Chapter 22 - Playing Game in Darkness (a)

28.5K 1.8K 23
                                    

Selamat berbuka puasa ^^
Part ini pendek, sekalipun sudah diedit tadi siang, tapi keknya masih banyak yang keliru huhuuu maafkeun perutku yang lapar sehingga mempengaruhi otak kecilku ini :")

Happy reading!
Jangan lupa vote (〜^∇^)〜💕

•●※●•


Alicia tahu apa yang terjadi saat dia pergi tadi. Dan dia secara langsung menghubungkan penyusup itu dengan pria berpakaian serba hitam yang menguntitnya di butik. Alicia juga memikirkan Lucius. Entah kenapa, dia tahu bahwa seharusnya dia merasa takut dan menjauhi lelaki itu, tapi Alicia tidak bisa menampik untuk segera bertemu dengannya dan menceritakan tentang kejadian hari ini.

Alicia berjalan mondar-mandir di perapian sambil menggigit kuku jarinya karena gugup. Ketika Lucius menyuruhnya pergi, Alicia tidak kembali ke kamar melainkan ke tempat ini, menunggu Lucius turun makan malam dan mereka akan berakap-cakap. Tapi tubuh-tubuh itu... darah di kemeja putih dan tangan Lucius. Alicia tidak yakin lelaki itu masih memiliki nafsu untuk makan malam, sama seperti Alicia yang sudah kehilangan nafsu makannya bahkan mungkin untuk beberapa hari ke depan.

"Miss Alicia, makan malam Anda akan segera dingin," Maloma memperingati.

Alicia berhenti menggigiti kukunya dan menghadap Maloma. "Apa Tuan Lucius akan makan malam juga?" tanya Alicia langsung.

Maloma hanya tersenyum, tapi terkesan datar tanpa ekspresi. "Tidak, Nona."

Alicia menghela napas. "Di mana dia sekarang? Apa masih di ruang kerjanya?"

"Tuan Lucius telah kembali ke kamar beberapa saat yang lalu."

"Lalu tubuh-tubuh itu...?"

"Tubuh-tubuh?"

Alicia buru-buru menggeleng. Dia akan terlihat bodoh sekarang. Maloma sudah memperingatinya untuk tidak ikut campur urusan atau teritorial sang Tuan.

"Tidak ada, Maloma, terima kasih. Aku akan ke ruang makan segera."

Alicia pun makan malam seorang diri dan kembali ke kamarnya setelah itu.

Malam begitu dingin. Alicia sudah menaikkan suhu penghangat ruangan, tapi rasa dingin yang dirasakannya kini berbeda. Dengan selimut yang membalut tubuhnya, Alicia berdiri di dekat jendela, menatap ke butiran bagai kapas yang berjatuhan dari langit. Tapi bukan ke sana saat ini pikirannya berlabuh. Alicia masih memikirkan Lucius. Ada dorongan yang begitu besar dalam dirinya yang mengatakan untuk menemui lelaki itu sekarang.

Alicia pun melepas selimut yang membalut bahunya, lalu dia berbalik dan jendela dan melangkah ke luar kamar.

Tanpa berpikir panjang, Alicia mendatangi kamar Lucius. Jantungnya berdegup dengan begitu kencang ketika membuka pintu, lalu tidak menemukan Lucius di manapun. Seharusnya memang dia lega, tapi justru adrenalin di dalam dirinya terus terpacu. Alicia mendekati pintu kamar mandi yang terbuka sedikit, tidak ada suara percikan air atau tanda-tanda ada orang di dalamnya.

Sebetulnya, kamar ini sangat sunyi dan terasa mencekam dari terakhir kali Alicia datang kemari.

Alicia lalu melirik pintu hitam di pojok ruangan. Apakah Lucius ada di kamarnya? Tanya Alicia.

Kalau begitu, dia bisa melanjutkan rasa penasarannya di sini sebelum lelaki itu kembali.

Alicia nyaris terkesiap dengan rasa senang ketika mendapati pintu hitam itu tidak terkunci. Dia membukanya secara perlahan, melongokkan kepala ke dalam ruangan yang sangat gelap. Mata Alicia memicing, tapi tidak ada satupun cahaya yang dapat dirinya tangkap.

Alicia lantas memasuki ruangan itu dan meraba dinding di samping pintu, berharap menemukan saklar, tapi tidak ada. Dia melangkah dengan kaki terseok-seok untuk mencari sumber lampu dan----

BUGH!

Wajah Alicia menghantam sesuatu di hadapannya dengan sangat keras. Alicia sontak meringis dan memegangi hidungnya yang sakit.

"Aaah! Apa itu?" tangannya meraba-raba ke depan, lalu mendarat di atas permukaan yang datar dan bidang, seperti sesuatu yang dibalut dengan kain, lalu tangan Alicia semakin ke atas dan bersentuhan dengan sesuatu yang terasa seperti kulit, saat itulah Alicia menjauhkan tangannya seolah dia baru saja menyentuh air panas.

Alicia terdiam, dalam keheningan yang begitu mencekam dia menyadari bahwa dia tidak sendirian di ruangan itu.

"Lu-lucius?" Alicia memanggil lirih, melupakan norma kesopanan yang selalu Lucius tekankan, yaitu memanggilnya tuan. "K-kau kah itu?" suara Alicia lagi.

Tidak ada jawaban, tapi Alicia tahu seseorang itu masih ada bersamanya, di hadapannya.

Alicia tidak kuat dan sudah siap untuk berbalik pergi namun tidak bisa melihat di mana letak pintu itu.

"A-aku..." Alicia mulai bergetar ketakutan.

Kemudian tiba-tiba saja tangannya ditarik, dan sebelum Alicia tahu apa yang terjadi, dia sudah terbaring di atas permukaan yang empuk dengan panas tubuh seseorang di atasnya dan deru napas beraroma mint menerpa wajahnya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" suara itu terdengar berat dan serak.

Alicia membuka matanya lebar-lebar, berharap menemukan satu saja titik cahaya yang mampu membuatnya melihat, tapi ruangan ini benar-benar gelap. Alicia nyaris berpikir seseorang yang menahannya ini bukanlah Lucius.

Atau memang bukan Lucius?

Tanpa sadar, napas Alicia sudah tersendat-sendat. Dia ketakutan jika pria ini bukanlah Lucius.

Tapi Alicia perasaan ini... sekalipun dia juga merasa takut dan ragu-ragu.

"Lu-lucius?" panggil Alicia sekali lagi.

"Ya, Angel?" kali ini Alicia bisa mengenali suara itu dengan jelas dan aroma tubuh yang familiar. Namun panggilan Lucius padanya itu mengalihkan pikiran Alicia.

"Angel? Di mana Angel?" tanyanya dengan suara bergetar.

Lucius tertawa. Lalu kepalanya menunduk dan bibirnya mendarat di tulang selangka Alicia, mengecupi permukaan kulit Alicia yang lembut. "Bukan itu maksudku," bisik Lucius diikuti kekehan serak.

Darah Alicia berdesir dengan cepat, pikirannya semakin rancu dibuat oleh kecupan dan hisapan Lucius di lehernya.

"He-hentikan...!" kata Alicia sambil menahan desahan yang akan keluar dari mulutnya.

Tapi Lucius tidak berhenti. "Aku akan berhenti saat aku mau berhenti," sahutnya dengan sikap dominan yang tinggi.

Di dalam kegelapan, Lucius menyentuhnya, memberikan kenikmatan dengan sensasi baru yang lebih menantang.

Alicia masih tidak bisa melihat Lucius, dia tidak bisa melihat apapun selain kegelapan, dia hanya bisa merasakan sentuhan lelaki itu di tubuhnya. Namun hal itu justru membuanya merasakan kesenangan yang ganjil dan seketika... dia lupa pada apa tujuan awalnya berada di sana.

•●tbc●•

Untung sudah buka 😌

ASIA ❤
[25/04/20]

LIVING WITH THE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang