Ablaze 29 - Dream & Memory

6.2K 573 18
                                    

Lucius bermimpi.

Di mimpinya itu, dia tertidur di sebuah kamar bernuansa putih. Sinar matahari yang hangat terasa menyentuh wajahnya. Dan ketika dia membuka mata, sosok wanita yang begitu cantik menyapanya.

"Selamat pagi."

Tatapan lembut yang wanita itu berikan membuat dada Lucius berdesir hangat. Padahal selama ini, dia selalu merasa kedinginan di dalam, tapi perasaan yang dia rasakan sekarang jelas tidak seperti biasanya. Ada sesuatu yang menggelitik di relung gelap dan pengap di hatinya. Itu membuat dia tidak bisa mengalihkan pandang dari sosok wanita itu.

"Alicia?"

"Hm. Ini aku."

"...?" Lucius tidak tahu apa yang terjadi sebelum ini. Dia menyentuh wajah wanita itu untuk meyakinkan diri.

Alicia memejamkan mata sembari berkata, "Aku sudah memberi tahu Maloma, bahwa kita akan sarapan di kamar."

Lucius mengernyit, karena tiba-tiba saja dadanya terasa sesak.

Alicia yang melihat itu sontak bertanya dengan cemas. "Oh, apakah ... apakah itu tidak boleh?"

Kecemasan yang nyaris membuat Lucius berpikir bahwa itu adalah rasa takut.

Tidak. Lucius tidak ingin Alicia takut padanya.

Dia bukanlah monster. Dia menginginkan tatapan lembut wanita itu kembali!

"Kau ingin kita sarapan di ruang makan? Ma-maaf, harusnya aku melakukan ini dengan izinmu. Aku akan bilang ke Maloma untuk ...?" Tiba-tiba saja Alicia berhenti bersuara. Dia menatap Lucius dengan manik hijaunya yang membesar.

"...."

"Hm? Lu-Lucius? Kau ... menangis?" Alicia tertegun sekaligus bingung. "A-ada apa? Apa yang terjadi? Apa kau sakit? Kepalamu sakit lagi?"

Lucius tidak menjawab satu pun pertanyaannya. Dia mengulurkan tangan, menyentuh rambut panjang Alicia yang sehalus sutra. "Rambutmu sangat indah," kata Lucius dengan suara serak. Dia tidak tahu bahwa dirinya menangis, tapi rasa sesak di dalam dadanya sekarang ini seolah tidak tertahankan sehingga air matanya mengalir begitu saja.

Terakhir Lucius mengeluarkan air mata adalah ketika dia menyaksikan rumahnya terbakar bersama kedua orang tua dan adik kecilnya. Saat itu, perasaan kehilangan yang dia rasakan sama seperti sekarang.

Tapi kenapa? Padahal Alicia ada di hadapannya.

"Lucius?" panggil wanita itu.

"Kenapa kau memotong rambutmu, Alice?" tanya Lucius.

Alicia tampak mengernyit bingung. "Memotong rambutku? Aku tidak pernah memotongnya. Rambutku selalu seperti ini."

Saat itulah kemudian Lucius sadar bahwa ini bukan hanya sekadar mimpi, tapi potongan-potongan ingatan yang pernah dilupakannya.

Semua itu kembali kepada Lucius seperti sebuah kilatan petir yang sangat menggelegar dan sontak membangunkannya.

Ketika dia membuka mata, pandangannya langsung meliar, napasnya memburu tajam. Dan ketika dia mendapati dirinya berada di sebuah kamar rumah sakit yang begitu asing, kejadian sebelumnya berputar kembali di kepalanya.

"Alice."

Lucius sontak bangkit, untuk kemudian mengerang sakit yang berpusat di bahu dan perutnya. Dia refleks kembali berbaring, menutup mata dengan kening berkerut dalam.

"Lucius!"

Sentuhan yang sangat lembut terasa di tangan Lucius. Dia pun membuka matanya perlahan, menemukan wajah cemas Alicia.

LIVING WITH THE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang