12. Pingsan

119 11 0
                                    

Arin berlari menuju sekolah. Lagi-lagi ia kesiangan. Apalagi hari ini adalah hari senin, di mana upacara akan diadakan. Ia merutuki Gio yang tak membangunkan dirinya. Arin menghembuskan napas lega. Gerbang sekolah belum tertutup. Ia langsung bergabung dengan teman sekelasnya setelah menaruh tas. Napas Arin masih memburu akibat lari tadi. Ia meringis. Perutnya terasa sakit. Tak hanya telat, ia juga tak sempat sarapan tadi.

Sudah hampir satu jam Arin berdiri. Namun, Kepala Sekolah masih semangat memberikan nasehat yang membuatnya ingin sekali salto saking lamanya. Thanks God, bathin Arin saat kepala sekolah akhirnya selesai berceramah. Itu tandanya upacara akan segera selesai.

"Gila! Si Doraemon benar-benar deh!" gerutu Arin saat memasuki ruang kelas. Dihempaskan tubuhnya di atas bangku. Ia lelah. Oh bukan hanya lelah, tapi juga lapar.

"Doraemon?" tanya Chlora bingung.

"Iya Doraemon. Emangnya lo gak liat tadi pas upacara?"

Fio menggeleng. Ia penasaran. "Emangnya ada Doraemon tadi pas upacara?"

"Ada tau. Itu loh yang ngasih pidato panjang sepanjang jalan kenangan," kata Arin.

"Njirrr! Parah lo, Rin," sahut Chlora saat mulai paham.

"Sadis! Kepsek disamain sama Doraemon," sambung Fio sambil terkekeh.

"Lah, emang sama kan? Botak, pendek, gendut pula," ceplos Arin membuat Chlora dan Fio terbahak.

Arin ikut tertawa. Kalian bayangkan sendiri bagaimana rupa kepala sekolahnya yang ia bilang mirip doraemon itu. "Oh yah, sekarang pelajaran apa?"

"Fisika," jawab Chlora.

Arin kembali meringis. Hari ini benar-benar memang luar biasa. Bangun kesiangan, lupa sarapan, upacara, dan fisika. Adakah yang lebih luar biasa dari ini? Arin bangkit. Baru selangkah tubuhnya terhuyung. Untung saja ia berpegangan pada meja, kalau tidak mungkin ia sudah jatuh.

"Lo gakpapa, Rin?" tanya Chlora khawatir.

"Gakpapa kok. Izinin gue yah?" pinta Arin sambil memperlihatkan tatapan memohon andalannya.

"Oke," jawab Chlora singkat. Ia dan Fio tak akan pernah bisa menolak bila Arin sudah memperlihatkan tatapan memelasnya.

"Thanks," seru Arin riang. Ia melangkah keluar kelas.

"Mau ke mana, Seblak?"

Langkah Arin terhenti. Ia berdecak sebal. Ia menoleh dengan perlahan dan mendapati Erlan sedang menatap dirinya sambil bersedekap.Ia menyengir lebar. Baru ia niat ingin bolos, tapi sudah kepergok.

Erlan tersenyum. Arin bersumpah ia sangat tidak suka dengan senyum Erlan saat ini. Arin menggaruk tengkuknya tak yang tidak terasa gatal. Ia bingung. Harus jawab apa yah? Kalau ia bilang mau bolos dan ke kantin pasti Erlan akan menyeretnya dengan tidak manusiawi untuk kembali ke kelas. Mau ke toilet? Tidak mungkin.

"Balik ke kelas, Seblak. Jam pelajaran udah dimulai," kata Erlan.

"Tapi, fisika, Santen," renggek Arin.

"Balik ke kelas, Seblak," ulang Erlan.

Arin mendesah. Ia mengangguk patuh. Ia pun kembali ke kelas sambil menghentak-hentakan kaki kesal.

"Loh kok balik lagi?" tanya Fio saat Arin kembali ke kelas.

"Ketahuan sama Mamak Tiri." Arin mencebikan bibirnya. "Gurunya belum masuk?"

Fio menggeleng. Arin pun menaruh kepalanya di atas meja. Hingga akhirnya ia pun terlelap.

"Arini!"

Arin berguman tak jelas.

Bad Nerd #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang