Ablaze 25 - The Distraction

5.3K 555 8
                                    

"Anda sudah menelepon Nyonya Gabrielle, Tuan?" Benjamin bertanya pada tuannya yang sedari tadi tampak seperti hilang dalam pikirannya sendiri sembari menatap ke luar jendela—pada hujan deras di luar.

"Hm," gumam Lucius. Tanpa mengalihkan pandang, dia melanjutkan, "Bibiku bilang, dia menjalani harinya dengan baik."

Benjamin tidak perlu diberi tahu siapa yang sang tuan maksud 'dia'. Karena hanya ada satu wanita yang dalam kehidupan tuannya yang paling sering dia bicarakan; Alicia Lucero. Benjamin teringat ketika Lucius berkata bahwa nama akhir wanita itu begitu mengganggu dan membuatnya muak. Dia tidak sabar untuk menggantinya.

"Apa Anda akan menikahi Nona Alicia?" tanya Benjamin pada saat itu. Lucius tidak menjawab dengan kata-kata yang gamblang, tapi bibirnya menampilkan senyuman aneh yang mengartikan suatu hal.

Sayangnya, tidak akan ada pernikahan apa pun dalam waktu dekat, karena Lucius bahkan sudah tidak ingat lagi siapa Alicia dan apa hubungan mereka.

Namun melihat tuannya terus-terusan seperti ini, melamun seolah hilang dalam pikiran yang begitu jauh, cukup menarik perhatian Benjamin. Dia berkata, "Bukankah itu hal yang bagus?"

Lucius berdecak pelan mengingat apa yang Gabrielle katakan padanya tadi. Alicia memang hidup dengan baik setelah dia pergi, tampak seolah wanita itu telah ikhlas pada keadaan. Apa yang dilakukannya sehari-hari dari bangun tidur sampai tidur lagi telah Gabrielle laporkan. Dan tampaknya, Alicia memang bisa melanjutkan hidupnya dengan baik tanpa kehadiran Lucius.

Lucius seharusnya merasa lega mendengar semua itu, karena rencananya pada Alicia berjalan lancar. Tapi kenapa justru Lucius merasa resah seperti ini? Seolah tidak terima Alicia hidup dengan nyaman sementara dirinya tersiksa memikirkan wanita itu setiap saat.

"Anda ingin menemuinya?" tanya Benjamin lagi karena pertanyaannya yang pertama tidak dijawab.

Terdengar helaan napas dari Lucius. "Aku sudah memberitahumu beberapa kali, itu tidak akan terjadi," jawabnya datar.

Benjamin tidak mengerti. "Lantas, kenapa Anda terus-terusan memikirkannya?"

Tajam pandangan Lucius terhunus langsung pada Benjamin. "Selesaikan pekerjaanmu!" tukasnya kasar.

Benjamin segera menunduk, berfokus kembali pada layar laptopnya. Lucius juga telah kembali duduk di meja kerjanya dan melakukan hal yang sama. Dia membuka kamera pengawas dan melihat Adrian Lucero yang tengah berada di kamar tamu.

"Alarick belum melakukan upaya apa pun lagi untuk menemukan anak dan istrinya," kata Lucius.

"Dia tahu dia tidak akan bisa melakukan apa pun karena tahu bahwa anak dan istrinya sudah menjadi tawanan Anda," sahut Benjamin.

Lucius tersenyum miring. Dia menatap ke layar laptopnya lagi, menggerakkan kamera pengawas itu ke sisi lain ruangan. Kening Lucius mengernyit, karena tidak melihat Marie Lucero di mana pun. Tapi kemudian pandangannya tertuju ke arah pintu kamar mandi yang tertutup rapat, wanita itu pasti ada di sana.

Pandangan Lucius beralih ke arah Benjamin. "Kau sudah menindak ulang rencana pertama kita?"

"Ya, Tuan. Semuanya telah siap. Besok Tuan Landon juga akan menghadiri rapat investor itu untuk memberi peringatan lain pada Alarick. Dia pasti terkejut menemukan pria yang dicarinya ada di sana."

"Sampai saat ini, Alarick masih tidak percaya kalau aku masih hidup?" Lucius tertawa keras.

"Lebih tepatnya, dia menolak percaya bahwa dirinya telah gagal."

Tapi tawa Lucius itu tidak bertahan lama. Ekspresinya kembali muram.

"Ada apa, Tuan?" tanya Benjamin.

LIVING WITH THE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang