20. Tentang Luka

86 5 0
                                    

"Ariiinnnnn!!" panggil Fio dan Chlora serempak saat mereka memasuki kelas dan mendapati Arin sedang duduk anteng di bangkunya.

"Ada apa?" tanya Arin bingung.

"Lo tanya ada apa? Harusnya kita yang nanya, Arinnn!" seru Fio gemas.

"Iya! Kenapa lo udah masuk aja? Harusnya kan lo istirahat!" omel Chlora.

"Gue bosen tau di rumah," ungkap Arin.

"Lo bosen di rumah, tapi gak pernah bosen buat balapan," cibir Fio.

"Tau! Harusnya lo tuh dengerin kata-kata kita Arin. Lo baru aja sembuh, eh masa sekarang luka lagi," sahut Chlora. Kemarin ia dan Fio telah memperingati Arin untuk tidak menerima tantangan Aryo, tapi ternyata Arin tetap pergi balapan tanpa sepengetahuan mereka.

"Oke, gue salah. Gue minta maaf," ucap Arin membuat kedua sahabatnya mendengus gak suka.

"Kaila juga kayanya harus dikasih pelajaran deh," kata Chlora.

"Jangan!" seru Arin spontan membuat Fio dan Chlora menatapnya bingung. Ia sendiri pun sebenarnya bingung. Namun, hanya saja ia tak mau sahabatnya itu melukai orang lain lagi hanya demi dirinya. Lagi pula ini kan bukan sepenuhnya salah Kaila.

"Kenapa?" Fio buka suara.

"Kejadian kemarin itu bukan salah dia," ungkap Arin.

"Terus salah siapa hah?" ketus Chlora. Ia paling tak suka bila Arin mulai melindungi orang yang harusnya diwaspadai dan Kaila masuk kategori itu.

"Salah gue, maaf," gumam Arin lirih. Ia menunduk tanpa berani mengangkat wajahnya.

Chlora dan Fio menghela napas. Bila sudah seperti ini, mereka bisa apa?

"Kita cuma khawatir sama lo, Rin." Chlora berkata lembut. Ia dan Fio paling tak bisa bila melihat ekspresi Arin seperti saat ini. Wajahnya seperti anak anjing yang menggemaskan. Mau dimarahi pun jadinya tak tega.

"Iya, Rin. Saling mengkhawatirkan bukankah tugas sahabat? Kita ngomel buat kebaikan lo juga. Karena di saat lo terluka, bukan cuma kita doang yang ribet, tapi semuanya. Gak perlu gue sebutin, lo juga tau," sahut Fio.

Arin mencebikkan bibirnya. Ia seperti anak kecil bila seperti ini. "Iya, Emak-emak ku," cetus Arin.

Fio dan Chlora pun mendelik ganas. "Kebiasaankan kalau setiap dibilangin jawabnya pasti begitu." Chlora berkata sebal.

"Rin, lo dipanggil Bu Ratna," kata seseorang tiba-tiba yang ternyata teman sekelas Arin juga. Tanpa menunggu jawaban dari Arin, orang itu langsung pergi ke mejanya.

Arin mengernyit bingung. "Ada apaan?" tanya Arin pada Chlora.

"Lah kok malah nanya sama gue? Ya, mana gue tau," jawab Chlora. Ia bingung, yang pintar siapa sih sebenarnya?

"Udah samperin aja gih sana, kali aja penting," kata Fio.

"Pinter!" seru Arin. Ia pun bangkit lalu melangkah keluar.

Suasana sekolah sudah mulai tampak ramai. Arin mempercepat langkahnya menuju ruang guru. Tepat ia sampai depan ruang guru, bel masuk berbunyi. Dengan perlahan ia pun membuka pintu ruang guru lalu masuk dan menuju meja Bu Ratna.

"Maaf, Bu. Ibu manggil saya?" tanya Arin saat sudah berada di meja Bu Ratna.

Bu Ratna mengangguk lalu menyuruh Arin duduk. "Jadi gini, dua minggu lagi akan ada lomba drama antar SMA. Ibu telah daftarkan eskul drama kita. Jadi tolong kamu diskusiin sama anggota drama yang lain yah," kata Bu Ratna.

"Bu, anggota drama aja tinggal 5 orang termasuk saya, gimana mau ikut lomba?" protes Arin. Ia tak habis pikir dengan gurunya itu.

"Makanya itu Ibu manggil kamu. Ibu percaya sama kamu." Bu Ratna menatap Arin dengan tatapan memohon.

Bad Nerd #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang