Ablaze 11 - The Trauma

6.3K 567 13
                                    

Saat Alicia berada di luar, hendak menyusul Lucius yang tengah berada di taman belakang, dia dikejutkan dengan kehadiran London yang baru keluar dari kamar dan melangkah tergesa-gesa ke arahnya.

"Alicia, di mana Lucius?" tanya London, ekspresi dan tatapannya menyorotkan kecemasan yang tidak biasa.

"Di sana," tunjuk Alicia ke sebuah jendela di mana mereka bisa melihat Lucius berjalan menjauh menuju taman yang terbengkalai.

Sedetik setelah itu London langsung menyusul Lucius ke sana. Alicia mengikuti langkah London yang cepat.

"Ada apa, London? Apa terjadi sesuatu?" tanya Alicia, ikut merasa panik karena sikap London yang tiba-tiba ini.

London kemudian berbalik setelah mendengar pertanyaan itu. Dia memegang bahu Alicia dan menatap matanya dengan tegas. "Rapikan semua barang-barangmu, kita akan pergi malam ini. Cepat!"

"Y-ya, baik!" Alicia langsung mengangguk, tidak bertanya lebih. Untuk saat ini, dia tahu bahwa yang terbaik adalah mengikuti apa kata London.

Alicia pergi ke kamarnya hendak mengepak barang-barang yang dia miliki, hanya untuk kemudian menyadari bahwa dia tidak punya apa-apa kecuali sebuah gaun hitam miliknya yang sudah rusak. Selama di sini, dia memakai pakaian yang ganti yang dibawakan pelayan dari gudang penyimpanan, mungkin milik para pengunjung makan sebelumnya. Alicia mengepak beberapa pasang, lalu pergi ke kamar Lucius dan menyiapkan barang-barang pria itu juga.

Satu tas Alicia gandeng di tangannya, saat itulah dia mendengar suara tembakan yang begitu menggelegar. Jantung Alicia langsung mencelos dengan tubuh yang sontak membeku.

"Lucius!" Dia berlari keluar sembari memegang perutnya dan membawa tas berisi barang-barangnya di tangan yang lain.

Alicia tidak bisa melihat apa yang terjadi di luar, tapi suara tembakan itu terdengar lagi.

Di pijakan terakhir tangga, seseorang menarik tangannya. Alicia yang siap memekik langsung dibungkam. Dia mendongak ke atas dan melihat London. Rasa panik semakin dirasakannya.

"Di mana Lucius?" tanya Alicia dengan bisikan, setelah berhasil melepaskan bungkaman London.

London menariknya ke sebuah ruangan gelap di bawah tangga, tidak menjawab pertanyaan Alicia.

"Di mana Lucius?" Alicia bertanya sekali lagi dengan suara lebih kencang. Dia meraba-raba di dalam kegelapan. "London, kita akan ke mana?"

Sebuah suara seperti kunci yang terbuka terdengar. Derit pintu kayu tua terdengar pelan, cahaya tampak di sana.

London menuntunnya masuk, menuruni tangga hingga mereka sampai di ruangan yang lebih besar dan terang. Aromanya apek dan debu di mana-mana, sarang laba-laba menghiasi langit dan bahkan menghalangi jalan. Namun, perhatian Alicia sepenuhnya teralihkan pada sosok yang berdiri di tengah ruangan itu.

"Lucius!" Alicia melepaskan gandengan tangan London, lalu berlari ke arah Lucius. Dia ingin memeluk pria itu, tapi menahan diri.

Alicia merasa lega melihat pria itu ada di sini, dan bukan menjadi sasaran dari suara tembakan tadi.

Lucius memegang sebuah senjata di tangannya, mengisi beberapa peluru. Dan London juga melakukan hal yang sama di seberang meja, yang di atasnya terdapat sebuah peti berisikan senjata.

"Ada apa sebenarnya? Siapa yang tadi menembak?" tanya Alicia.

"Alarick."

Jawaban London yang singkat itu membuat Alicia sontak menoleh. "Dari mana dia tahu tempat ini? Bukankah kau bilang ...?"

"Dia seharusnya tidak tahu, tapi si sialan Tommy memberitahunya!"

