7. Hukuman dari Bima.

22 25 0
                                    

Happy reading!

•••

"Heh kamu! Kenapa tidak masuk kelas? Ayo masuk ke kelas sekarang!"

Livi yang tadinya berteriak-teriak menghentikan kegiatannya. Livi menengok dan sedikit terkejut karena didepannya ada laki-laki paruh baya yang menggunakan baju seragam hitam dan membawa koran yang digulung.

"Siapa lo?! Kenapa nyuruh gue masuk ke kelas sekarang?" tanya Livi waspada.

"Saya satpam sekolah ini, kamu tidak tahu? Kamu pasti murid baru. Sekarang sudah pukul 7. Bel masuk sudah berbunyi tadi."

Livi yang terkejut segera melihat jam tangannya. Benar. Jam menunjukkan pukul 07.00.

"Owh iya, Pak. Maaf, Pak. Saya akan segera ke kelas."

"Ya. Lain kali juga jangan berteriak-teriak sendirian. Apalagi dibelakang sekolah."

"Hehe, iya Pak maaf."

Livi tidak mengatakan yang sebenarnya jika ada 2 hantu yang duduk diatas pohon. Entah apa yang akan terjadi nantinya jika mengatakan itu. Livi kembali melirik ke atas pohon. Namun Belinda dan Nathan sudah menghilang. Entah kemana mereka. Livi segera menuju kelas sebelum kena marah bapak satpam.

•••

Livi yang setengah berlari menuju kelas pun tanpa sengaja mencium bau gorengan yang berasal dari kantin. Astaga, baunya sangat enak dan membuat Livi lapar. Livi memang tidak sarapan tadi pagi. Entah apa yang terjadi, Bagya dan Kirana seperti sedang bertengkar sampai Kirana lupa membuatkan Livi sarapan.

Livi mampir ke kantin sebentar berniat hanya membeli 2 gorengan tempe. Tapi setelah melihat ada tempura yang baru selesai digoreng, Livi membeli tempura banyak sekali. Livi melupakan gorengan tempe favoritnya.

Disaat Livi sedang menikmati tempuranya di meja kantin, terlihat pak satpam tiba-tiba datang dan berdiri di hadapannya.

"Loh, kamu anak yang tadi teriak teriak itu? Bagus ya, malah mampir ke kantin bukannya masuk ke kelas!"

Ternyata pak satpam sedang menjalankan tugasnya mengelilingi sekolah untuk memastikan semua siswa sudah masuk ke kelas. Livi sedikit tersedak tempuranya dan menatap pak satpam dengan ekspresi panik.

"Em, aduh maaf Pak. Saya laper banget. Jadi lupa harus masuk kelas, hehehe," ucap Livi sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Kamu sudah terlambat 30 menit masuk ke kelas. Sekarang sudah setengah 8 pagi. Kamu harus dihukum!"

"Eh jangan, Pak. Aduh!"

Livi tersandung ketika hendak mengejar pak satpam yang sudah pergi keluar kantin. Livi belum juga berdiri dan masih mengelus-elus lututnya yang terasa sakit. Livi tidak sadar jika ketua osis yang dipanggil untuk menghukum Livi sudah ada dihadapannya. Siapa lagi ketua osisnya kalau bukan Bima.

"Bertemu lagi."

•••

"Ya! Kurang 3 putaran lagi!!" teriak Bima di lapangan sekolah.

Bima sedang menghukum Livi dengan hukuman berlari di lapangan sebanyak 10 putaran.

"Gue istirahat dulu ya, capek banget nih! Keringet gue keluar banyak banget, mana panas lagi. Luntur nih bedak gue," keluh Livi yang ditanggapi wajah datar Bima.

"Gaboleh."

"Tega banget jadi cowok."

Walaupun begitu, Livi tetap menjalankan hukumannya. Hingga akhirnya, hukuman itu sudah selesai. Livi terlihat lemas. Wajahnya memerah karena terkena teriknya matahari. Keringatnya bercucuran sampai membuat seragamnya basah.

"Hukuman selesai, boleh kembali ke-"

Bruk!

Tubuh Livi tiba tiba ambruk. Melihat hal itu, Bima menghampiri tubuh Livi lalu tanpa lama-lama Bima menggendong tubuh Livi menuju ke UKS.

•••

Saat ini ada Bu Retno, wali kelas Livi yang sedang memeriksa keadaan Livi. Di sebelah Bu Retno, ada Bima dengan wajah cemasnya memandangi Livi yang belum juga bangun dari pingsannya.

"Livi sepertinya kecapekan. Mungkin karena dia dihukum berlari tadi. Lututnya sedikit memerah. Mungkin saat ambruk, lututnya mengenai kerikil di lapangan," jelas Bu Retno.

"Maaf sebelumnya, Bima. Tapi saya masih ada jadwal mengajar. Tolong kamu jaga Livi sampai dia bangun. Tolong juga obati lutut Livi ya," lanjut Bu Retno.

"Baik Bu, gapapa kok. Bu Retno mengajar saja dulu. Biar saya jaga Livi. Terimakasih Bu," ucap Bima yang dibalas anggukan Bu Retno sebelum akhirnya meninggalkan ruang UKS.

Tanpa berlama-lama, Bima segera mengambil peralatan untuk mengobati Livi. Bima merasa bersalah tidak membiarkan Livi istirahat.

"Nghh," terdengar lenguhan pelan dari Livi yang membuat Bima terkejut sekaligus senang.

"Livi, lo udah bangun?! Ini, cepetan minum teh anget. Habis ini gue anter lo pulang ya."

Livi yang masih merasa lemas pun hanya mengangguk pelan. Livi pasrah, tak bisa bergerak banyak bahkan duduk saja dia masih sangat lemas.

•••

RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang