15. Marah

100 6 0
                                    

"WOY BERHENTI!!"

Tiga orang yang sedang mengkeroyok Arin pun berhenti. Mereka menengok ke arah sumber suara itu. Mereka menengguk ludah saat melihat siapa yang datang.

"Cabut guys!" perintah dari salah satu mereka. Mereka pun berlari kabur.

"Jangan kabur woy!!"

"Udah biarin aja, mereka gak penting, yang penting sekarang itu si Arin!" seru Chlora. Tadi ia dan Fio sedang menuju tempat janjiannya bersama Arin sebelum masuk sekolah. Namun, di tengah perjalanan ia melihat Arin dicegat oleh cowok-cowok brengsek tadi. Ia pun langsung menghubungi kawan-kawannya. Dalam waktu singkat mereka semua sudah berkumpul. Yang teriak tadi itu si Fio. Bisa saja ia dan Fio menolong Arin, tapi karena statusnya masih murid baru, ia pun tak mau membuat masalah. Akhirnya ia pun memilih menghubungi kawan-kawan lamanya yang selalu menongkrong tak jauh dari sekolah mereka yang baru.

"Lo gakpapa, Rin?" tanya Fio cemas sambil membantu Arin bangkit.

"Gak papa gimana? Lo gak liat nih muka gue?!" ketus Arin.

"Yah, Rin, kan cuma formalitas doang nanyanya," sahut Chlora.

Arin terkekeh lalu meringis. Pipinya terasa nyeri saat ini.

"Thanks yah," ucap Arin. "Kalian boleh pergi."

Mereka pun pergi meninggalkan Arin, Chlora, dan Fio.

"Mereka kayaknya anak Hersley High School deh. Ketahuan banget dari seragamnya," kata Fio.

"Yang gue bingungin kenapa mereka ngeroyok lo yah, Rin? Kayaknya kita gak pernah buat masalah sama mereka," laniut Chlora

Arin mengendikan bahunya. Ia sendiri tak mengerti. Tiba-tiba saja mereka menyerang dirinya yang sedang tak fokus. "Jangan bilang-bilang sama Erlan sama Gio yah, gue mohon," pinta Arin.

Fio dan Chlora terdiam.

"Kok kalian malah diam sih?" tanya Arin.

"Itu, Rin." Chlora menujuk ke belakang Arin.

Perasaan Arin tak enak. Ia pun membalikkan badannya dengan perlahan.

"Eh, ada Santen sama Gio toh," sapa Arin.

"Pulang!"

Arin bergidik mendengar suara dingin dari keduanya itu. "Ke kebun raya beli talas, gue gakpapa keles."

"Gakpapa gimana? Liat tuh muka lo!" seru Gio.

"Kalian ke sekolah aja, biar gue pulang sama Erlan dan Gio," kata Arin pada Chlora dan Fio. Keduanya mengangguk lalu meninggalkan Arin.

Arin berjalan pelan mendahului Erlan dan Gio. Rasa sakit di tubuhnya baru terasa. Sesekali ia meringis menahan rasa nyeri di tubuhnya.

"Astaga! Kamu kenapa, Sayang?!!" jerit Vando saat membukakan pintu dan mendapati anak gadisnya dalam keadaan babak belur.

Arin tak menjawab. Ia terus melangkah menuju sofa. Saat sampai ia langsung membaringkan tubuhnya.

"Nonaaa! Nonaaa!" teriak Vando panik. Ara pun datang menghampiri suaminya itu. Mata Ara terbelak kaget saat melihat kondisi Arin.

"Astaga! Kamu berantem lagi?" tanya Ara.

"Gak kok, Mom. Aku juga gak tau kenapa mereka tiba-tiba nyerang aku," jawab Arin.

Inilah yang Ara takutkan. Sekuat-kuatnya wanita, pasti akan kalah juga bila melawan pria. Kecuali yang dilawannya waria. Paling cuma lemparan bedak. Ara pun menggeleng mengusir pemikiran konyolnya. Ia kembali ke dapur. Tak lama kemudian pun ia kembali dengan baskom air dingin, kain untuk memgompres, dan kotak P3k.

Bad Nerd #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang