8. Perhatian.

22 27 2
                                    

Happy reading!

•••

Dengan pelan-pelan, Bima mendudukkan Livi di jok motornya. Setelahnya, Bima naik ke motornya dan menyetir dengan pelan karena membawa Livi yang masih sakit. Sepanjang perjalanan, keduanya tidak ada yang berbicara hingga akhirnya Bima mengajak Livi berbicara.

"Maafin gue, hukuman kali ini berat buat lo ya?"

Bima sudah menebak Livi akan mengomelinya. Bima sudah siap akan itu, lagipula ini juga salah Bima. Namun diluar dugaan, Livi hanya menjawab dengan nada santai bahkan sedikit tertawa.

"Hahaha, enggak kok, gue juga salah. Gue lemes karena belum sarapan. Tadi baru makan gorengan tempura di kantin doang."

"APA?! LO JADI CEWEK BANDEL BANGET SIH?! KENAPA GAK SARAPAN, HAH?!"

Livi tersenyum lalu menanggapi ocehan Bima.

"Maaf, tadi pagi mama ga siapin sarapan. Mama kayaknya berantem sama papa, jadi mama gasempet siapin sarapan."

Bima yang mendengar itu pun terdiam. Bima kembali merasa bersalah pada Livi.

"Ayo gue beliin bubur ayam."

"Gausah, Bim. Mending kita-"

"Gaada penolakan."

Entahlah, hal sesederhana ini membuat Livi sedikit salting. Sedikit.

•••

Sampai lah, Bima dan Livi di warung bubur ayam. Bima segera memesan 2 mangkok bubur ayam. Bima dan Livi hanya diam. Tidak ada yang berbicara antara keduanya. Hingga akhirnya Bima dan Livi secara bersamaan berbicara membuat mereka terkejut.

"Nanti lo-"

"Nanti gue-"

"Bangsat, kok bareng sih ngomongnya," batin Livi.

"Lo dulu." ucap Livi yang sedang menahan malu.

"Nanti gue anterin lo ulang ya habis ini. Tadi lo mau ngomong apa?"

Livi yang masih malu pun segera menjawab ucapan Bima tanpa menatap Bima. Livi tetap menunduk. Tanpa Livi sadari, pipinya memerah dan Bima tersenyum melihatnya.

"Eh? Hmm, hampir sama kaya lo. Nanti lo anterin gue pulang ya."

Bima hanya mengangguk dan masih memandangi wajah Livi yang memerah.

Setelah bubur pesanannya jadi, mereka langsung melahapnya dan menyelesaikan acara makan mereka.

•••

Bima yang sudah mengetahui alamat rumah Livi segera mengantarkannya pulang. Hingga akhirnya, sampai didepan rumah besar berwarna putih tulang tersebut.

"Makasih, Bim makanannya. Makasih juga udah nganterin. Mampir dulu mau ga?" tanya Livi yang langsung mendapat anggukan dari Bima.

Baru saja Livi akan membuka pintu rumahnya, terdengar suara keras dari dalam rumah.

Pyar! Suara pecahan piring terdengar begitu nyaring.

"Kalau kamu masih mau merawat anak sialan itu, rawatlah sendiri, Bagya! Dari dulu sebenarnya aku tidak menyukai anak itu! Anak hasil dari hubunganmu dengan jalang yang bernama Lolita itu!"

"KIRANA! HENTIKAN UCAPANMU! ITU SUDAH TERJADI BEBERAPA TAHUN YANG LALU! SETELAH MELAHIRKAN LIVI, LOLITA MENINGGAL!"

Prang! Brak!

"BAJINGAN KAMU!"

Livi yang mendengar itu dari luar tanpa sadar meneteskan air matanya. Livi tidak berani membuka pintu rumahnya. Biasanya, jika masih siang, orang tuanya masih pergi bekerja. Tapi, kenapa mereka sudah ada di rumah? Entahlah.

RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang