17. Rasa Sakit

97 5 0
                                    

Vando mencengkram stir kemudi dengan kencang. Ia mengumpat saat lampu lalu lintas berwarna merah. Setelah mendapat kabar anaknya kecelakan, ia langsung pergi bersama istrinya, Gio, dan Erlan. Gio dan Erlan duduk di bangku belakang. Mereka diam. Sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Vando tersentak saat sebuat tangan menggenggam tangannya yang mendingin. Ia pun menoleh menatap istrinya yang sedang tersenyum.

"Kita itu mau liat Arin, Alien, bukan mau ikutan terbaring di rumah sakit juga. Jadi, gak usah ngebut kayak tadi," ungkap Ara lembut.

"Maaf, Nona," sesal Vando. Sebuah isakan pun akhirnya lolos dari mulutnya. "Aku cuma takut, Nona."

"Iya aku tau, Alien."

"Aku benar-benar takut."

"Iya aku tau."

"Takut, Nona. Sangat takut."

"Aku tau, Alien. Kita semua pun sama. Tapi kamu harus bisa mengendalikan emosi kamu itu. Jangan sampai kita ikutan celaka juga nantinya."

Istrinya benar. Vando pun mulai melajukan mobilnya dengan perlahan.

"Gak pelan gini juga kali, Alien!" dengus Ara saat mendengar klason dari belakang mobil mereka.

Vando tertawa pelan. Dilajukan kembali mobilnya dengan cepat. Kalau saja ia tadi mengajak anaknya untuk ikut belanja, pasti anak gadisnya tak akan seperti ini.

Setelah sampai rumah sakit mereka langsung berlari ke ruang penanganan. Sudah ada Aryo dan Kaila di sana. Erlan menggila. Dengan membabi-buta ia memukul Aryo.

"Lo apaan cewek gue, Bangsat!!" seru Erlan marah.

Aryo tertegun. Rasa sakit di wajahnya tidaklah seberapa saat ini. "Lo Erlan?" tanya Aryo dengan suara tercekat.

Pukulan Erlan terhenti. Napas Erlan masih terengah-engah. "Iya! Kenapa emangnya?"

Kini ada rasa sakit lain yang Aryo rasakan. Rasa sakit yang bersarang di hatinya. Jadi benar, Arin itu sudah mempunyai kekasih. "Demi Tuhan, gue gak ngapa-ngapain Arin."

"Dia gak mungkin kecelakan kalau lo gak ngajakin balapan, Sialan!" jerit Erlan. Ia tak peduli lagi bila dirinya sedang berada di rumah sakit.

"Kalau gue tau bakalan begini, gak bakal gue ajakin Arin balapan, Er!" seru Aryo tak kalah keras. "Gue sayang sama dia, mana mungkin gue sanggup bikin dia terluka. Balapan cuma satu-satunya cara biar gue bisa berkomunikasi sama dia," gumam Aryo lirih.

"Awalnya gue gak percaya kalau Arin itu emang punya pacar, tapi saat ngelihat lo kayak gini, entah kenapa hati gue sakit, karena gue harus nerima kenyatan bahwa gue kalah. Gue cinta sama gadis lo itu, Er. Ngeliat Arin terluka adalah hal yang gak mau gue liat," lanjut Aryo.

"Arin itu milik gue!" desis Erlan.

Aryo terkekeh. "Tenang aja. Walau pun gue berengsek, gue gak akan merebut milik orang lain. Tapi satu hal yang pasti, gue akan ngerebut dia, kalau lo berani bikin dia terluka," kata Aryo.

"Ini semua gara-gara gue," ucap Kaila tiba-tiba.

Semua mata langsung menatap Kaila. Bahkan Gio sedang menahan dirinya untuk tidak langsung memukul Kaila karena ucapannya tadi.

"Mau lo apa sih? Lo gak puas udah bikin eskul drama hancur sekarang lo juga bikin Arin celaka? Hidup lo nyedihin banget tau gak?" sindir Gio.

"Iya! Hidup gue emang nyedihin! Puas lo?" raung Kaila. "Gue gak minta Arin buat nyelamatin gue! Harusnya dia tadi tabrak gue aja! Ngapain coba pakai sok-sok an banting stir! Celaka kan jadinya!"