Kemarahan tampak di wajah London ketika menyebut nama bawahan yang telah mengkhianatinya itu. Alicia masih ingat pada tatapan tidak senonoh yang Tommy layangkan padanya saat mereka berdua ada di dalam mobil. Seharusnya Alicia tidak mempercayai pria itu sejak awal.

"Apa yang akan kita lakukan?" Alicia mulai merasa khawatir.

"Jangan membebani kami, tunggu di sini!" perintah Lucius. Dia tidak menoleh sedikit pun ke arah Alicia semenjak Alicia masuk ke ruangan bawah tanah ini.

Alicia mengangguk. "Aku mengerti. Aku akan menunggu di sini sampai kalian datang."

Lucius kemudian melangkah melewati Alicia menuju tangga keluar.

"Kita tidak akan lama, Alicia," kata London, dengan senyuman bersemangat yang aneh.

Pria itu pasti menikmati semua ketegangan ini.

Pintu ditutup dengan rapat, Alicia seorang diri, kesunyian menyelimuti ruangan itu. Ada perasaan kengerian yang tidak bisa dia jabarkan. Punggungnya mendadak terasa sakit, seolah luka yang pernah ditorehkan di sana kembali terbuka dan bercucuran darah.

Alarick memiliki caranya sendiri untuk mendidik. Alicia bukanlah anak kandungnya, Alarick bahkan lupa kalau dia masih bernapas di dunia ini, tapi setelah Alicia muncul di hadapannya dan menjadi berguna bagi pria itu, dia mulai merasa berhak terhadap Alicia—termasuk menyiksanya dengan dalih mendidik.

Keringat mulai mengucur di pori-pori kulit Alicia. Dia ingat malam saat dia mencoba untuk kabur, Alarick marah padanya, tapi tidak cukup marah sampai memukul Alicia. Hanya saja, Alicia yang tidak tahan dengan pria itu, akhirnya mengucapkan kata-kata yang berhasil membuat Alarick murka.

Dalam keadaan hamil, Alicia diseret masuk ke dalam gudang. Alarick mengambil pecut, memerintahkan Alicia untuk menanggalkan bajunya, dan mulai melakukan apa yang menurut pria itu benar untuk dilakukan.

Alicia ingat, saat akhirnya Alarick selesai, dia sudah ada di ambang batas dan berharap ajal akan menjemputnya saat itu agar dia bisa bertemu kembali dengan Lucius di alam sana. Tapi ketika keesokan harinya, Alicia terbangun di atas tempat tidur, menemukan Marie terisak-isak di sampingnya sembari mengucapkan maaf berulang kali.

Yah, selama ini, wanita itu tidak tahu iblis macam apa yang telah dia nikahi. Setelah insiden itu, Marie menjadi ketakutan setiap kali Alarick mendekat, dan dia bahkan mulai sakit-sakitan. Alarick kemudian secara terang-terangan, mulai membawa wanita-wanita bayaran masuk ke dalam rumah untuk memuaskan nafsu bejatnya. Marie tentu saja tahu, Alicia tahu, semua orang tahu bahkan Adrian pun mengerti. Tapi, sama seperti Alicia, Marie dan Adrian juga terjebak dan tidak punya jalan keluar.

Ruangan ini mengingatkan Alicia pada mimpi buruknya itu, yang dia harap telah berhasil dia atasi dengan baik. Tapi bagaimana bisa? Luka di punggungnya bahkan belum sepenuhnya sembuh, kadang Alicia masih bisa merasakan sakitnya saat berbaring terlalu lama, atau saat dia membungkuk terlalu tiba-tiba.

Berdiri seorang diri di dalam ruang bawah tanah yang sempit dan bau ini, menjadi benar-benar tidak terhatankan.

Tapi Alicia ingat kata-kata Lucius. Dan kali ini Alicia tidak akan mengkhianatinya. Dia tidak akan pergi sebelum Lucius menjemputnya di sini. Walau rasa takut akibat trauma yang bercampur oleh kecemasan pada situasi di luar sana, merayap seperti hama untuk menyingkirkan kewarasannya, tapi Alicia akan terus menunggu.

***

Maaf ya, update-nya telat. 🥺🙏
Semoga kalian suka dengan chapter ini 🥰

Untuk pembelian di Karyakarsa, jangan lupa pake voucher yaaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk pembelian di Karyakarsa, jangan lupa pake voucher yaaa. 🥰

LIVING WITH THE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang