"Daddy mau nonton Upin-Ipin!" protes Vando. Saat ini ia dan keluarganya telah ada di rumah. Pesta ulang tahun istri Ardo telah usai menjelang sore. Ia-lah yang meminta pesta diadakan siang hari agar ia bisa menonton kartun sore harinya.
"No, Daddy! Aku mau nonton Cloud Bread!" sahut Gio tak mau kalah.
Ara hanya bisa menggeleng melihat tingkah suami dan anaknya, sementara Arin menatap Vando dan Gio penuh minat melihat dua orang pria yang satu sudah dewasa dan satunya lagi menuju dewasa sedang berebutan remot hanya untuk menonton kartun. Sangat menggelikan! Karena kesal Ara pun merebut remot dari tangan Gio. Ara mengganti chanel TV ke chanel yang ia mau. Seketika mata Vando melotot. Refleks, Vando langsung menutup mata kedua anaknya dengan telapak tangan.
"Jangan diliat!" seru Vando. "Nona, jangan racuni anak-anak kita dengan tayangan sinetron."
"Kalau kalian masih berebutan aja, aku pastiin gak akan ada lagi yang nonton kartun di rumah ini," ancam Ara.
"NO!" teriak Vando, Gio, dan Arin serempak. Iya, Arin. Walaupun ia tak ikut berdebat, bukan berarti ia tak suka menonton film kartun.
"Lagian, Daddy, jam segini Upin-Ipin mah udah abis," kata Arin.
"Masa sih?" tanya Vando tak percaya.
"Mom remotnya mana? Biar Daddy percaya." Ara pun memberikan remotnya ke Arin. Arin langsung mengganti chanelnya. "Liat, Dad, benarkan udah abis?"
Vando mengangguk pasrah. Kartun yang ingin ia tonton telah usai. Padahal ia tadi sudah buru-buru pulang dari rumah sebelahnya.
"Abis Cloud Bread, Pororo, Daddy. Jangan pasang wajah sedih gitu," cibir Gio. "Inget umur."
Mulut Vando mencebik. Memangnya salah kalau ia masih suka menonton film kartun? Bahkan ruang kerja di kantornya, ia sampai pasang sebuah TV agar tetap bisa menonton kartun-kartun favoritnya. Sekalipun nanti ada rapat, ia selalu memastikan rapat diadakan sebelum atau sesudah film kartunya selesai.
"Ah! Abis Pororo kan Chunggington sama Robocar Poli yah!" seru Vando. "Tapi Daddy masih pengen nonton Upin-Ipin. Tadi siang Daddy udah gak nonton, masa sekarang gak nonton juga."
"Astaga, Alien! Mau kamu nangis gimana pun, Upin-Ipinnya udah abis! Abis, Alien! Abis!" seru Ara gemas. "Besok pagi kan masih bisa nonton."
"Betul, betul, betul," kata Gio.
"No! Jadwalnya bentrok sama Larva. Pokoknya besok pagi aku mau nonton Larva!" kali ini Arin yang protes. "Apalagi besok weekend, pasti ada doraemon."
"Terus Daddy nonton Upin-Ipinnya kapan?"
"Siangnya kan masih ada, Daddy," jawab Gio. "Jadwalnya setelah Marsha and The Bear. Jadi, Daddy bisa nonton Marsha and The Bear dulu baru lanjut nonton Upin-Ipin."
"Benar juga," kata Vando. Wajahnya berubah menjadi sumringah.
Masalah telah kelar. Ara menghela napas. Kenapa kedua anaknya menuruni sifat Vando sih! Untung ia sudah biasa, kalau tidak mungkin ia akan angkat tangan mengurusi tiga bocah besar.
Saat sedang asik menonton, Arin teringat sesuatu. Ia pun bangkit. Ini penting. Untungnya ia tidak lupa.
"Mau ke mana, Sayang?" tanya Vando
"Ke rumah sebelah, Dad," jawab Arin.
"Iye deh yang gak jomblo mah malam mingguan," goda Gio.
"Iya dong! Makanya cari pacar sana!" balas Arin lalu berlari pergi. Setelah sampai ia langsung masuk seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Nerd #3
Historical FictionLagi-lagi Arin harus pindah sekolah karena di-DO. Arin sih tidak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia dimasukan ke sekolah yang sama dengan Gio dan Erlan. Dua cowok yang sangat, ah sudahlah, nanti kalian juga tau. Tak hanya itu, ia juga terpaks...