"Cewek gak tau diri!" Tangan Erlan sudah melayang untuk memberikan tamparan agar Kaila sadar diri. Namun, seseorang menahan tangannya.

"Sejak kapan Papa ngajarin kamu buat mukul wanita?" tanya Ardo. Tadi saat mendengar kabar Arin kecelakan ia langsung menuju ke rumah sakit bersama istrinya, sementara Erlan pergi duluan bersama Vando.

"Dia pantes, Pa, buat dipukul! Dia udah bikin Arin celaka dan sekarang dia malah nyalahin Arinku!" raung Erlan marah.

"Kamu gak boleh menghakimi seseorang dari apa yang kamu dengar aja, Er. Arin pasti punya alasan kenapa dia lebih memilih dirinya yang celaka dari pada temannya itu," jelas Vando. Ia tak bisa marah dengan Aryo atau pun Kaila. Ia bisa melihat dari mata keduanya yang memancarkan kekhawatiran juga.

"Arrgghhhh!!" teriak Erlan gusar sambil menjambak rambutnya sendiri.

Tak lama kemudian Dokter yang menangani Arin pun keluar.

"Gimana putri saya, Dok?" tanya Vando

"Tidak apa-apa. Hanya terbentur, tapi tidak ada pendarahan di dalam. Semuanya baik-baik saja," jawab sang dokter.

Vando dan yang lain pun bernapas lega. "Boleh kita jenguk dia, Dok?" tanya Ara.

"Silakan." sang Dokter pun pergi.

Mereka semua pun masuk ke ruang rawat Arin. Hanya Aryo dan Kaila yang termenung di depan pintu.

Arin sudar sadar. Ia tadi hanya kaget. Untung tadi ia mengemudikan mobilnya dengan santai. Kalau tidak mungkin sekarang bisa jadi hari pemakamannya. Iya, tadi ia diam-diam membawa pergi mobil saat Daddy dan Mommy pergi ke supermarket. Namun, di tengah jalan ia melihat Kaila yang sepertinya sengaja berjalan ke arah mobilnya. Mau tak mau ia pun akhirnya membanting stir dan menabrak pembatan jalan.

"Kamu suka banget sih bikin kita khawatir, Sayang," ungkap Vando sambil memeluk anak gadisnya itu. "Tau gak, jantung Daddy tadi rasanya mau loncat keluar saat dengar kamu kecelakaan."

"Terus jantungnya jadi keluar gak, Dad?" tanya Arin.

"Enggak, soalnya keburu Daddy tangkep tadi," jawab Vando.

"Kirain langsung loncat, Dad. Kali aja gitu jantungnya gak kuat mengahadapi Daddy yang lebay akut ini," ejek Arin.

"Kok kamu sakit aja masih nyebelin yah?" gerutu Vando membuat yang lain pun tertawa.

Aryo melangkah pergi menjauh dari kamar Arin. Disandarkan tubuhnya di tembok. Air matanya meluruh bersama dengan tubuhnya. Perasaannya lega. Arin tidak kenapa-kenapa. Namun, di lain sisi hatinya terasa sakit. Gadis itu sudah ada yang miliki. Bolehkan ia iri dengan Erlan? Pria yang telah merebut gadis pujaannya itu. Ia tak akan sanggup lebih lama lagi bila berada di ruangan Arin. Senyum Arin karena Erlan membuat seluruh tubuhnya terasa nyeri.

"Nih," kata seseorang sambil menyodorkan sapu tanganya.

Aryo mendongak. Kaila berdiri di depannya sambil menyodorkan sapu tangan. Aryo pun bangkit dan menerima sapu tangan Kaila.

"Kita sama-sama sakit," kata Kaila.

"Maksudnya? Lo suka sama Erlan?" tanya Aryo.

Kaila menggeleng. "Bukan," jawab Kaila singkat.

"Terus karena apa lo ngerasain sakit juga?" tanya Aryo bingung.

Kaila tersenyum. "Sory gue gak bisa cerita. Ini pribadi soalnya."

"Ayo kita kembali ke sana untuk melawan rasa sakit kita," kata Kaila lalu menyeret Aryo.

Aryo pasrah saat Kaila menyeretnya. Rasa sakit apa yang sebenarnya Kaila rasakan? Entahlah, dia tak mengerti.

Bad Nerd #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang