-Prolog-

593 34 0
                                    

Arin merengut, diam seribu bahasa, sementara wanita yang lebih tua darinya terus mengoceh dengan kecepatan di atas rata-rata. Ada dua pria yang duduk menatapnya, dan salah satunya menatapnya sambil menyeringai.

"Besok kamu bakalan Mommy masukan satu sekolah dengan Erlan!" tegas Ara. Keputusan final dari Mommy Arin.

"Tapi, Mom," rajuk Arin.

"Tapi apa? Bagus dong! Kan ada pacar kamu yang bisa jagain kamu biar kamu gak ikut tawuran mulu! Inget, Arin! Kamu itu cewek! Cewek!" seru Ara gemas. "Tau gitu dari dulu aja Mommy masukin kamu satu sekolah dengan Erlan!"

Arin kembali bungkam. "Daddyyyy," rengek Arin pada sang Daddy.

Vando, sang Daddy tersenyum kikuk, merasa bersalah. "Kalau itu udah keputusan Mommy kamu, Daddy gak berani bantah, Sayang," gumam Vando membuat Ara, sang Mommy tersenyum menang.

Arin lupa kalau sang Daddy tidak berani membantah sang Mommy. Arin bergidik membayangkan satu sekolah dengan Erlan, sang pacar. Bukan! Bukan karena ia tak sayang dengan Erlan, tapi, ah sudahlah! Nanti juga kalian tau!

"Penampilan doang lo kayak kutu buku, tapi kelakuan udah kayak brandal!" cibir Gio, sang adik kembarnya. Iya, Gio dan Arin itu anak kembar. "Pokoknye gue gak mau sampai ada yang tau kalau lo itu kembaran gue! Bisa jatuh image gue nanti si sekolah! Gue bingung, kok Erlan tahan yah sama lo?"

Arin mendelik tajam menatap sang Adik. "Kok lo jadi Adek durhaka sih? Itu mulut belum pernah dicium sama sendal gue yah?!"

"Dari pada sama sendal, mending sama lo aja diciumnya," goda Gio. Sebuah bantal pun mendarat cantik di wajahnya, sementara kedua orangtua mereka hanya menggeleng melihat tingkah laku anak-anaknya

***

Arin menunduk, melangkah di belakang sang pacar. Ini hari pertamanya ia masuk ke sekolah barunya. Arin bisa merasakan murid-murid menatapnya penasaran. Mungkin mereka bingung dengan sosok nerd di belakang Erlan, cowok berwajah dingin itu. Arin memang selalu berpenampilan seperti ini. Kepang dua, kaca mata berbingkai besar, tas gemblok, kaus kaki panjang, dan jam tangan.Yang berbeda dari Arin hanyalah rambutnya yang berwarna pink.

"Selamat pagi, Erlan," sapa seorang siswi membuat langkah mereka terhenti.

Erlan tak menyawab. Ia hanya menghela napas malas, sementara Arin menahan tawanya saat melihat dandanan siswi itu.

"Eh, Cupu! Ngapain lo senyum-senyum gitu?!" bentak siswi itu.

Arin menggeleng. Ia sudah tak tahan lagi. Tawanya pun pecah. "Alis lo tuh tinggi sebelah!"

"Ayo, Seblak!" seru Erlan. Bisa runyam kalau mereka jambak-jambakan karena mulut gadisnya. Erlan melanjutkan langkahnya, meninggalkan Arin yang melotot ganas ke arahnya.

"Santen, Lo nyebelin!" Arin meraung kesal. Ia menghentak-hentakan kakinya lalu berlari menyusul sang pacar. "Woy! Saten Basi! Tungguin!"

Bad Nerd #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang