"Ibu benar-benar berterima kasih dengan kamu Arin," kata Bu Ratna. "Karena kamu akhirnya eskul drama tetap bertahan."
"Bukan karena saya kok,Bu, tapi karena kerja keras semua anggota eskul drama," ungkap Arin. "Kalau gitu saya permisi dulu, Bu."
Bu Ratna mengangguk. Arin pun bangkit lalu beranjak keluar.Langkah Arin terhenti saat menyadari kakinya melangkah ke tengah lapangan. Arin pun mengedarkan pandangannya, menatap murid-murid yang sedang berlalu-lalang karena jam istirahat sedang berlangsung. Di sekolah ini, Arin begitu banyak mendapatkan pelajaran. Tak hanya yang diajarkan guru, tapi juga mengajarkan sebuah arti yang sulit dicerna oleh logika. Arti persahabatan misalnya.
Pandanga Arin pun tertuju pada Chlora dan Fio yang sedang bertawa sambil berjalan ke arahnya. Senyum Arin mengembang. Mereka berdua adalah contohnya, contoh sahabat yang mengajarkannya arti sahabat lebih dari materi. Sosok yang mengajarkan dia, bahwa saudara tidaklah harus sedarah.
Kini pandangan Arin tertuju pada Kaila dan Marini yang sedang berjalan bersama. Ia bersyukur saat orang tua Kaila tidak jadi bercerai. Di lain sisi ia kagum dengan Kaila yang sanggup melewati hidupnya. Entahlah, ia tidak bisa membayangkan kalau ia menjadi Kaila, akankah ia bisa sekuat itu? Dari Kaila-lah ia belajar, bahwa keluarga adalah harta yang berharga. Harta yang tidak bisa digantikan. Ia sangat bersyukur lahir dari keluarga yang sangat menyayanginya. Keluarga yang selalu mempunyai waktu luang untuknya.
Pandangan Arin beralih ke Gio, Erlan, dan Dennis. Ia benar-benar merasa beruntung mempunya kembaran seperti Gio, dan kekasih seperti Erlan. Bahkan ia pun merasa beruntung karena mengenal Dennis. Berkat bantuan mereka pula lah eskul drama bisa bangkit.
"Rin, lo harus liat mading!" seru Chlora saat sudah berada di hadapan Arin.
"Mading kenapa emangnya?" tanya Arin.
Tanpa aba-aba, Chlora dan Fio pun menarik Arin menuju mading.
"Wow." Arin tidak bisa untuk tidak takjub saat melihat mading. Tema mading kali ini ternyata eskul drama yang disusun dengan begitu epic'nya. Ada pula foto saat mereka lomba kemarin.
"Seblak," sapa seseorang yang sangat Arin kenal.
Arin menengok. "Santen."
"Gimana bagus gak?" tanya Dennis.
"Keren banget," ungkap Arin. "Huaaaa makasih yah."
Namun, di saat Arin mencoba memeluk Dennis, Gio dan Erlan langsung berdiri di depan Dennis. Gio pun menarik Arin ke dekapannya.
"Kan yang mau gue peluk Dennis." kata Arin saat Gio melepas pelukannya.
"Gue wakilin," ujar Gio kalem.
"Terus, Santen lo juga ngapain pakai halangin?" tanya Arin.
"Ada gue ngapain lo pakai peluk orang lain, Seblak."
Arin mendengus sebal. Ia pun menjerit saat tiba-tiba Dennis menyeretnya sambil berlari.
"Jangan culik kembaran gue, woy!!" jerit Gio
"Pacar gue jangan dibawa kabur, Sialan!!" seru Erlan
Mereka berdua pun berlari mengejar Arin dan Dennis.
"Kalian jahat kita gak diajak!" teriak Chlora dan Fio bersamaan lalu mengejar mereka berempat.
Arin dan Dennis pun berlari ke arah Kaila dan Marini. Melihat pada berlari ke arahnya, Marini dan Kaila pun ikut berlari juga.
Bukankah hidup adalah misteri? Sebuah perjalanan yang tidak kita tau akhirnya. Sebuah perjalanan yang banyak memberikan kita arti, tentang cinta, persahabatan, dan keluarga. Sebuah perjalanan yang tidak hanya ada tawa, tapi juga ada air mata. Sebuah perjalanan yang hanya dapat sekali kita lalui.
Yah, kesempatan mungkin bisa datang dua kali, tapi tidak dengan hidup. Jadi jangan pernah menyia-nyiakannya. Berbahagialah, dengan mereka yang bisa membuatmu tertawa, dengan mereka yang bisa membuatmu menjadi diri sendiri, dengan mereka yang selalu ada, dan dengan mereka yang selalu menganggapmu ada. Tersesatlah bersama mereka, hingga akhirnya kau tau mana jalan yang tepat untuk kembali.
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Nerd #3
Historical FictionLagi-lagi Arin harus pindah sekolah karena di-DO. Arin sih tidak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia dimasukan ke sekolah yang sama dengan Gio dan Erlan. Dua cowok yang sangat, ah sudahlah, nanti kalian juga tau. Tak hanya itu, ia juga terpaks...