadapan di dekat jendela dengan urat leher yang nyaris putus karena saling berargumen. 

Namun apa pun yang tengah mereka bicarakan saat itu juga terhenti saat Alicia masuk. Tatapannya langsung tertuju pada London, tapi dengan cepat ekspresi Alicia berubah saat Lucius menoleh dan tatapan mereka pun bertemu. Pria itu tidak mengatakan apa pun, tapi aura yang dimilikinya terlalu kuat untuk diabaikan membuat Alicia merasa terpaku di tempatnya tapi sekaligus juga ingin mendekati pria itu dan memeluknya. Namun dengan cepat Alicia mengalihkan pandang dan kembali menatap London.

“Ada apa?” London menatap Alicia terkejut, seolah tidak menyangka Alicia akan berani muncul di sana, atau bangun dari tidurnya yang tiba-tiba.

“London,” kata Alicia, tatapannya mendingin saat mengingat bagaimana selama ini London membohonginya dan bahkan sampai sejauh membuat Alicia percaya bahwa dirinya sudah tidak waras, Alicia nyaris kehilangan dirinya sendiri atas tuduhan pria itu.

Amarah seketika Alicia rasakan mendidih di kepalanya. 

London seolah menyadari maksud dari tatapan yang Alicia berikan. Dia menghela napas.

“Sepertinya, kita harus bicara dan meluruskan ini semua,” kata London. 

Tentu saja! batin Alicia, tapi dia tidak mengatakan apa pun dan hanya menatap pria itu. London tampak bersih dari luka-luka. Alicia bisa menyimpulkan bahwa upaya pria itu untuk mengelabuhi dan kabur telah berhasil. Seharusnya Alicia curiga pada London saat pria itu berkata bahwa dia lebih unggul dari Lucius dalam mengelabuhi orang lain. Artinya pria itu sangat ahli dalam berbohong.

“Aku akan meminta pelayan untuk menyeduhkan teh,” kata London sembari melangkah ke arah pintu, meminta Alicia untuk mengikutinya.

Saat London keluar, Alicia masih bergeming di tempatnya. Dia menunduk menatap lantai sejenak, mempersiapkan diri sebelum mengangkat pandangannya dan bertemu lagi dengan mata semerah darah itu.

Lucius tidak mengatakan apa pun. Ekspresinya terlalu datar dan tatapannya terlalu dingin untuk Alicia duga apa yang sekiranya tengah pria itu pikirkan.

Alicia seharusnya sudah terbiasa dengan tatapan dan ekspresi datar pria itu. Tapi dulu, Alicia selalu tahu bahwa ada emosi yang lebih dalam di sana, melalui mata merahnya yang begitu menghipnotis. Tapi sekarang, yang Alicia lihat hanya kekosongan, seolah Lucius yang dikenalnya telah pergi.

Saat Alicia hanya diam saja seperti patung—padahal kenyataannya dia tengah menahan diri untuk tidak menangis atau menghamburkan diri ke dalam pelukan pria itu. 

Lucius tiba-tiba saja berjalan mendekat.

Jantung Alicia menjadi bertalu-talu seolah akan meledak saat itu juga. 

Lucius semakin dekat padanya, tapi kemudian hanya melangkah melewati Alicia begitu saja.

Debaran Alicia terasa seolah berhenti untuk sesaat. Aroma pria itu yang khas menusuk indra penciumannya, membuatnya semakin sadar bahwa dia nyata. Lucius keluar dari ruangan tersebut. Alicia menarik napas dalam-dalam, menghidu sisa aroma yang tertinggal, sekaligus menahan diri untuk tidak dikuasai oleh kerapuhannya yang mengancam.

Dia pun pergi menyusul London.

“Jelaskan semuanya padaku!” kata Alicia. Dia dan London berdiri di atas balkon yang menghadap langsung ke pemakaman. Alicia tidak melirik London, pandangannya fokus ke sebuah makam di bawah pohon itu.

LIVING WITH THE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang