20. Dia Datang.

23 19 0
                                    

Hai, aku update lagi nih. Sebelum baca follow dulu! Jangan lupa vote ya. Butuh kritik dan saran, yang baca harus komen hihi.

•••

"Terimakasih ya, Bu, udah nolongin Livi," ucap Livi yang kini tengah terbaring di tempat tidurnya.

"Iya sama-sama, sebagai tetangga kan harus saling tolong menolong," ujar Bu Warni.

Livi tersenyum mendengar ucapan Bu Warni. Sekali lagi Livi mengucapkan terimakasih pada Bu Warni yang telah mengantarkannya ke klinik dan mengantarkan Livi kembali pulang ke rumah.

Bu Warni tampak melihat sekeliling. Livi melihat gelagat Bu Warni, sama ketika tetangga yang lainnya, pasti Bu Warni heran kenapa seharian ini tidak melihat orang tua Livi. Livi sudah menebak jika Bu Warni akan bertanya tentang keberadaan kedua orang tuanya. Tetangga-tetangga Livi begitu menyayangi Livi karena ramah dan sering bersosialisasi, berbeda dengan orang tuanya. Tetangga yang lain sering bergosip jika orang tua Livi gila harta dan tidak ingat kepada tetangga-tetangganya.

"Livi, pokoknya habis ini kamu istirahat ya. Ini tadi Ibu beliin nasi uduk sama jus. Dimakan ya, Ibu pamit dulu."

Livi terkejut mendengar ucapan Bu Warni. Bu Warni bahkan tidak menanyakan tentang keberadaan kedua orang tuanya. Biasanya jika ada tetangga yang datang kerumahnya dan tidak melihat orang tua Livi, mereka pasti akan otomatis bertanya. Namun tidak dengan Bu Warni. Bu Warni adalah tetangga yang ramah dan peduli, Bu Warni juga tidak suka mencampuri urusan orang apalagi menggosip.

"I-iya Bu Warni, terimakasih. Mari, Livi antar ke depan," ajak Livi.

"Ah tidak perlu, kamu istirahat saja. Biar nanti Ibu sekalian tutup pintu depan ya. Kamu istirahat saja, pasti masih lemas."

"Terimakasih ya, Bu, udah nganterin Livi, terimakasih juga makanannya."

Bu Warni tersenyum hangat ke arah Livi sebelum akhirnya Bu Warni dan suaminya meninggalkan kamar Livi dan berjalan keluar. Livi terdiam di kasurnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba Livi teringat akan ponselnya. Livi pun mencari ponsel yang tadi malam ia banting. Sudah seharian ini Livi tidak memegang ponselnya. Bahkan skincare dan makeup nya yang tadi malam Livi pecahkan belum Livi bersihkan. Masih sangat berantakan. Jika masih berantakan kenapa Bu Warni tidak menanyakannya?

Livi lalu menoleh ke arah skincare dan makeup nya yang pecah karena menjadi sasaran emosi Livi tadi malam. Betapa terkejutnya Livi melihat lantai kamarnya sangat bersih. Tidak ada pecahan kaca. Terlihat jika sudah dibersihkan. Kamarnya pun rapi dan Livi baru menyadari kalau sprei kasurnya juga sudah rapi dan diganti dengan yang baru. Livi ingat jika tadi malam dirinya kehujanan dan langsung merebahkan dirinya ke kasur, membuat sprei itu otomatis basah.

"Siapa yang bersihin kamar gue? Masa Belinda? Gamungkin ah, dia pegang benda aja tembus. Atau Bu Warni?"

Livi berniat akan menanyakannya pada Bu Warni. Jika memang Bu Warni yang membersihkannya, Livi akan sangat berterimakasih. Livi segera mencari ponselnya, berniat akan bertanya ke Bu Warni lewat telepon, tapi ponselnya tidak ditemukan.

"Ponsel gue kemana sih, ah elah!" gerutu Livi yang mulai sebal.

Livi sudah mencari di kolong meja, di bawah tempat tidurnya, bawah lemari, dan segala sudut kamarnya namun ponselnya tetap tidak ditemukan. Akhirnya, Livi menyerah dan kembali merebahkan tubuhnya ke kasur karena tubuhnya kembali lemas

Tok! Tok! Tok!

Cklek!

Ternyata, Bu Warni kembali ke kamar Livi.

"Livi, maaf Ibu balik lagi. Itu ada temen kamu, katanya mau jengukin kamu."

"Temen? Siapa Bu?" tanya Livi.

"Gatau namanya, Vi. Dia masih di depan. Nanti Ibu suruh dia masuk kesini aja, kamu gausah nyamperin kan masih lemes badannya."

Livi hanya mengangguk, ia akui badannya masih sangat lemas. "Biarin dia masuk ke kamar gue aja deh, palingan juga Laras, Geby, sama Dea," batin Livi.

Saat Bu Warni akan melangkah keluar dari kamar Livi, Livi jadi teringat tentang kamarnya yang sudah rapi dan bersih. Livi pun segera menanyakannya.

"Maaf Bu, aku mau tanya. Bu Warni yang beresin kamar aku ya? Soalnya kamar aku kemarin berantakan, terus banyak barang-barang yang jatuh jadi pecah. Aku belum sempat beresin soalnya tadi pingsan terus seharian aku juga di klinik. Tapi waktu balik ke rumah tadi, tiba-tiba kamar ini udah bersih."

Bu Warni pun terlihat kebingungan. "Ibu gak beresin kamar kamu, bahkan setelah Ibu bawa kamu ke klinik, Ibu gak balik ke rumah kamu lagi atau bahkan masuk ke kamar kamu. Ibu nungguin kamu terus di klinik sampe kamu bangun."

Livi pun sedikit terkejut mendengarnya. "Siapa orang yang rela ngebersihin kamar gue?" batin Livi. Lamunan Livi buyar ketika menyadari Bu Warni sedari tadi berdiri menunggu tanggapan Livi.

"Owh gitu ya, Bu. Yaudah deh, makasih ya, Bu."

"Iya, Ibu keluar dulu sekalian panggilin temen kamu."

Livi tersenyum dan mengangguk sambil menatap Bu Warni yang berjalan keluar. Livi kembali membaringkan tubuhnya di kasur. Tak lama kemudian terdengar langkah kaki mendekati kamar Livi. Masuklah seorang laki-laki tampan yang memakai hoodie berwarna navy dan memakai celana panjang berwarna hitam. Dia tersenyum hangat melihat Livi. Dengan langkah pelan, dia masuk ke kamar Livi.

"Assalamualaikum."

Livi yang mendengar itu terkejut dan segera menoleh ke arah sumber suara. Dugaan Livi salah. Bukan Laras, Geby, ataupun Dea yang datang kerumahnya. Melainkan orang yang sangat Livi hindari untuk sekarang ini walaupun di dalam hatinya terselip rasa rindu. Melihat orang itu semakin mendekat ke arah Livi, rasa rindu itu semakin menggebu-gebu. Ingin rasanya Livi lari ke pelukan orang itu. Namun, Livi berusaha menghindari dia sekarang.

Dengan mata yang berkaca-kaca dan suara serak menahan tangisan, Livi mengucapkan sesuatu ke orang tersebut.

"Jangan dateng lagi, pergi."

•••

Hayoo, kira-kira siapa ya yang dateng? Hihihi. Jangan lupa vote woy!

RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang