Maaf ya lama ga update, lagi gak mood aja buat update hehe, happy reading!
•••
Benar saja, gerbang sekolah sudah ditutup. Livi tidak bisa masuk ke sekolahnya.
"Udah pelajaran pasti."
Entahlah, mood Livi benar-benar sangat tidak baik. Livi ingin sekali masuk sekolah, setidaknya bertemu Laras, Geby dan Dea agar Livi melupakan masalahnya sejenak.
Livi tiba-tiba teringat tentang Bima. Apa yang terjadi dengan Bima setelah dia meninggalkannya?
"Bima marah gak ya? Semoga aja gue dihukum, biar bisa ketemu Bima."
Livi merasa bersalah, ia ingin sekali bertemu dan meminta maaf. Di dalam hatinya yang paling dalam, Livi juga butuh Bima untuk sedikit membantu menenangkan hatinya.
"Heh kamu! Eh?"
Livi mendengar suara berat yang sepertinya memanggilnya. Livi langsung menampilkan ekspresi senangnya namun langsung berubah menjadi ekspresi datar.
"Kirain Bima," batin Livi. Ternyata yang memanggilnya adalah Pak satpam.
"Kamu lagi? hadeh," keluh Pak satpam sambil menepuk dahinya pelan melihat tingkah gadis didepannya.
"Hehe, iya, Pak."
"Maaf, Nak. Tapi kamu harus dihukum. Saya panggilkan Ketua Osisnya dulu."
"HAH, B-BAIK PAK! TERIMAKASIH! SAYA TUNGGU DENGAN SENANG HATI!" ucap Livi dengan girangnya sambil sedikit melompat kecil, yang membuat Pak satpam keheranan.
"Baru kali ini ada orang dihukum malah semangat," batin Pak satpam.
•••
Livi duduk di bangku dekat gerbang sekolah. Livi sedang menunggu kedatangan Bima. Tiba-tiba, ingatan Livi tentang kejadian pagi tadi muncul kembali.
"Siapa Lolita? Kenapa papa kasar sama gue? Kok mama gitu ya? Maksud mereka apa?" batin Livi yang tak sengaja membuat Livi meneteskan air matanya.
Dengan cepat, Livi mengusap air matanya. Namun, air mata Livi tetap ingin turun ke pipinya. Livi berusaha menahan air matanya dan sesekali mengucek matanya yang mengakibatkan matanya terlihat merah.
"Terlambat lagi?"
Livi menengok ke arah suara itu. Suara yang Livi tunggu-tunggu.
"Eh, Livi?" tanya Bima keheranan karena Livi hanya menatapnya dengan raut wajah yang nampak tak baik-baik saja.
"Bima, hiks."
Benar tebakan Bima, Livi tidak baik-baik saja. Livi yang sudah tidak bisa menahan air matanya pun hanya membiarkannya mengalir begitu saja.
"Hmm, ke perpustakaan aja yuk."
Livi hanya pasrah dan mengikuti Bima. Bima tahu tempat yang cocok untuk Livi menceritakan hal yang membuatnya badmood. Ya, di perpustakaan. Tempat yang tenang dan sepi.
•••
Bima dan Livi kini sudah duduk berhadapan di kursi perpustakaan. Bima menunggu Livi berbicara, sementara Livi dari tadi hanya menunduk sambil meremas roknya.
"Terlambat lagi?"
"Maaf, Bim."
"Gaada kata maaf, harus dihukum."
Mendengar itu, Livi menatap Bima.
"Boleh. Apapun hukumannya, tapi tolong, jangan lari keliling lapangan."
Bima menghela napas beratnya. Sungguh, Bima sangat iba melihat Livi berbicara dengan nada serak ya.
"Lo harus cerita apa yang bikin lo kayak gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah
Teen FictionHanya menceritakan seorang perempuan yang dipertemukan oleh seorang laki-laki. Livi dan Bima. Keduanya mempunyai kelebihan yang sama, yang tidak dimiliki oleh semua orang. Indigo, mampu melihat 'mereka' yang tak kasat mata. Livi, mempunyai keluarga...