"Aku pulang!!" seru Gio saat memasuki rumah bersama Erlan. Mereka langsung menuju ruang keluarga tempat di mana Mommy dan Arin berada.
Arin mendongak, melepaskan pandanganya dari acara televisi yang sedang ia tonton. Senyumnya mengembang. "Santen,sini, Santen!" Arin menepuk sofa kosong di sampingnya.
Gio merengut tak terima. "Kan yang kembaran lo gue, tapi kenapa Erlan doang yang disapa?"
Arin tertawa. Ia pun menggeser tubuhnya ke tengah sofa. "Maaf deh," kata Arin. "Gimana kalau Erlan di sini, Gio di sini," lanjut Arin sambil menepuk sofa di kedua sampingnya yang kosong. Sementara itu Ara hanya menggeleng melihat tingkah anak mereka. Kadang ia bingung, apa si kembar tidak malu bila terus seperti itu?
Gio dan Erlan pun duduk di samping Arin. Erlan menatap Arin lekat. Dengan lembut ia mengusap wajah gadisnya itu. "Apa masih sakit?" tanya Erlan lirih.
Arin menggeleng. "Enggak kok, Santen," jawabnya dengan lembut mencoba menyakinkan Erlan yang sedang menatapnya dengan senduh itu.
"Pokoknya mulai besok gak ada berangkat dulu-duluan! Lo harus bareng gue atau gak Erlan!" seru Gio dengan menggebu. Demi apapun, ia tak akan membiarkan kembarannya itu terluka lagi. Cukup sekali ini saja. Bahkan Gio seperti bisa merasakan rasa sakit yang dirasakan oleh Arin.
"Benar kata Gio, Seblak. Mulai sekarang lo gak boleh berangkat sendiri lagi." Erlan menyetujui ucapan Gio. Dia benci gadisnya terluka. Gadisnya terlalu berharga untuk merasakan itu. "Ini yang selalu gue takutin, Seblak. Lo bebas mau ngapain aja, tapi kalau sampai lo terluka, sama aja lo bikin tiga cowok merasakan sakitnya juga. Bukan lo doang, Seblak. Bahkan tiga cowok itu jauh lebih terluka saat melihat lo terluka," ungkap Erlan. Iya, tiga cowok. Kalian pasti taulah siapa saja tiga cowok itu.
"Maaf," gumam Arin. Ia tau itu. Tapi mau gimana lagi? Ia kan gak tau kalau bakal diserang dadakan kayak gitu.
"Dengarin tuh! Makanya kalau jadi cewek tuh yang manis dikit!" cibir Ara.
"Lah bukannya Mommy lagi waktu sekolah gak ada manis-manisnya? Aku dengar dari Papa Ardo katanya Mommy galaknya minta ampun," sahut Arin dengan polosnya.
"Mommy galak juga karena jadi komite kedisiplinan. Gak pernah punya masalah sama geng sekolah apalagi sampai ikut tawuran kayak kamu," ucap Ara membela diri. Benar kok! Walau ia galak tapi dia gak pernah macam-macan apalagi ikut perkelahian dan balapan. Karena si Alien bisa mengamuk nantinya. Jadi kalau si Alien gak mengamuk, kamu mau ikutan begituan, Ra?
"Iye deh, Emak-Emak kan selalu benar," sahut Arin.
"Siapa yang kamu panggil Emak-Emak itu?" tanya Ara garang.
"Mommy lah, siapa lagi?" jawab Arin kalem.
"Kamu jangan durhaka yah! Mommy belum jadi Emak-Emak tau!" protes Ara.
"Mom, Mommy udah punya anak dua, Mom! Dua! Udah SMA semua lagi! Kalau bukan Emak-Emak terus apa namanya?" Arin gemas. Kadang-kadang Mommy bisa semenyebalkan seperti saat ini.
"Duh, kamu menyakiti hati Mommy yang selembut pantat bayi ini," ucap Ara sambil bertingkah seakan-akan dia terluka.
"Kok Mommy jadi gini sih?" tanya Gio.
"Tau nih, kayaknya yang kena pukulan aku deh, Mom. Kenapa otak Mommy yang geser?" sahut Arin.
Ara berkaca-kaca menatap kedua anaknya. "Kok kalian jahat sih sama Mommy ngomongnya?"
Arin dan Gio melongo, sementara Erlan hanya diam menonton drama keluarga gadisnya yang aneh itu. Ucapanmu, Erlan! Dipecat jadi calon menantu, kelar hidup lo, Er! Erlan mendadak ngeri. Jangan sampai ia mengucapkan kata-kata itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Nerd #3
Historická literaturaLagi-lagi Arin harus pindah sekolah karena di-DO. Arin sih tidak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia dimasukan ke sekolah yang sama dengan Gio dan Erlan. Dua cowok yang sangat, ah sudahlah, nanti kalian juga tau. Tak hanya itu, ia juga terpaks...